Taman Nasional Tesso Nilo Ditertibkan Kementerian Kehutanan

Sekaltim.co – Taman Nasional Tesso Nilo sekarang tengah menjadi sorotan publik. Kampanye #SaveTessoNilo viral pada November 2025 dengan bela gajah Domang sebagai ikon. Domang sendiri memiliki arti demang atau penguasa.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menyatakan akan memindahkan sebanyak 394 kepala keluarga dari kawasan inti Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Relokasi mulai berlangsung pada pertengahan Desember 2025 mendatang.
“Ada 394 kepala keluarga yang akan kita pindahkan dengan damai dan musyawarah. InsyaAllah warga lainnya juga akan kita carikan lahan pengganti dan bisa pindah secara legal,” ujar Menteri Kehutanan Minggu 30 November 2025, dikutip dari RRI.
Tujuan relokasi warga dari kawasan TNTN ini sebagai bagian dari upaya pemerintah memulihkan kembali fungsi taman nasional tersebut sebagai habitat alami gajah Sumatra yang merupakan mandat langsung dari Presiden Prabowo Subianto yang lima bulan lalu memerintahkan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) untuk mengembalikan TNTN ke bentuk asalnya.
“Memastikan kembali TNTN kembali ke bentuk asalnya, rumah bagi gajah sumatra. Kita tahu masalah yang terjadi di TNTN ini bukan baru muncul tetapi sudah terjadi puluhan tahun,” ujar Menteri Kehutanan.
Figur publik seperti Fedi Nuril turut memberikan perhatian terhadap penyelamatan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo. Melalui akun X @realfedinuril, dia menulis pada 28 November 2025 lalu. “Segera tindak tegas pelaku deforestation untuk aktivitas perkebunan kelapa sawit ilegal yang menyebabkan kerusakan ekosistem dan menyusutnya populasi gajah di Tesso Nilo, Pak @prabowo.”
Sebelumnya, Kementerian Kehutanan melalui Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan (Ditjen Gakkum Kehutanan) bersama Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) terus memperkuat operasi penertiban dan pengamanan kawasan Taman Nasional Tesso Nilo yang terletak di Provinsi Riau.
Langkah ini merupakan bagian dari upaya menyelamatkan TNTN sebagai rumah gajah sumatera dan penyangga kehidupan masyarakat, sekaligus merespon tingginya perhatian publik terhadap kampanye Save Tesso Nilo dan sosok Gajah Domang yang selama ini menjadi ikon Tesso Nilo.
Tesso Nilo adalah salah satu benteng terakhir hutan dataran rendah di Sumatera, habitat penting gajah sumatera, serta penopang sumber air bagi masyarakat di sekitarnya.
“Publik mengenal Tesso Nilo lewat sosok gajah kecil bernama Domang. Bagi kami, Domang bukan sekadar tokoh viral di media sosial. Ia adalah simbol generasi baru gajah Sumatera yang berhak atas rumah yang utuh, aman, dan bebas dari kebun ilegal,” ungkap Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho dalam Siaran Pers Kementerian Kehutanan Nomor: SP.340/HUMAS/PPIP/HMS.3/11/2025, Selasa 25 November 2025 lalu.
Peta Taman Nasional Tesso Nilo
Peta Taman Nasional Tesso Nilo memberikan informasi bahwa kawasan ini terletak di Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu, Provinsi Riau, Sumatra, Indonesia. Koordinat geografisnya adalah antara 00°05’40” LS hingga 00°20’47” LS dan 101°35’21” BT hingga 102°03’21” BT. Kawasan ini merupakan sub das aliran Sungai Kampar, dengan ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah.
Peta resmi dapat diakses melalui situs Balai TNTN atau sumber seperti ResearchGate untuk delinisasi wilayah penelitian. Secara visual, TNTN berbatasan dengan sungai-sungai utama seperti Sungai Tesso dan Sungai Nilo, serta wilayah perkebunan dan permukiman di sekitarnya. Saat ini, sekitar 85% kawasan telah terdegradasi menjadi kebun sawit ilegal, meninggalkan hutan primer hanya di sebagian kecil area.
Sejarah Taman Nasional Tesso Nilo
Sejarah Taman Nasional Tesso Nilo telah berlangsung lama sebagai kawasan hutan produksi terbatas (HPT) sebelum menjadi taman nasional.
Nama “Tesso Nilo” berasal dari dua sungai utama yang membelah kawasan: Sungai Tesso (barat) dan Sungai Nilo (timur). Sejak penetapan, kawasan ini menghadapi tantangan seperti perpindahan konsesi dan perambahan, yang memicu program Revitalisasi Ekosistem Tesso Nilo (RETN) sejak 2006.
