Surabaya, SEKALTIM.CO – Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK) kembali mengungkap peredaran kayu ilegal dalam operasi penindakan kayu ilegal di Pelabuhan Teluk Lamong, Surabaya, Jawa Timur. Sebanyak 55 kontainer berisi kayu olahan dari Kalimantan Timur (Kaltim) jenis Ulin, Meranti, Bengkirai, dan Rimba Campuran sekitar 767 meter kubik (m3) berhasil diamankan dalam operasi ini.
Penindakan tersebut merupakan tindak lanjut dari pengaduan masyarakat terkait dugaan peredaran kayu ilegal yang diangkut menggunakan Kapal MV PEKAN FAJAR dan Kapal KM PRATIWI RAYA. Kayu olahan ini berasal dari Pelabuhan Tanjung Redeb, Berau, Kalimantan Timur dengan tujuan Pelabuhan Teluk Lamong, Surabaya.
Kronologi Pengungkapan Kasus
Pada tanggal 2 Maret 2024, Tim Gakkum KLHK menyergap dan mengamankan 44 kontainer bermuatan kayu olahan sebanyak 606 m3 yang diangkut menggunakan Kapal MV PEKAN FAJAR. Kemudian, pada tanggal 7 Maret 2024, Tim Gakkum KLHK kembali mengamankan 11 kontainer bermuatan kayu olahan sebanyak 161 m3 yang diangkut menggunakan Kapal KM PRATIWI RAYA.
Setelah dilakukan pengecekan, diketahui bahwa 48 kontainer berisi kayu olahan gergajian chainsaw (pacakan) dengan dokumen Surat Keterangan Sah Hasil Hutan (SKSHH) palsu dan SKSHH terbang. Sementara itu, tujuh kontainer lainnya berisi kayu olahan gergajian bandsaw dengan dokumen SKSHH yang sedang divalidasi keabsahannya.
Barang bukti berupa kayu olahan dengan berbagai ukuran dan dokumen kayu SKSHH palsu tersebut telah diamankan oleh personil Ditjen Gakkum KLHK di Depo SPIL Tambak Langon, Surabaya.
Komitmen Pemberantasan Kayu Ilegal
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, menegaskan bahwa penindakan ini sangat penting untuk penyelamatan sumber daya alam (SDA) serta komitmen Indonesia dalam pengendalian perubahan iklim melalui FOLU NET SINK 2030. Ia menambahkan bahwa seluruh pihak harus melindungi hutan, kehidupan masyarakat, dan pendapatan negara tanpa kompromi.
“Saya sudah perintahkan Penyidik Gakkum KLHK untuk mendalami dan melakukan penyelidikan pihak-pihak yang terlibat dalam kejahatan peredaran kayu ilegal dan illegal logging, termasuk pemodal kayu dan/atau penerima manfaat utama (beneficial ownership) dari kejahatan kayu ilegal asal Kalimantan tersebut. Jaringan kejahatan kayu ilegal ini harus dibongkar,” tegas Rasio Ridho Sani, Selasa 19 Maret 2024.
Ancaman Pidana dan Tindak Lanjut
Para pelaku diduga melanggar ketentuan Pasal 83 Ayat (1) huruf b Jo Pasal 12 huruf e dan/atau Pasal 88 Ayat (1) huruf a Jo Pasal 16, dan/atau Pasal 88 Ayat (1) huruf b Jo Pasal 14 huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) sebagaimana telah diubah pada UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, dengan ancaman pidana paling lama 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp15 miliar.
Rasio Ridho Sani menegaskan bahwa tindakan tegas harus dilakukan agar ada efek jera. Ia juga telah memerintahkan penyidik untuk tidak hanya menindak para pelaku dengan UU P3H, tetapi juga menjerat mereka dengan penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Kami akan segera berkoordinasi dan meminta dukungan Pusat Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelisik aliran transaksi keuangan dari kejahatan kayu ilegal asal Kalimantan ini. Kami meyakini dengan follow the money-mengikuti aliran uang akan diketahui pelaku-pelaku lainnya. Saya sudah meminta penyidik untuk mendalami kejahatan korporasi dan penindakan tindak pidana pencucian uang,” tegas Rasio Ridho Sani.
Modus Operandi dan Sumber Kayu Ilegal
Plt. Direktur Pencegahan dan Pengamanan KLHK, Sustyo Iriyono, menyatakan bahwa kegiatan operasi kali ini merupakan salah satu kasus terbesar penggunaan dokumen SKSHH palsu dan SKSHH terbang untuk pengangkutan kayu olahan gergajian chainsaw (pacakan) yang diedarkan dengan tujuan Surabaya, Gresik, Yogyakarta, Banten, Bali, dan sekitarnya.
Sustyo Iriyono menambahkan bahwa hasil analisis Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) yang dilakukan menunjukkan bahwa SKSHH palsu tersebut berasal atau diterbitkan dari industri primer UD LI, UD MJ, AK, UD HB, UD UJ, UD WL yang berada di Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur.
“Hasil analisis SIPUHH yang kami lakukan bahwa SKSHH palsu tersebut berasal/diterbitkan dari Industri Primer UD LI, UD MJ, AK, UD HB, UD UJ, UD WL yang berada di Kabupaten Berau dan Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur. Modusnya menggunakan Nomor SKSHH-nya sudah pernah digunakan sebelumnya dan berasal dari daerah Sijunjung, Kapuas Hulu, Dharmasraya, Temangung, Gresik, Demak, Banjarbaru, Muara Teweh, Martapura, Konawe, Musi Banyuasin, Jayapura, Tangerang, Mentawai, PPU, Asahan, Pasuruan, Konut, Deli Serdang, Biak, Brebes, Demak, Kerom, Tabalong, Tenggarong, dan Gresik,” kata Sustyo Iriyono.
Kolaborasi dan Dukungan Stakeholder
Sustyo Iriyono mengapresiasi kolaborasi dan dukungan dari berbagai stakeholder, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Kepolisian Daerah Jawa Timur, Dinas Kehutanan Jawa Timur, BPHL Wilayah VII, Lantamal V Surabaya, KSOP, Pelindo, serta masyarakat dalam upaya pemberantasan aktivitas ilegal tersebut.
Capaian Gakkum KLHK
Sejauh ini, Gakkum KLHK telah melakukan 2.103 operasi pengamanan lingkungan hidup dan kehutanan, dan 1.510 kasus perkara kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan telah dibawa ke pengadilan.
Dengan pengungkapan kasus ini, Gakkum KLHK berharap dapat memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan serta menjaga kelestarian sumber daya alam Indonesia, khususnya hutan di Kalimantan. (*)