Semarang, SEKALTIM.CO – Suasana yang seharusnya penuh kegembiraan dalam turnamen sepak bola antar kampung (tarkam) bertajuk Piala Bupati Semarang berubah ricuh.
Sebuah video yang beredar di media sosial X, Senin 3 Juni 2024, menggambarkan sebuah kericuhan terjadi di lapangan.
Dalam video tersebut, tampak seorang wasit berseragam biru dikejar oleh sejumlah pemain berseragam hitam.
Kericuhan yang berujung pengeroyokan wasit itu terjadi pada partai final yang mempertemukan PS Putra Bakti vs PS Ar Rafi di Lapangan Pale, Desa Bener, Kecamatan Tengaran, Kabupaten Semarang pada Minggu, 2 Juni 2024.
Dilansir dari akun Instagram @forumwasitindonesia, kericuhan berawal ketika pemain PS Ar Rafi Ampel dari Kabupaten Boyolali, Bayu Pradana, menerima kartu merah dari wasit.
Tak terima dengan keputusan wasit, Bayu Pradana kemudian melakukan protes dengan memukul dan menendang wasit serta memprovokasi pemain lainnya untuk ikut mengeroyok sang pengadil lapangan.
“Awal mula kejadian, @bayu13pradana mendapatkan kartu merah dan tidak terima kemudian melakukan protes terhadap wasit hingga memukul dan menendang wasit dan memprovokasi pemain lainnya,” tulis keterangan akun tersebut.
Akibat kejadian tersebut, wasit yang belum diketahui identitasnya harus dilarikan ke rumah sakit karena mengalami luka serius.
PS Ar Rafi Ampel sendiri diisi oleh sejumlah pemain top Liga 1, seperti Bayu Pradana, Bagas Kahfa, Bagus Kahfi, dan kiper Joko Ribowo.
Beberapa nama pemain profesional yang diduga terlibat dalam kasus pengeroyokan wasit ini antara lain Bayu Pradana (Barito Putera), Komarudin (Persikabo), Ilham Mahendra (Barito Putera), Hery Susanto (eks Persita Tangerang), dan Wahyu Wijiastanto.
Menanggapi insiden tersebut, Bupati Semarang, Ngesti Nugraha, mengaku telah berkoordinasi dengan pihak kepolisian untuk menyelidiki penyebab kericuhan dan pelaku pengeroyokan wasit.
“Untuk sementara waktu, kejuaraan tarkam Piala Bupati Semarang ini kami hentikan untuk mencegah terjadinya keributan susulan,” ujarnya.
Kericuhan dalam turnamen sepak bola ini tentunya menjadi preseden buruk bagi dunia olahraga di Indonesia.
Tindakan anarkis dan kekerasan terhadap ofisial pertandingan merupakan pelanggaran berat yang tidak dapat ditolerir. (*)