BalikpapanPERKARA

Satu Tahun Tragedi Muara Kate, Koalisi Masyarakat Sipil Kaltim Tuntut Keadilan

Balikpapan, Sekaltim.co – Koalisi Masyarakat Sipil Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar aksi solidaritas di depan Polda Kaltim, Balikpapan, Rabu 19 November 2025. Aksi ini digelar sebagai bentuk protes atas dugaan kriminalisasi terhadap warga Batu Kajang dan Muara Kate, Kabupaten Paser, yang menolak aktivitas hauling ilegal perusahaan tambang. Momentum aksi sekaligus menjadi refleksi satu tahun Tragedi Muara Kate, peristiwa yang merenggut nyawa Russell pada 15 November 2024 dan hingga kini belum menemukan titik terang.

Koalisi yang terdiri dari LBH Samarinda, AMAN, PERADI, JATAM Kaltim, serta jejaring advokasi lainnya, secara tegas mendesak kepolisian membebaskan Misrantoni (60), warga Muara Kate yang dianggap tidak terbukti bersalah. Misrantoni disebut ditahan tanpa alat bukti yang cukup dengan tuduhan membunuh Russell, pamannya sendiri, saat penjagaan pos tolak hauling perusahaan PT Mantimin di jalan umum lintas provinsi.

“Koalisi Masyarakat Sipil untuk Muara Kate meminta Polda Kaltim menindak tegas aparat yang melakukan penahanan paksa dan penangkapan kembali Misran Toni serta pendamping hukumnya,” ujar perwakilan koalisi saat aksi berlangsung.

Sehari sebelumnya, Selasa 18 November 2025, ratusan warga Muara Kate dan Batu Kajang memadati Mapolres Paser. Mereka datang untuk menjemput Misrantoni yang masa penahanannya dinyatakan habis pukul 17.30 WITA. Dalam dokumen resmi Surat Perintah Pengeluaran Tahanan Nomor SP.Han/95.h/XI/RES.1.6/2025/Reskrim, penyidik menyatakan masa tahanan telah mencapai batas maksimal tanpa pelimpahan perkara ke Kejaksaan.

Warga menunggu sejak pukul 17.00 WITA, berharap Misrantoni dapat dipulangkan sesuai hukum. Namun situasi berubah tegang ketika rombongan keluarga yang membawa Misrantoni keluar dari Polres dicegat Kapolres Paser AKBP Novy Adhiwibowo. Peristiwa itu terjadi sekitar 10 kilometer dari Mapolres. “Surat pengeluarannya sudah dikasih, tapi katanya gak bisa pulang karena besok harus dilimpahkan ke pengadilan,” kata Andre, anak Misrantoni.

Koalisi Advokasi menilai tindakan tersebut sebagai bentuk pelanggaran HAM karena kepolisian menahan seseorang di luar batas waktu hukum. Alasan menunggu koordinasi dengan Kejaksaan, kata koalisi, tidak dapat dijadikan dasar memperpanjang penahanan.

Ketegangan kian meningkat saat pendamping hukum Misrantoni, Fathur Rahman dari PBH PERADI Balikpapan, ditangkap aparat sekitar pukul 21.55 WITA setelah keluar dari gedung Mapolres. Penangkapan itu memicu warga kembali berkumpul di depan Mapolres untuk mengawal keselamatan Misrantoni dan kuasa hukumnya.

Koalisi menyebut penangkapan tersebut tidak mengikuti prosedur. “Benar adanya penangkapan itu, lihat saja videonya. Tapi sekarang Fathur sudah dilepaskan,” kata Pradarma Rupang dari Koalisi Advokasi Lawan Kriminalisasi dan Rekayasa Kasus Pembunuhan Muara Kate, Rabu 19 November 2025. Koalisi juga menyatakan telah melaporkan dugaan pelanggaran etik ke Divisi Propam.

Di sisi lain, Polres Paser membantah telah melakukan penangkapan terhadap Fathur maupun penahanan berlebih terhadap Misrantoni. “Tidak ada,” ujar Kepala Humas Polres Paser, Iptu Iwan, Rabu pagi.

Tragedi Muara Kate yang telah berjalan setahun disebut belum menunjukkan penyidikan yang transparan. Warga menilai ada potensi salah tangkap karena penyidikan lamban, tidak menghadirkan motif, serta dijalankan di tengah konflik panjang penolakan hauling batubara yang sudah berlangsung sejak 2023. Pemerintah pusat sebelumnya telah meminta aktivitas hauling dihentikan, namun hingga kini penolakan warga dan ketegangan dengan aparat masih terus terjadi. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button