
Jakarta, Sekaltim.co – Siaran pers Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan peran tersangka perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina inisial MRC atau Muhammad Riza Chalid diduga melakukan perbuatan melawan hukum berupa menyepakati kerja sama penyewaan terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) Tangki Merak.
Perbuatan tersangka kasus minyak mentah Pertamina itu dilakukan dengan mengintervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina berupa memasukkkan rencana kerja sama penyewaan termianl BBM Merak yang ketika itu belum diperlukan tambahan penyimpanan stok BBM.
Bersama tersangka lain dalam kasus minyak mentah Pertamina seperti HB, AN, dan GRJ, Tersangka MRC juga diduga melakukan perbuatan menghilangkan skema kepemilikan aset terminal BBM Merak dalam kontrak kerja sama.
“Serta menetapkan harga kontrak yang tinggi,” ujar Direktur Penyidikan pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejagung, Abudl Qohar saat konferensi pers di kantor Kejaksaan RI, Jakarta, Kamis, 10 Juli 2025.
Dalam perkembangan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam Tata Kelola Minyak Mentah dan Produk Kilang PT Pertamina (Persero), Sub Holding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023, MRC ditetapkan sebagai tersangka selaku Beneficial Owner (BO) PT Tangki Merak dan PT Orbit Terminal Merak (OTM).
“Yang bersangkutan adalah adalah BO atau beneficial owner di PT OTM,” tegas Abdul Qohar yang menyatakan nama lengkap dari inisial Tersangka MRC dalam kasus ini sudah banyak diketahui awak media.
Penetapannya status itu dilakukan berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-49/F.2/Fd.2/07/2025 Tanggal 10 Juli 2025 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-53/F.2/Fd.2/07/2025 Tanggal 10 Juli 2025.
Selain MRC, penyidik JAM PIDSUS juga telah mengungkapkan peran dari 9 tersangka baru perkara korupsi minyak mentah Pertamina dalam konpers tersebut. Peran masing-masing tersangka adalah:
Peran Tersangka Baru Perkara Korupsi Minyak Mentah Pertamina
1. Tersangka AN
Tersangka AN, selaku Vice President Supply dan Distribusi Kantor Pusat PT Pertamina tahun 2011-2015
Melakukan proses penyewaan OTM secara melawan hukum dengan Melakukan proses penyewaan OTM menghilangkan hak kepemilikan Pertamina dan harga yang tinggi dalam kontrak;
Bersama dengan Tersangka HB melakukan proses penunjukan langsung kerjasama sewa TBBM Merak secara melawan hukum;
Melakukan negosiasi harga sewa dengan mengakomodir nilai sewa yang mahal yaitu sebesar USD 6,5/kiloliter dengan menghilangkan skema kepemilikan aset (PT OTM) dalam kontrak selama 10 (sepuluh) tahun yang diajukan oleh Tersangka GRJ;
Melakukan proses penjualan solar di bawah harga dasar secara melawan hukum kepada pihak BUMN dan pihak swasta;
Berperan dalam penyusunan formula kompensasi yang tinggi untuk produk Pertalite secara melawan hukum;
2. Tersangka HB
Tersangka HB, selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina pada tahun 2014.
Bersama dengan Tersangka AN mengakomodir penawaran dan melakukan proses penunjukan langsung kerjasama sewa TBBM Merak secara melawan hukum yang seharusnya dilakukan dengan cara pelelangan;
Melakukan proses penyewaan OTM secara melawan hukum dengan menghilangkan hak kepemilikan Pertamina atas objek sewa terminal BBM Merak dan harga yang tinggi dalam kontrak;
3. Tersangka TN
Tersangka TN, selaku VP Integrated Supply Chain PT Pertamina 2017-2018.
Melakukan dan menyetujui pengadaan impor minyak mentah dengan mengundang DMUT/supplier yang tidak memenuhi syarat sebagai peserta lelang (dikenakan sanksi karena tidak mengembalikan kelebihan bayar), dan menyetujui DMUT/supplier tersebut sebagai pemenang meskipun praktik pelaksanaan pengadaan tidak sesuai dengan prinsip dan etika pengadaan yaitu value based yang dicantumkan dalam lelang impor minyak mentah dan perlakuan istimewa kepada supplier tersebut.
4. Tersangka DS
Tersangka DS, selaku VP Crude and Product Trading ESC kantor pusat PT Pertamina Persero tahun 2019-2020.
Bersama dengan Tersangka SDS dan Tersangka YF melakukan ekspor penjualan Minyak Mentah Bagian Negara (MMKBN) dan anak perusahaan Hulu Pertamina (Minyak Mentah Domestik) tahun 2021 dengan alasan terjadi excess terhadap MMKBN dan anak perusahaan Hulu Pertamina tersebut, padahal yang seharusnya minyak mentah tersebut masih dapat diserap oleh kilang dan tidak excess, yang seharusnya dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Di waktu yang sama Tersangka DS bersama dengan Tersangka SDS dan Tersangka YF, melakukan impor minyak mentah dengan jenis yang sama dari luar negeri dengan harga yang lebih mahal.
