Isu Putra Daerah Sudah Ketinggalan Zaman!
SEKALTIM.CO – Isu ‘putra daerah’ sering kali menjadi topik hangat setiap Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) digelar. Namun, bagi Irianto Lamrie, hal ini bukanlah isu baru. Melainkan isu yang sudah ketinggalan zaman.
Konsep isu putra daerah yang dibawa seorang calon kepala daerah saat kampanye sudah ada sejak sebelum dan setelah kemerdekaan. Namun kata Ketua Harian Pemenangan Rudy-Seno itu, tidak perlu terlalu diambil pusing mengenai asal-usul calon pemimpin daerah.
Dalam pandangannya, isu ‘putra daerah’ sudah menjadi hal yang usang dan tidak relevan lagi. “Ngomongin soal putra daerah, itu sudah basi,” ujar Irianto Lamrie dengan nada santai.
Masyarakat Kalimantan Timur (Kaltim) pun ia ajak untuk tidak terjebak dalam perdebatan mengenai siapa yang seharusnya memimpin berdasarkan asal daerahnya. Generasi muda juga diminta untuk mempelajari sejarah dan memahami tentang bagaimana Indonesia mengelola keragaman.
Irianto mengingat kembali pengalamannya hidup di zaman Orde Baru. Saat itu, ketika ia menjadi Ketua KNPI Kaltim pada tahun 1991-1994. Selama masa itu, bahkan sebelumnya, isu ‘putra daerah’ bukanlah hal yang benar-benar mendominasi pemilihan pejabat daerah.
“Ketika Pak Harto menjadi presiden, semua gubernur, bupati, dan walikota tidak ada yang merupakan putra daerah. Di Kaltim sendiri, seperti Kol. Abdoel Wahab Sjahranie, yang sebenarnya berasal dari Kalimantan Selatan. Hampir semua pemimpin adalah orang luar.”
Dirinya juga mencatat bahwa di masa Orde Lama, hanya ada beberapa tokoh lokal seperti Abdoel Moeis Hassan dari Samarinda. Tetapi, banyak dari mereka juga yang bukan asli dari daerah Kaltim.
“Kol. Soewandi Roestam, misalnya, yang lahir di Surabaya, atau Bupati Bulungan yang kita tahu berasal dari Jawa.”
Dengan reformasi dan pemilihan langsung, Irianto Lamrie merasa jika isu ‘putra daerah’ seharusnya sudah usai. Indonesia adalah negara dengan keragaman yang luas dan seharusnya tidak terpecah hanya karena masalah asal-usul.
Ketimbang memperdebatkan asal-usul calon pemimpin, dia mengajak masyarakat untuk lebih memperhatikan bagaimana seorang calon pemimpin dapat bekerja dengan baik dan menyejahterakan rakyatnya.
Kualitas dan kemampuan calon pemimpin jauh lebih penting daripada isu-isu seperti ‘putra daerah’ yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa.
“Saya orang Banjar, tapi saya tidak pernah menonjolkan hal itu. Yang penting adalah saya orang Indonesia, dan saya bekerja untuk seluruh rakyat Indonesia,” jelasnya, Selasa (10/9/2024).
Tak hanya itu, Irianto Lamrie juga bercerita ketika dirinya menjadi Gubernur Kalimantan Utara (Kaltara). Meskipun ia bukan asli dari daerah sana, tetapi rakyat memintanya untuk ikut Pilkada dan ia pun terpilih.
“Alhamdulillah saya terpilih, padahal bukan orang asli sana. Ini menunjukkan, kemampuan dan dukungan rakyat lebih penting daripada sekadar asal-usul. Contoh lagi di Samarinda, kecuali HM Kadrie Oening ya, yang lainnya tentara. Kenapa dulu nggak ribut.”
Menutup komentarnya, Irianto Lamrie turut mengajak masyarakat untuk bisa menghargai perbedaan serta tidak membiarkan isu asal-usul menjadi alat politik yang bisa merugikan persatuan dan kesatuan bangsa.
“Kita ini majemuk, dan kalau mau jujur belajar dari sejarah, kita semua adalah keturunan dari berbagai etnis dan bangsa. Tidak ada orang asli Indonesia, nenek moyang kita itu asalnya dari Cina, Arab, India bahkan Eropa. Jadi saya minta sekali lagi, lebih baik kita fokus pada pembangunan dan persatuan bangsa saja.”
Mengenai isu putra daerah yang sering kali disangkut-pautkan dengan menyebut salah satu nama bakal calon gubernur Kaltim, Rudy Mas’ud pun turut memberikan tanggapannya. Ia menyatakan bahwa hingga saat ini, belum ada parameter yang jelas mengenai kriteria putra daerah.
Menurutnya, belum ada definisi yang dapat dipegang mengenai siapa yang bisa disebut sebagai putra daerah. Apakah kriteria tersebut mengharuskan seseorang untuk menjadi suku asli Kaltim, lahir di Kaltim, atau hanya hidup di Kaltim dalam jangka waktu tertentu, semua itu dirasa masih belum jelas.
“Jujur saja, kami masih ambigu dengan isu putra daerah ini. Siapa yang memenuhi syarat sebagai putra daerah itu,” tegas pria kelahiran Balikpapan, 1 Juni 1980 itu.
Rudy Mas’ud juga menekankan bahwa dengan status Kaltim sebagai ibu kota Nusantara, maka fokus utama seharusnya beralih dari isu kedaerahan ke isu-isu nasional. Misalnya saja seperti pengurangan tingkat pengangguran, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), penciptaan lapangan kerja di Kaltim, hingga pengembangan ekonomi kreatif.
“Perbaikan infrastruktur dan digitalisasi juga menjadi isu krusial saat ini. Harusnya ini yang kita bahas. Bukannya memperdebatkan soal putra daerah. Kita ini Indonesia, bangsa yang menjunjung tinggi persatuan, kesatuan dan bhinneka tunggal Ika,” tutupnya.