Polemik di Fakultas Farmasi Unmul, Rencana Pemindahan 13 Dosen Menuai Kontroversi

Samarinda, Sekaltim.co – Pada 20 Maret 2025, dunia akademik Universitas Mulawarman (Unmul) dikejutkan dengan rencana kontroversial pemindahan 13 orang dosen dari Fakultas Farmasi. Rencana ini tertuang dalam surat Permohonan Penataan Homebase nomor 01949/UN17.12/KP/00/2025 yang ditandatangani pada 14 Maret 2025, menimbulkan gejolak signifikan di lingkungan perguruan tinggi tersebut.
Profil Para Dosen yang Terancam Pemindahan
Ke-13 dosen yang menjadi sorotan utama memiliki latar belakang pendidikan yang beragam, meliputi:
– Profesor Kimia Organik Bahan Alam
– Doktor Kimia Fisika
– Doktor Kimia Analitik
– Doktor Kimia Bahan Alam
– Doktor Kimia Organik Metabolomik
– Doktor Farmasi
– Doktor Kimia Sintesis Organik
– Doktor Manajemen
– Magister Ilmu Farmasi
– Magister Kimia
– Magister Farmasi
– Magister Ilmu Biomedik
– Magister Biokimia
Persoalan Hukum dan Etika
Dr. Rolan Rusli, salah seorang perwakilan dosen, menyoroti beberapa pelanggaran prosedural dalam rencana pemindahan ini. Menurutnya, usulan pemindahan melanggar beberapa ketentuan penting:
1. Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 5 Tahun 2019
– Pasal 3 ayat (1) tentang persyaratan mutasi mensyaratkan adanya surat permohonan dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang bersangkutan.
2. Peraturan Menteri Ristekdikti No 91 Tahun 2017
– Mengatur tentang Perpindahan Dosen dan Alih Tugas Pegawai Negeri Sipil Non Dosen menjadi Dosen.
“Yang sangat disayangkan adalah usulan pemindahan dosen-dosen tersebut tidak disertai surat permohonan dan persetujuan dari ke 13 dosen tersebut, sehingga usulan pemindahan merupakan pemindahan secara paksa atau ilegal atau dapat dikatakan “pengusiran” dosen dari FF Unmul,” ungkap perwakilan para dosen, Dr. Rolan Rusli dalam keterangan tertulis, Kamis 27 Maret 2025.
Konteks Akademik yang Kompleks
Menariknya, para dosen yang diusulkan untuk dipindahkan memiliki kontribusi signifikan dalam pengembangan akademik Fakultas Farmasi Unmul. Mereka telah berperan penting dalam:
– Proses akreditasi fakultas
– Pengajaran mata kuliah dasar
– Penelitian
– Pengabdian kepada masyarakat
Bahkan di antaranya ada seorang Guru Besar yang tidak lain merupakan Pendiri Fakultas Farmasi Universitas Mulawarman ikut menjadi bagian gerbong pemindahan Homebase tersebut.
“Sehingga, muncul pertanyaan, apa yang melatarbelakangi pemindahan paksa aktivitas ilegal tersebut? Pertanyaan berikutnya, apakah keahlian 13 dosen tersebut tidak dibutuhkan dalam kurikulum Fakultas Farmasi?” ungkap Dr. Rolan Rusli.
Komparasi dengan Fakultas Farmasi Lain
Fenomena keberadaan dosen non-kefarmasian ternyata bukanlah hal baru di perguruan tinggi Indonesia. Beberapa contoh fakultas farmasi ternama seperti ITB, UI, dan UGM juga memiliki dosen dengan latar belakang keilmuan beragam, termasuk:
– Kimia
– Biologi
– Mikrobiologi
– Kedokteran hewan
– Keolahragaan
Bahkan di Universitas Halu Oleo (UHO), sekitar 13 dari 40 dosen Fakultas Farmasi berlatar belakang non-farmasi, namun tetap berkontribusi positif dan tidak mengganggu proses akademik.
Persoalan Kurikulum dan Integrasi
Salah satu alasan yang dikemukakan adalah perubahan kurikulum terintegrasi antara S1 Farmasi dan Profesi Apoteker. Namun, Dr. Rolan Rusli mempertanyakan transparansi proses:
– Kurikulum final belum disosialisasikan
– Belum ada pembahasan di Senat Fakultas
– Detail mata kuliah dan capaian pembelajaran tidak jelas
Para dosen mengkhawatirkan dampak sosial dan akademis dari rencana pemindahan ini:
– Terganggunnya iklim akademik
– Potensi kerugian mahasiswa
– Hilangnya kontribusi dosen berpengalaman
Dr. Rolan Rusli menyampaikan beberapa tuntutan utama:
1. Menghentikan proses pemindahan homebase
2. Memastikan transparansi dan keadilan
3. Menghormati tata kelola organisasi yang baik
“Oleh karenanya, besar harapan kami untuk menghentikan proses pemindahan homebase atau dengan kata-kata sopan “penataan homebase” karena sudah mulai mengganggu aktivitas dan iklim akademis di lingkungan civitas akademik FF UNMUL dan memungkinkan akan berdampak sosial baik secara langsung maupun tidak langsung dimana mahasiswa yang menjadi korban,” ungkap Dr. Rolan Rusli. (*)