Berikut ini timeline utama Sejarah Taman Nasional Tesso Nilo.
Tahun 1986 Ditetapkan sebagai Hutan Produksi Terbatas (HPT) Kelompok Hutan Tesso Nilo. SK Menhut No. 173/Kpts-II/1986 tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK).
Tahun 1994 Tetap sebagai HPT dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Riau. Perda Provinsi Riau No. 10/1994 tentang RTRWP.
Tahun 2001-2003 Persiapan konservasi; survei LIPI-WWF menemukan keanekaragaman hayati tinggi; izin HPH PT Inhutani IV dicabut.
Tahun 2004 ditetapkan sebagai Taman Nasional seluas 38.576 ha; fokus konservasi gajah Sumatra. Kepmenhut No. 255/Menhut-II/2004 (19 Juli 2004).
Tahun 2009 diperluas menjadi 83.068 ha. Kepmenhut No. 401/Menhut-II/2009.
Tahun 2012 Pengukuhan ulang status. SK Menhut No. SK.788/Menhut-II/2012.
Tahun 2014 Penetapan kawasan hutan tetap seluas 81.793 ha. SK Menhut No. SK.6588/Menhut-VII/KUH/2014.
Flora dan Fauna di Taman Nasional Tesso Nilo
Taman Nasional Tesso Nilo dikenal sebagai salah satu hutan terkaya hayati Flora dan Fauna di dunia, dengan 360 jenis flora vaskular per hektare—melebihi Amazon menurut survei Center for Biodiversity Management (2001). Ekosistem utamanya adalah hutan hujan tropika dataran rendah (lowland tropical rainforest), dengan transisi ke dataran tinggi.
Berikut ringkasan Flora dan Fauna di Taman Nasional Tesso Nilo beserta potensi dan ancamannya.
1. Flora
– Jumlah: 360 jenis (165 marga, 57 suku); 215 jenis pohon, 305 jenis anak pohon; 218 jenis vaskular per 200 m².
– Spesies Unggulan: Kayu bata, kempas, jelutung, tembesu, meranti, keruing, ramin, keranji, gaharu, sindora leiocarpa, sindora velutina, sindora brugemanii, seminai, rengas, kulim, pulai, durian liar, anggrek hitam, rotan, liana, paku-pakuan.
– Potensi: 82 jenis tumbuhan obat (misalnya patalo sebagai obat kuat); 90% vegetasi menutupi kawasan.
– Ancaman: Deforestasi mengurangi regenerasi; hanya 15% hutan primer tersisa.
Fauna
– Jumlah Total: 216 jenis, termasuk 107 burung, 23 mamalia, 3 primata, 50 ikan, 15 reptil, 18 amfibi.
Spesies Unggulan:
– Mamalia: Gajah Sumatra (60-80 ekor, terbagi 2 kantung: utara 33 ekor, tenggara 117 ekor), harimau Sumatra (jejak 50 ekor), badak Sumatra, rusa sambar, beruang madu, kukang Sumatra, landak Sumatra, macan dahan.
– Primata: Beruk (kera ekor babi), orangutan (potensial), simpai.
– Burung: Kuau raja, burung madu, elang brindabella.
– Lainnya: Buaya muara, ular, katak pohon.
Konservasi: 18 jenis dilindungi, 16 rawan punah (IUCN); pusat konservasi gajah dengan Elephant Flying Squad (17 gajah jinak).
Keanekaragaman ini menjadikan TNTN sebagai “zamrud khatulistiwa” untuk ekowisata, seperti trek patroli gajah dan jelajah hutan.
Batas Taman Nasional Tesso Nilo
Batas Taman Nasional Tesso Nilo mencakup 81.793 hektare kawasan hutan tetap, dengan panjang batas luar sekitar 139 km (realisasi penataan batas 35,81 km atau 25,76%).
Secara administratif, batas Utara berbatasan dengan Sungai Segati dan Kabupaten Kampar. Batas Selatan Sungai Kampar dan Kabupaten Kuantan Singingi. Batas Barat Sungai Tesso, wilayah HPH dan perkebunan. Batas Timur Sungai Nilo, Kabupaten Indragiri Hulu. Di sekitar Taman Nasional Tesso Nilo tercatat ada 23 desa di 4 kabupaten (Pelalawan, Indragiri Hulu, Kampar, Kuantan Singingi), tumpang tindih dengan 20.000 hektare kebun sawit (ilegal?).
Ketinggian 52-175 mdpl; akses utama dari Pekanbaru (4 jam darat). Saat ini, batas sering dilanggar, menyebabkan konflik; pemasangan pal batas sedang ditingkatkan oleh tim patroli.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni menegaskan bahwa pemerintah saat ini sedang melakukan restorasi dan pemulihan kawasan tengah TNTN secara bertahap.
