NUSANTARAPERKARA

Tragedi Tiwi Pegawai BPS Halmahera Timur yang Tewas di Tangan Rekan Kerja Pelaku Pinjol dan Judol

Sekaltim.co – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti menyampaikan secara khusus belasungkawa mendalam atas kepergian pegawai BPS di Kabupaten Halmahera Timur, Karya Listyanti Pertiwi atau Tiwi, di sela-sela pidato dalam momen Upacara Peringatan HUT ke-80 RI di Kantor BPS kemarin 17 Agustus 2025.

Amalia mengajak seluruh yang hadir dalam upacara untuk mengheningkan cipta dan mendoakan almarhumah Tiwi Pegawai BPS Halmahera Timur yang meninggal dunia.

“Saya atas nama seluruh pimpinan dan jajaran BPS menyampaikan duka cita yang mendalam atas kejadian yang menimpa rekan kita, Karya Listyanti Pertiwi, pegawan BPS Kabupaten Halmahera Timur. Kami akan terus mengawal dan memonitor proses hukum, serta mengedepankan keadilan. Semoga rekan kita yang telah mendahului kita diterima di sisi Allh dan diampuni segala dosa-dosanya,” demikian ungkap Amalia dalam keterangannya, 18 Agustus 2025.

Pernyataan Amalia yang penuh duka itu mengajak publik menengok kejadian kelam yang menimpa Tiwi seorang pegawai BPS Halmahera Timur di rumah dinasnya.

Rumah dinas yang biasanya tenang, mendadak geger pada akhir Juli 2025. Dari balik pintu yang terkunci rapat, rekan kerja Tiwi menemukan kenyataan paling pahit: tubuh perempuan muda itu telah terbujur kaku. Identitas korban terungkap, ia adalah Karya Listyanti Pertiwi atau akrab disapa Tiwi, pegawai BPS berusia 30 tahun asal Magelang, Jawa Tengah.

Penemuan jasad Tiwi mengguncang banyak pihak. Sebab, ia dikenal sebagai sosok ceria dan sangat berhati-hati dalam pergaulan. Namun, siapa sangka, di balik sikap ramahnya, ada seseorang yang menyimpan niat jahat. Sosok itu bukan orang asing, melainkan rekan kerja sekaligus teman serumah tunangannya sendiri: Aditya Hanafi (27).

Cuti Palsu Mengundang Curiga

Awalnya, tak ada yang mencurigakan. Pada 21 Juli 2025, permohonan cuti atas nama Tiwi masuk ke grup WhatsApp kantor. Alasannya sederhana, ia ingin pulang kampung ke Magelang selama lima hari. Permohonan cuti pun disetujui atasan. Namun, Senin 28 Juli, saat jadwal masuk kembali, Tiwi tidak terlihat di kantor.

Rekan-rekan kerjanya mencoba menghubungi melalui telepon, tapi ponselnya mati. Beberapa hari kemudian, pihak keluarga di Magelang ditelepon. Jawabannya mengejutkan, karena keluarga mengatakan Tiwi tidak pernah pulang, bahkan sudah dua minggu tak ada kabar.

Kecurigaan semakin besar. Akhirnya, beberapa rekan kerja mendatangi rumah dinas. Dibantu petugas keamanan, mereka mendobrak jendela. Saat itulah jasad Tiwi ditemukan dalam kondisi mengenaskan.

Misteri Terkuak dari Pengakuan Pelaku

Investigasi dilakukan cepat pihak kepolisian. Hasil olah TKP memperlihatkan adanya tanda-tanda kekerasan. Dalam waktu singkat, kecurigaan mengarah pada Hanafi. Ia dikenal dekat dengan korban karena sama-sama pegawai BPS Halmahera Timur.

Ke Polda Malut, Hanafi akhirnya menyerahkan diri pada Senin 4 Agustus 2025 malam. Dia ketakutan diburu polisi.

Setelah menyerahkan diri, di hadapan penyidik, Hanafi akhirnya mengaku. Ia membunuh Tiwi pada 19 Juli 2025, jauh sebelum pengajuan cuti. Motifnya pun terkuak: terlilit utang pinjaman online dan kecanduan judi online (judol). Selain itu, ia juga tertekan dengan kebutuhan biaya pernikahan bersama tunangannya, Almira, yang juga bekerja di kantor yang sama.

Menurut Kapolsek Maba Selatan, IPDA Habiem Rahmadya, 6 Agustus 2025, pelaku marah karena korban menolak memberikan pinjaman.

Hanafi menilai Tiwi masih lajang, rajin menabung, dan kemungkinan memiliki banyak uang. Pemikiran jahat itu membuatnya merencanakan aksi keji.

