Lestarikan Badak Kalimantan, Bayi Tabung Jadi Harapan

SEKALTIM.CO – Kalimantan Timur masih menyimpan kebanggaan tersendiri dalam melestarikan satwa langka. Salah satunya adalah keberadaan Badak Kalimantan atau Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) bernama Pahu yang berjenis kelamin betina. Aksi pelestarian badak ini bahkan sampai memanfaatkan teknologi assisted reproductive atau bayi tabung.

Pasalnya, Badak Sumatera merupakan salah satu spesies terancam punah yang menghadapi ancaman kepunahan serius. Di Kalimantan, hanya tersisa dua ekor badak di alam liar. Inilah yang memacu Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur untuk berjuang keras melestarikan badak dengan berbagai cara, salah satunya penggunaan teknologi reproduksi berbantu atau Assisted Reproductive Technology (ART).

“Kami berupaya semaksimal mungkin untuk mempertahankan kelestarian badak Sumatera yang berada di Kalimantan. Salah satunya dengan teknologi reproduksi berbantu seperti fertilisasi in-vitro dengan sperma dari badak Sumatera yang ada di Taman Nasional Way Kambas, stem cell, dan cloning,” ungkap Direktur Jenderal KSDAE, Satyawan Pudyatmoko, Selasa, 31 Oktober 2023 lalu.

Proses Bayi Tabung Badak Telah Dimulai!

Proses heroik pelestarian badak langka ini dimulai pada Selasa, 31 Oktober 2023 lalu. Pada hari itu, Badak Pahu yang berada di Sanctuary Badak Kalimantan di Kelian, Kutai Barat menjalani pengambilan sel telur atau oocyte.

Sel telur hasil pengambilan kemudian dibawa ke Laboratorium IPB University di Bogor, Jawa Barat untuk menjalani proses fertilisasi in-vitro menggunakan teknik Intra Cytoplasmic Sperm Injection (ICSI). Nantinya, sel telur difertilisasi dengan sperma badak sumatera yang berasal dari Taman Nasional Way Kambas.

Kecanggihan teknologi reproduksi berbantu ini diperkirakan dapat mendukung proses fertilisasi in-vitro sel telur harus melibatkan banyak pihak terkemuka di bidangnya.

Kolaborasi Internasional Demi Kelestarian Badak

Tim ART Badak IPB University yang ditugaskan KLHK memang tak bisa bekerja sendirian. Mereka berkolaborasi dengan Leibniz Institute for Zoo and Wildlife Research (IZW) Jerman, serta tim dokter hewan dari Taman Nasional Way Kambas, ALERT Indonesia, dan Yayasan Badak Indonesia (YABI). Kolaborasi internasional ini menjadi kunci keberhasilan upaya pelestarian badak sumatera.

Kenapa harus memanfaatkan teknologi ART seperti bayi tabung? Direktur Jenderal KSDAE Satyawan Pudyatmoko menegaskan bahwa langkah ini merupakan upaya kritis untuk menjaga kelestarian badak sumatera di Kalimantan yang hanya tersisa dua ekor di dunia.

“Dengan hanya tersisa dua ekor di dunia, inilah langkah kritis yang harus diambil. Upaya tersebut mencakup teknologi reproduksi berbantu seperti fertilisasi in-vitro dengan sperma dari badak sumatera yang ada di Taman Nasional Way Kambas, stem cell, dan cloning,” terang Satyawan.

Pemeriksaan Kesehatan Rutin Badak Pahu

Bukan hanya lewat teknologi ART, BKSDA Kaltim juga rutin memantau kesehatan Badak Pahu agar siap untuk program pengembangbiakan, baik secara alami maupun dengan bantuan teknologi.

Salah satu pemeriksaan yang dilakukan adalah ultrasonografi (USG) organ reproduksi Pahu secara rutin dua kali dalam seminggu. Dari sini, dapat diketahui kesehatan dan siklus reproduksi badak, sehingga waktu yang tepat untuk pengawinan bisa diprediksi.

“Pemeriksaan ultrasonografi merupakan pendukung program perkembangbiakan badak Kalimantan baik secara alami ataupun dengan reintroduksi dan bantuan teknologi,” sebut BKSDA Kaltim dalam keterangan tertulisnya pada 8 Mei 2024.

Jadi, bukan cuma manusia saja yang di USG. Satwa langka macam Badak Pahu juga rutin menjalani pemeriksaan demi memantau kesehatannya. Dari sini, pihak BKSDA Kaltim berupaya keras menjaga keberlangsungan hidup badak langka di Bumi Etam. (*)

Exit mobile version