SEKALTIM.CO – Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) mengeluarkan pernyataan sikap terkait pemecatan Prof. Budi Santoso dari jabatan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK Unair). Kasus ini menjadi sorotan publik setelah Prof. Budi Santoso sebelumnya lantang menolak rencana pemerintah mendatangkan dokter asing ke Indonesia.
Dalam pernyataan tertulisnya pada Kamis 4 Juli 2024, KIKA mengkritisi polemik pemberlakuan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan, yang disebut sebagai Omnibus Law bidang kesehatan.
Menurut KIKA, rencana Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (Menkes BGS) untuk mendatangkan dokter asing ke tanah air menjadi penegas liberalisasi sektor kesehatan.
“Berulang dan kondisinya semakin miris. Itulah dua ekspresi yang harus disampaikan ketika melihat polemik diberlakukannya Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan,” ujar KIKA dalam keterangan resminya.
Prof. Budi Santoso, yang dikenal kritis terhadap kebijakan pemerintah, sering menyuarakan bahwa 92 Fakultas Kedokteran di Indonesia mampu meluluskan dokter-dokter berkualitas.
Ia meyakini bahwa kualitas dokter Indonesia tidak kalah dengan dokter-dokter asing, bahkan banyak rumah sakit vertikal di kota-kota besar Indonesia memiliki dokter spesialis yang berkompeten dan setara dengan yang ada di luar negeri.
Pemecatan Prof. Budi Santoso dari jabatan Dekan FK Unair diduga kuat terkait dengan kritiknya terhadap rencana mendatangkan dokter asing. KIKA menyoroti bahwa tindakan ini merupakan bentuk represi dan kesewenang-wenangan yang mengancam kebebasan akademik.
“Tak terhindarkan kesan campur tangan politik kekuasaan, terutama Menkes, untuk mencopot siapapun yang kritis terhadap kebijakan Pemerintah adalah bagian dari pemberangusan kebebasan akademik dan jelas merupakan bagian dari pembungkaman,” tegas KIKA.
KIKA mencatat setidaknya ada dua problem mendasar dari pemecatan Prof. Budi Santoso dan polemik dokter asing:
1. Omnibus Law Bidang Kesehatan bermasalah sejak awal pembentukannya, dengan proses yang tidak transparan dan minim partisipasi dari organisasi profesi terkait.
2. Tindakan Rektor Unair dalam memberhentikan Prof. Budi Santoso secara sepihak dianggap sebagai tindakan maladministrasi dan mengancam kebebasan akademik.
Menanggapi situasi ini, KIKA mengeluarkan enam poin pernyataan sikap, antara lain:
1. Menuntut pengembalian posisi Prof. Budi Santoso sebagai Dekan FK Unair.
2. Mendesak pembatalan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
3. Menuntut Rektor Unair membatalkan SK Pemecatan Prof. Budi Santoso.
4. Menegaskan bahwa tindakan Rektor Unair melanggar konstitusi, hukum, dan HAM.
5. Mendesak Kemendikbudristek, Ombudsman RI, dan Komnas HAM untuk menginvestigasi kasus ini.
6. Mengajak penguatan solidaritas antar-kolegium dan masyarakat luas.
Di sisi lain, pihak Universitas Airlangga melalui Ketua Pusat Komunikasi dan Informasi Publik, Martha Kurnia Kusumawardani, menyatakan bahwa pemberhentian Prof. Budi Santoso adalah bagian dari kebijakan internal untuk memperbaiki tata kelola dan memperkuat kelembagaan.
“Alasan atau pertimbangan pimpinan Universitas Airlangga terkait pemberhentian ini adalah merupakan kebijakan internal untuk menerapkan tata kelola yang lebih baik guna penguatan kelembagaan khususnya di lingkungan FK Unair,” jelas Martha.
Kasus ini telah memicu perdebatan luas di kalangan akademisi, praktisi kesehatan, dan masyarakat umum. Banyak pihak mengkhawatirkan bahwa pemecatan Prof. Budi Santoso dapat menjadi preseden buruk bagi kebebasan akademik di Indonesia. (*)