5. Tersangka AS
Tersangka AS, selaku Direktur Gas Petrochemical and New Business PT Pertamina International Shipping
Bersama-sama dengan Tersangka SDS dan Tersangka DW bersepakat menambah dan menaikan nilai sewa kapal 13% dari nilai sewa kapal Olympic Luna dari Afrika ke Indonesia dengan maksud agar harga pengadaaan sewa kapal bisa di mark up menjadi USD 5.000.000, yang seharusnya berdasarkan harga publikasi HPS sebesar USD. 3.765.712
Bersama-sama dengan Tersangka DW dan Tersangka AP mengkondisikan agar kapal Suezmax milik PT Jenggala Maritim Nusantara dimenangkan dalam proses pengadaan tender time charter di PT Pertamina International Shipping dengan cara mencantumkan syarat yang hanya bisa dipenuhi oleh kapal Suezmax milik PT Jenggala Maritim Nusantara.
6. Tersangka HW
Tersangka HW, selaku mantan SVP Integrited Supply Chain PT Pertamina tahun 2019-2020
Melakukan kesepakatan dengan Tersangka MH dan Tersangka EC untuk melakukan penunjukan langsung kepada Trafigura Asia Trading Pte.Ltd sebagai penyedia dalam pengadaan produk gasoline untuk kebutuhan Semester Pertama tahun 2021, padahal seharusnya pengadaan tersebut dilakukan melalui proses pelelangan khusus (semua mitra atau DMUT diundang untuk mengikuti tender/lelang) dan ternyata Trafigura Asia Trading tidak terdaftar sebagai mitra atau DMUT Pertamina yang seharusnya tidak dapat mengikuti pengadaan/ Lelang;
Menyetujui dan menandatangani kontrak penjualan solar kepada Pihak Swasta yang diketahui bahwa harga dalam kontrak dibawah harga dasar.
7. Tersangka dengan inisial MH
Tersangka MH, selaku Business Development Manager PT Trafigura Asia Trading tahun 2020-2021
Bersama-sama dengan tersangka HW (Hasto Wibowo) dan EC (Edward Corne) bersepakat memenangkan kepada Trafigura Asia Trading Pte. Ltd dengan penunjukan langsung secara melawan hukum dalam pengadaan produk gasoline untuk semester pertama tahun 2021 yang mana diketahui bahwa kepada Trafigura Asia Trading Pte.Ltd tidak terdaftar sebagai mitra atau DMUT PT Pertamina Patra Niaga yang seharusnya tidak dapat mengikuti pengadaan/ lelang.
8. Tersangka dengan inisial IP
Tersangka IP, selaku Business Development PT Mahameru Kencana Abadi.
Bersama-sama dengan Tersangka AP dengan sepengetahuan Tersangka AS melakukan pengangkutan minyak mentah Escravos secara Coloading (pengangkutan bersama) menggunakan kapal Olympic Luna dari Afrika ke Indonesia sehingga pengadaan bisa dilakukan secara penunjukan langsung dan juga mengkondisikan harga penawaran agar sesuai dengan mark up harga yang sudah disepakati bersama antara Tersangka AS, Tersangka SDS dan Tersangka DW sehingga dari selisih harga tersebut mengakibatkan kemahalan sebesar 15% dari nilai publikasi HPS dan Tersangka DW mendapatkan keuntungan sebesar 3% dari nilai selisih tersebut.
9. Tersangka MRC
MRC selaku beneficcial owner PT Orbit Terminal Merak dan PT Orbit Terminal Merak (OTM). MRC merujuk pada Muhammad Riza Chalid sosok yang selama sangat melekat dengan keberadaa PT Petral.
Melakukan perbuatan secara bersama-sama dengan Tersangka HB, Tersangka AN dan Tersangka GRJ secara melawan hukum untuk menyepakati kerjasama penyewaan Terminal BBM Tangki Merak.
Perbuatan tersangka berupa melakukan intervensi kebijakan Tata Kelola PT Pertamina berupa memasukkan rencana kerjasama penyewaan Terminal BBM Merak, yang pada saat itu PT Pertamina belum memerlukan tambahan penyimpanan Stok BBM, menghilangkan skema kepemilikan aset Terminal BBM Merak dalam kontrak kerjasama, serta menetapkan harga kontrak yang tinggi).
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan telah membuat perhitungan baru terkait potensi kerugian yang dialami negara dalam perkara tata kelola minyak mentah dan turunannya pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) tahun 2018-2019.
Direktur Penyidikan pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejagung, Abdul Qohar menjelaskan kerugian yang timbul dairi perkara tersebut berupa kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara.
“Selain kerugian keuangan negara, penyidik juga menghitung kerugian perekonomian negara,” ujar Abdul Qohar dalam keterangan pers perkembangan penanganan perkara dugaan korupsi minyak mentah PT Pertamina di Kantor JAM PIDSUS, Kompleks Kejagung, Jakarta, Kamis, 10 Juli 2025.
