Database Kaltim Belum Beres, Sapto: Siapapun Pemimpinnya Wajib Memperbaiki

Samarinda, Sekaltim.co – Dalam sebuah wawancara belum lama ini, anggota DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) periode 2024-2029 dari Partai Golkar, Ir. Sapto Setyo Pramono, mengungkapkan kritik tajamnya terhadap sistem database atau pendataan yang selama ini dianggap belum beres, tidak akurat, dan tidak memberikan gambaran real kondisi masyarakat.

Berbicara di hadapan awak media, politikus yang mewakili daerah pemilihan (dapil) Samarinda ini menegaskan urgensi pembangunan single database yang komprehensif dan berkelanjutan. Menurut Sapto, database yang benar adalah fondasi utama untuk menerapkan semua kebijakan strategis dalam sebuah single database.

“Single base data yang benar itu adalah sebagai acuan untuk menerapkan semua kebijakan. Terutama menurunkan angka kemiskinan, kemudian menurunkan angka pengangguran, kemudian juga menurunkan stunting dan lain sebagainya,” kata Sapto.

Kritik tajam dilontarkannya kepada pemerintah yang selama ini dianggap kurang menggambarkan kondisi riil di lapangan melalui database. Sementara data resmi Badan Pusat Statistik (BPS) jarang update dan menyentuh kondisi nyata dalam rentang waktu terdekat.

Sapto menilai, data resmi BPS tidak bisa dijadikan satu-satunya acuan. Mereka tidak pernah mengetahui kondisi sebenarnya yang terjadi di level bawah.

“Selama ini masih jauh dari harapan. Karena apa, data yang dipakai selama ini adalah data resmi BPS dan data BPS itu tidak bisa dijadikan acuan. Menurut pandangan saya. Karena mereka tidak pernah mengetahui kondisi real yang ada di bawah. Dia hanya mengambil sampel, maka saya mengharapkan di periode berikutnya ini saya juga tidak tahu. Semoga nanti pemerintahan selanjutnya ini membangun database,” ujarnya.

Sapto mencontohkan kompleksitas permasalahan data, mulai dari program bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) hingga pendataan warga tidak mampu. “Sehingga kita mengetahui mana yang yang perlu dibantu, mana yang tidak. Termasuk banyaknya kemarin di bawah waktu reses itu khususnya masalah bantuan. Bantuan itu termasuk PKH, termasuk masalah siapa yang berhak dan siapa yang tidak. Itu kan tidak pernah ter-update,” jelasnya.

Sapto menegaskan, sistem pendataan yang ideal harus mampu memberikan informasi detail tentang setiap warga. Mulai dari pekerjaan, status tempat tinggal, hingga kondisi sosial ekonomi. “Misalkan di Kelurahan Sungai Kunjang, kita harus tahu apakah warga bekerja sebagai PNS, pekerja swasta, atau serabutan. Rumahnya milik sendiri atau kontrak, semua harus terdata dengan jelas,” paparnya.

Lebih lanjut, Sapto menekankan pentingnya update data secara berkala, setidaknya setiap 3-6 bulan sekali. Pasalnya, kondisi masyarakat selalu berubah. Ada yang meninggal, pindah, atau mengalami perubahan status ekonomi. Database yang tidak diperbarui akan menghasilkan kebijakan yang tidak tepat sasaran.

“Karena database tadi tidak pernah di-update, wajibnya itu per 3 bulan, per 6 bulan itu, kan pasti ada yang meninggal, ada yang pindah. Ada yang masa orang miskin mau disebut orang miskin terus. Kan, tidak mungkin?” tegasnya.

Sapto mengungkapkan keprihatinannya terhadap berbagai program bantuan yang selama ini dinilai tidak efektif. Ia menemukan beberapa kasus terkait rumah tangga yang seharusnya tidak menerima bantuan justru terus mendapatkan subsidi, sementara yang benar-benar membutuhkan terlewatkan.

Solusi yang ditawarkannya adalah koordinasi menyeluruh antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. “Kami membutuhkan sistem yang memungkinkan pelacakan data secara komprehensif. Dari status pekerjaan, tempat tinggal, hingga potensi pengangguran,” jelasnya.

Tidak hanya soal bantuan sosial, Sapto juga menyoroti pentingnya database dalam mengantisipasi isu-isu strategis seperti lonjakan pendatang, kebutuhan pangan, dan keamanan sosial. “Database yang baik adalah kunci utama perencanaan pembangunan,” tegasnya.

Politikus Golkar ini bahkan menyinggung isu stunting, di mana menurutnya data dari berbagai instansi seperti BKKBN dan Dinas Kesehatan tidak pernah saling terhubung. “Kita butuh data pembanding, tidak hanya berpedoman pada satu sumber,” ujarnya.

Sapto menegaskan bahwa siapapun pemimpin di Kalimantan Timur ke depannya wajib memperbaiki sistem database. Tanpa perbaikan data, semua program akan sia-sia. Menurut Sapto, perbaikan data bukan sekadar wacana, tapi kebutuhan mendesak.

“Siapapun itu pemimpinnya, wajib memperbaiki database. Karena database itu penting, karena itu mengukur tingkat kemiskinan, tingkat pengangguran di situ,” tegasnya.(Adv/DPRDKaltim)

Exit mobile version