Kukar, Sekaltim.co – Perhelatan Erau Adat Kutai 2024 mencapai puncaknya pada Minggu 29 September 2024 dengan prosesi Ngulur Naga dan Belimbur di Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, atau yang lebih dikenal sebagai Museum Mulawarman.
Ritual ini menandai berakhirnya rangkaian acara yang telah berlangsung selama beberapa hari, menarik perhatian ribuan warga dan wisatawan.
Pjs Bupati Kutai Kartanegara (Kukar), Bambang Arwanto, hadir menyaksikan prosesi yang dimulai dengan Ngulur Naga.
Dua replika naga, Naga Laki dan Naga Bini, diturunkan ke Sungai Mahakam untuk dibawa ke Kutai Lama, Kecamatan Anggana.
“Mari bersama-sama kita mendoakan agar seluruh rangkaian prosesi adat ini berlangsung dengan khidmat dan tertib, memberikan citra yang baik di mata rakyat Kalimantan Timur dan seluruh Nusantara,” ajak Bambang dalam sambutannya.
Kapal Motor Madinah menjadi kendaraan utama yang membawa replika naga dari Keraton Kutai di Tenggarong menuju Kutai Lama.
Kedatangan replika naga ini disambut antusias oleh puluhan kapal besar dan kecil yang telah menanti di muara Sungai Mahakam.
Momen yang paling ditunggu adalah ketika warga berebut mengambil kain penutup badan naga, yang diyakini membawa keberuntungan dan rezeki.
Setelah replika naga ditenggelamkan di Sungai Mahakam, ritual Belimbur dimulai. Suasana riuh dan penuh kegembiraan memenuhi dermaga Kutai Lama.
Air disemprotkan dari berbagai arah – truk tangki pemadam kebakaran, mesin alkon milik warga, hingga dari atas kapal-kapal yang bersandar.
Tak ada batasan status sosial dalam ritual ini; masyarakat umum, petinggi kerajaan, pejabat pemerintah, hingga petugas kepolisian, semuanya larut dalam kegembiraan yang sama.
Sementara itu, di Kutai Lama, Sultan Kutai Kartanegara ing Martadipura melaksanakan ritual Beumban, Begorok, dan Rangga Titi sebagai persiapan spiritual sebelum ritual adat Belimbur.
Ritual Belimbur sendiri merupakan prosesi penyucian diri yang dilakukan setelah Air Tuli (air suci dari Kutai Lama) tiba di Tenggarong bersama kepala dan ekor naga.
Setia Raja Abdul Munir, Pemangku Ketua Adat Kutai Lama Kesultanan Kukar Ing Martadipura, menekankan makna mendalam dari ritual ini.
“Belimbur bukan hanya tentang saling siram. Ini adalah cara kita menunjukkan rasa persaudaraan, membuang rasa benci, dan merayakan kebersamaan,” ujarnya. “Masyarakat meyakini ada hal-hal yang menjadi pegangan, dan ada berkah yang didapat dari ritual ini,” tambahnya.
Erau Adat Kutai, yang berasal dari kata “eroh” yang berarti keramaian atau riuh penuh sukacita, telah menjadi salah satu upacara rutin tahunan di Kutai Kartanegara Kalimantan Timur.
Acara ini tidak hanya melestarikan warisan budaya, tetapi juga menjadi momentum untuk memperkuat ikatan sosial dan spiritual masyarakat Kutai Kartanegara.
Dengan berakhirnya Erau Adat Kutai 2024, masyarakat Kutai Kartanegara kembali ke kehidupan sehari-hari dengan semangat baru dan harapan akan masa depan yang lebih baik. (*)