Menurut Abdul Qohar, perhitungan perekonomian negara ini diperoleh setelah tim penyidik menemukan adanya perkembangan dari proses penyidikan yang berjalan telah cukup panjang ini.
Dalam metode perhitungan terbaru ini, penyidik JAM PIDSUS Kejaksaan telah mengundang, meminta, dan memanggil para ahli untuk menghitung potensi kerugian negara secara lebih lengkap dari perkara dugaan korupsi tersebut.
Dari hasil perhitungan yang sudah pasti dari para ahli diperkirakan kerugian negara mencapai Rp285.017.731.964.389. Sebagai informasi pada saat pertama kali menetapkan 7 orang tersangka perkara korupsi minyak mentah Pertamina, Kejaksaan menetapkan nilai kerugian mencapai Rp193 triliun.
“Perhitungan dari dua komponen yaitu kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara,” ujar Direktur Penyidikan JAM PIDSUS Abdul Qohar.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar menyampaikan tim penyidik JAM PIDSUS terus melakuan penggalian, pengkajian, dan pendalaman pengembangan dalam rangka menuntaskan penanganan perkara ini.
“Melihat karakter dari perkara ini, cakupannya begitu luas, dalam tempus yang cukup panjang,” ujarnya.
Dengan penetapan 9 orang tersangka baru, Kapuspenkum menegaskan Kejaksaan terus berkomitmen untuk menuntaskan perkara dugaan korupsi minyak mentah Pertamina dengan tetap mengacu pada fakta-fakta hukum yang diperoleh.
Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan 9 orang tersangka baru dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi tata kelola minyak mentah dan produk turunannya pada PT Pertamina (Persero), Sub Holding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018-2023 pada Kamis, 10 Juli 2025.
Satu dari 9 orang tersangka tersebut adalah inisial MRC selaku beneficcial owner PT Orbit Terminal Merak dan PT Orbit Terminal Merak (OTM). MRC merujuk pada Muhammad Riza Chalid sosok yang selama sangat melekat dengan keberadaa PT Petral.
Dalam penetapan para tersangka kasus minyak mentah Pertamina ini, tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) Kejagung telah memeriksa sebanyak 273 saksi dan 16 orang ahli dari berbagal latar belakang keahlian.
“Dari hasil penyidikan yang dilakukan secara maraton dengan jumlah saksi, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Pak Kapuspenkum, tim penyidik menyimpulkan telah diperoleh alat bukti yang cukup untuk menetapkan sebanyak 9 tersangka,” ujar Direktur Penyidikan JAM PIDSUS Abdul Qohar dalam keterangan pers di kantor Kejagung, Kamis, 10 Juli 2025.
Selain MRC, delapan orang yang menjadi tersangka perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina.
Menurut Abdul Qohar, para tersangka tersebut diketahui telah melakukan berbagai penyimpangan yang merupakan perbuatan melawan hukum dalam tata kelola minyak Pertamina. Perbuatan para tersangka telah mengakibatkan kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara.
Dari pemeriksaan penyidik JAM PIDSUS, para tersangka diduga telah melakukan 7 penyimpangan yaitu:
Penyimpangan dalam perencanaan dan pengadaan ekspor minyak mentah
Penyimpangan dalam perencanaan dan pengadaan impor minyak mentah
Penyimpangan dalam perencanaan dan pengadaan impor BBM\
Penyimpangan dalam pengadaan sewa kapal
Penyimpangan dalam pengadaan sewa terminal BBM PT OTM
Penyimpangan dalam proses pemberian kompensasi produk pertalite
Penyimpangan dalam penjualan solar non subsidi kepada pihak swasta dan BUMN yang dijual dengan harga dibawah harga dasar.
Perbuatan melawan hukum yang dilakukan para tersangka dianggap telah bertentangan dengan 15 produk hukum yang telah dikeluarkan pemerintahan maupun kementerian.
Beberapa aturan yang dilanggaran di antaranya Perbuatan para tersangka sebagaimana tersebut diatas bertentangan dengan Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, UU Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi, Undang-undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2004 sebagaimana diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 2009 tentang Kegiatan Usah hilir Minyak dan Gas Bumi, Permen-BUMN Nomor 01/MBU/ 2011 sebagaimana diubah menjadi Permen-BUMN Nomor 09/MBU/2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahana yang baik pada BUMN
“Ada 15 aturan yang dilanggar, nanti saatnya pada persidangan di Pengadilan bisa melihat aturan apa saja yang dilanggar para tersangka,” ujar Direktur Penyidikan.
Perbuatan para tersangka kasus minyak mentah Pertamina disangka telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Ju. pasal 18 UU 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor Jo pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan dinyatakan sehat secara jasmani dan rohani, penyidik JAM PIDSUS melakukan penahanan terhadap 8 orang tersangka terhitung mulai hari ini, 10 Juli 2025. (*)