
Sekaltim.co – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan dan menahan satu tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Tersangka tersebut adalah Hendarto (HD), pemilik PT Sakti Mait Jaya Langit (SMJL) dan PT Mega Alam Sejahtera (MAS).
Hendarto ditangkap dan langsung ditahan pada Kamis, 28 Agustus 2025 malam, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Ia akan menjalani penahanan awal selama 20 hari pertama, mulai 28 Agustus hingga 16 September 2025.
“KPK kembali menetapkan dan menahan satu orang tersangka yakni saudara HD,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, saat konferensi pers di Jakarta.
Kasus ini membongkar dugaan penyalahgunaan fasilitas kredit bernilai besar yang diberikan LPEI kepada perusahaan milik Hendarto.
Berdasarkan hasil penyidikan, dana kredit yang seharusnya digunakan untuk pengembangan usaha, justru dialihkan untuk kepentingan pribadi, termasuk berjudi dan membeli aset mewah.
“Hampir Rp150 miliar yang digunakan untuk berjudi,” ungkap Asep.
KPK menduga, dari total kredit Rp1,7 triliun yang digelontorkan, hanya sekitar Rp17 miliar atau 3,01 persen yang benar-benar dipakai untuk operasional perusahaan. Sisanya, habis dipakai Hendarto untuk kepentingan pribadi.
Berdasarkan catatan KPK, pada 2014–2015 PT SMJL menerima fasilitas Kredit Investasi Ekspor (KIE) sebanyak dua kali, dengan total Rp950 miliar. Dana tersebut diklaim untuk refinancing kebun kelapa sawit di Kapuas, Kalimantan Tengah, seluas 13.075 hektare. Selain itu, perusahaan juga mendapatkan Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) senilai Rp115 miliar.
Tidak berhenti di situ, pada April 2015 PT MAS milik Hendarto juga memperoleh fasilitas kredit sebesar USD 50 juta atau setara Rp670 miliar.
Namun, menurut analisis KPK, perusahaan tersebut seharusnya tidak layak menerima pembiayaan karena proyeksi cash flow menunjukkan potensi kerugian. Artinya, sejak awal perusahaan diprediksi tidak akan mampu melunasi pinjaman tersebut.
Tak hanya penyalahgunaan dana, KPK juga menemukan indikasi mens rea atau niat jahat dalam pengajuan kredit. PT SMJL diduga menjaminkan lahan sawit yang berada di kawasan hutan lindung dan konservasi, padahal lahan tersebut tidak memiliki izin pelepasan kawasan hutan.
“Seharusnya dicek. Jelas di sini ada kekeliruan,” kata Asep.
Namun, LPEI tetap memproses Memorandum Analisis Pembiayaan (MAP) meski sudah mengetahui kejanggalan tersebut. Proses pemberian kredit diduga telah “dikondisikan”, sehingga aturan pembiayaan dilanggar demi meloloskan permohonan perusahaan Hendarto.
Sebelum Hendarto, KPK telah menetapkan lima tersangka lain dalam perkara ini. Dua di antaranya berasal dari internal LPEI, yakni:
1. Dwi Wahyudi, Direktur Pelaksana I LPEI.
2. Arif Setiawan, Direktur Pelaksana IV LPEI.
Sementara dari pihak debitur, tersangka berasal dari PT Petro Energy. Mereka adalah pemilik PT Petro Energy Jimmy, Dirut PT Petro Energy Newin Nugroho, dan Direktur Keuangan PT Petro Energy Susy Mira Dewi.
Total sudah ada enam orang tersangka yang kini ditetapkan KPK dalam kasus yang merugikan negara hingga Rp1,7 triliun tersebut.
“Penetapan tersangka baru ini menunjukkan adanya keterlibatan pihak penerima manfaat kredit yang secara sadar menggunakan dana negara untuk hal-hal yang tidak semestinya,” jelas Asep.
Atas perbuatannya, Hendarto disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang merugikan keuangan negara.
Ancaman hukuman bagi Hendarto tidak main-main, yakni pidana penjara maksimal seumur hidup atau minimal empat tahun penjara, serta denda hingga Rp1 miliar.
Sebelumnya KPK juga telah memanggil Eks Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel), Edwin Pamimpin Situmorang, dipanggil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari LPEI.
Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK. “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo dalam keterangan pada Rabu, 27 Agustus 2025.
KPK juga telah panggil Ayu Andriani selaku staf Finance dan Djumiyati selaku karyawan BJU Grup. KPK belum sampaikan materi yang akan didalami penyidik dari para saksi.
Temuan bahwa uang dana hasil kredit negara justru dipakai untuk judi menambah ironi kasus korupsi LPEI. (*)