“Proses restorasi Taman Nasional Tesso Nilo terus dilakukan. Kita terus bekerja untuk memastikan Domang dan kawan-kawan rumahnya tidak diganggu dan mereka bisa hidup di alam bebas,” ujarnya dalam siaran pers dikutip Senin 1 Desember 2025.
Luas Taman Nasional Tesso Nilo
Luas resmi Taman Nasional Tesso Nilo adalah 81.793 hektare setelah ditetapkan pada 2014, termasuk zona inti dan pemanfaatan. Namun, degradasi parah: hutan alami tersisa 12.561 ha (15,36% atau 16,8% menurut data 2022), dengan 40.000-50.000 hektare berubah menjadi kebun sawit dan permukiman. Rencana restorasi targetkan 80.000 hektare, dimulai dari 31.000 hektare prioritas.
Restorasi diprioritaskan di lahan seluas 31 ribu hektare kemudian seiring berjalannya waktu hutan di TNTN dipulihkan mendekati luasan awal TNTN.
“Insyaallah sesegera mungkin…, rencananya 511 hektare. Saya juga Insyaallah sudah ada komitmen 7 ribuan hektare lagi yang akan ditanam. Insya Allah di areal 31 ribu ini dulu yang kita restorasi jadi fokus utama, nanti pelan-pelan bisa ke 80 ribu hektare,” kata dia. Ekosistem keseluruhan mencapai 568.700 hektare jika termasuk buffer zone.
Kekayaan Hayati Endemik di Taman Nasional Tesso Nilo
Taman Nasional Tesso Nilo memiliki kekayan hayati endemik Sumatera, dengan fokus konservasi gajah Sumatra sebagai spesies kunci.
Endemik utama:
Flora Endemik: Sindora leiocarpa, sindora velutina, sindora brugemanii (Dipterocarpaceae); seminai (Dipterocarpus); rengas, kulim, pulai, durian liar; anggrek hitam (Coelogyne pandurata).
Fauna Endemik: Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus, 150 ekor total termasuk liar); harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae); kukang Sumatra (Nycticebus javanicus sumatrae); beruk (Nasalis larvatus); landak Sumatra (Hystrix sumatrae); burung endemik seperti kuau raja (Rhinoplax vigil).
Signifikansi: 360 flora endemik per ha; habitat transisi mendukung 3% mamalia dunia; sumber HUTN seperti madu sialang dan rotan.
Kasus Taman Nasional Tesso Nilo
Kasus Taman Nasional Tesso Nilo terjadi sejak 1999, dengan puncak konflik 2025. Kasus ini menjadi dilema antara penegakan hak asasi manusia (HAM) vs konservasi. Beberapa di antaranya kasus korupsi penerbitan SHM (sertifikat hak milik) di kawasan lindung hingga pengungkapan Jaksa Agung terhadap dugaan korupsi Juni 2025.
Penertiban 2025, Satgas PKH segel 81.793 hektare pada Juni dan menertibkan 4.700 hektare sawit. Warga menolak relokasi. Namun pemerintah memprioritaskan tindakan persuasif tapi tegas pada cukong dan penguasaan lahan oleh pemodal.
Ditjen Gakkum Kehutanan mengedepankan pendekatan persuasif terhadap masyarakat yang kooperatif dan bersedia mengembalikan kawasan. Warga sekitar yang dimintai keterangan diberikan penjelasan mengenai status kawasan, alur penguasaan lahan, dan konsekuensi hukum dari kegiatan di dalam taman nasional.
Sejumlah warga menyatakan kesediaan menyerahkan kembali lahan yang mereka kuasai melalui surat pernyataan. Pendekatan ini menegaskan bahwa negara tidak memburu masyarakat yang bersedia bekerja sama mengembalikan kawasan, melainkan memfokuskan penindakan pada pemilik lahan, pemodal, dan pihak yang menjadikan Taman Nasional Tesso Nilo sebagai komoditas ilegal.
“Penegakan hukum di Tesso Nilo diarahkan untuk mengembalikan taman nasional ini sebagai rumah Domang dan kawanan gajah lainnya, bukan hamparan kebun sawit. Operasi penertiban di Tesso Nilo kami rancang untuk memutus rantai bisnis perusakan kawasan, bukan mengorbankan rakyat. Fokus kami menyasar para pemilik lahan, pemodal, dan pengendali alat berat yang memperdagangkan kawasan hutan negara,” tegas Dwi Januanto dalam siaran pers.
Restorasi Taman Nasional Tesso Nilo kini menjadi harapan publik. (*)





