Samarinda, SEKALTIM.CO – Kontroversi terkait penjualan kalender di salah satu Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kota Samarinda menjadi sorotan banyak pihak. Pasalnya, penjualan kalender ini dianggap terlalu mahal dan memberatkan siswa maupun orang tua.
Penelusuran wartawan di lapangan, banyak dari siswa-siswinya mengutarakan keberatan terkait paksaan untuk membeli kalender sekolah seharga Rp55 ribu. Protes ini muncul setelah kalender itu diumumkan sebagai bagian dari program promosi sekolah dan wajib untuk dibeli.
Salah seorang siswa, yang enggan disebutkan namanya, berinisial AK, menjelaskan bahwa para siswa awalnya diminta untuk berfoto perkelas sebagai kenang-kenangan dari kelas 10 hingga 12.
Namun, beberapa hari kemudian, mereka justru diinformasikan bahwa pembelian kalender menjadi bagian dari dukungan program sekolah.
“Awalnya kami foto buat kenang-kenangan, tapi kemudian disuruh beli kalender sebagai penunjang program sekolah,” ungkap AK.
Ketidaksetujuan terhadap harga kalender sekitar Rp 55 ribu menjadi poin utama protes siswa. AK menekankan bahwa sebagai pelajar, banyak kebutuhan lain yang harus dipenuhi, dan pengeluaran tambahan untuk kalender dianggap terlalu memberatkan.
Beberapa ketua kelas dan siswa lainnya ikut mengajukan komplain terkait harga yang dianggap tidak sesuai dengan daya beli siswa. Namun, karena kepala sekolah berada di luar kota, penjelasan lebih lanjut masih menunggu konfirmasi.
Dari pantauan di lapangan, terlihat banyak siswa yang menolak melakukan pembayaran untuk kalender tersebut. Bahkan, ada kelas yang menyepakati untuk tidak membeli kalender sebagai bentuk protes.
Salah satu orang tua siswa, berinisial CN, menyatakan bahwa tidak hanya siswa, tetapi seluruh jajaran sekolah, termasuk guru dan satpam, juga diwajibkan membeli kalender sebagai bagian dari program sekolah.
“Jadi aduannya itu anak-anak disuruh untuk melakukan pembelian kalender. Tidak hanya mereka saja, guru serta satpam juga disuruh untuk melakukan pembelian kalender,” jelasnya, Senin (29/1/2024).
Menurutnya, baru tahun ini sekolah membuat program pembelian kalender tersebut, dengan maksud sebagai program sekolah. Padahal lanjut dia, ajang promosi tidak harus dengan melakukan pembelian kalender.
“Kan bisa juga, dengan cara melakukan pembukaan stand serta booth pada saat acara serta pemaran,” bebernya.
Dari informasi yang di dapat, ada satu kelas yang menyepakati untuk tidak membeli kalender sekolah tersebut.
“Harganya mahal sekali sekitar Rp55 ribu, kalau sekitar Rp20 – 30 ribu kemungkinan anak-anak tidak akan melakukan protes seperti ini, tidak sesuai dengan barangnya,” pungkasnya.
Menanggapi persoalan itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kaltim akan menyelenggarakan Press Release terkait penyelesaian kasus ini.
“Iya nanti disiapkan materi Press Release nya mas,” singkat Kepala Bidang (Kabid) SMK Disdikbud Kaltim, Surasa saat di hubungi awak media melalui aplikasi Whatsapp.