Awal Rencana Kelam

Pada 16 Juli, Hanafi berpura-pura mengalami kecelakaan lalu beralasan sedang dirawat di Puskesmas Mabapura.

Pada 16 Juli juga, pelaku tidak sengaja bertemu dengan korban di jalan Maba. Pelaku lalu memanggil korban.

“Pelaku memanggil korban Ka Tiwi, untuk meminjam uang sebanyak Rp30 juta, namun ditolak korban dengan nada halus, karena tidak ada uang,” ungkap Kapolsek mengutip Indo Timur.

Pelaku lalu diam-diam menuju rumah dinas korban. Ia sudah memegang kunci duplikat, yang digandakan secara sembunyi-sembunyi dari kunci milik Almira.

Almira sendiri saat itu sedang berada di Ternate untuk mempersiapkan pernikahan. Situasi ini dimanfaatkan Hanafi. Sejak 17 Juli, ia bersembunyi di kamar tunangannya dan memantau seluruh aktivitas korban.

Puncaknya terjadi subuh 19 Juli. Saat Tiwi berjalan ke kamar mandi, Hanafi tiba-tiba menyerang. Ia membekap mulut korban, menyeret ke kamar, lalu memaksa memberikan akses rekening. Kejadian itu sekitar pukul 05.22 WIT.

Dipaksa Transfer Hingga Nafas Terakhir

Dalam pengakuannya, Hanafi mengikat tangan korban lalu memaksa membuka aplikasi keuangan. Melalui aplikasi Jenius, Hanafi memaksa korban mentransfer tabungannya senilai Rp38 juta. Uang itu lalu dipindahkan ke dompet digital sebelum dikirim ke rekening pribadi pelaku.

Tak puas, Hanafi juga mengajukan pinjaman online Rp50 juta menggunakan ponsel korban. Ia sempat bermain judol menggunakan uang tersebut, seakan tak ada penyesalan.

Namun, untuk menghilangkan jejak, Hanafi membunuh Tiwi. Ia menutup mulut dan hidung korban dengan lakban, kemudian membekap dengan bantal hingga korban kejang-kejang dan tak bernyawa.

Setelah korban meninggal, pelaku masih di rumah hingga Magrib. Ia bahkan mencari informasi di Google tentang tanda-tanda orang meninggal.

“Berkisar 3 menit, korban mulai lemas dan 10 menit kemudian korban mulai kejang-kejang dan meninggal dunia. Setelah tubuh korban tidak lagi bergerak, pelaku sempat searching di Google tanda-tanda orang baru meninggal untuk memastikan korban sudah meninggal atau belum,” ungkap Kapolsek.

Pernikahan Palsu di Balik Dosa

Ironisnya, setelah menghabisi nyawa Tiwi, Hanafi tetap menjalani kehidupannya seperti biasa. Ia menghadiri acara pernikahan dengan Almira pada 27 Juli di Ternate. Foto pernikahan menunjukkan senyum bahagia, tanpa ada tanda rasa bersalah.

Setelah menikah, Hanafi terus berusaha menutupi jejak. Ia membuang ponsel dan charger korban ke beberapa tempat berbeda, termasuk laut. Namun, kebohongan itu tak bertahan lama. Polisi terus menyelidiki hingga akhirnya Hanafi menyerahkan diri pada 4 Agustus malam karena merasa terpojok.

Kesaksian Rekan Kerja

Delapan saksi dari BPS Halmahera Timur diperiksa intensif. Kepala kantor BPS Haltim juga turut dimintai keterangan. Semua saksi mengaku kaget karena tidak menyangka Hanafi bisa melakukan perbuatan sekejam itu.

“Kami mengenalnya sebagai orang pendiam, tak banyak bicara. Tidak pernah terlihat kasar,” kata salah satu rekan korban.

Namun, belakangan diketahui Hanafi punya kebiasaan buruk: kecanduan judol. Tekanan utang dari pinjaman online membuatnya kehilangan akal sehat.

Almira dan Luka Ganda

Nama Almira, istri pelaku sekaligus teman serumah korban, ikut terseret. Ia diperiksa penyidik, meski kemudian dinyatakan tidak terlibat. Almira disebut sangat syok ketika tahu suaminya adalah pembunuh sahabat sekaligus teman sekantor.

Bagi keluarga Tiwi, peristiwa ini menjadi luka mendalam. Mereka kehilangan seorang anak, saudara, dan sosok penyayang. Bagi Almira, pernikahan yang seharusnya bahagia berubah menjadi mimpi buruk.

Rekonstruksi dan Proses Hukum

Polisi mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk bukti transfer, dua ponsel korban, serta keterangan para saksi. Rekonstruksi kejadian direncanakan dilakukan untuk memperjelas detail kronologi.

Hanafi disangkakan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman maksimal hukuman mati, atau subsider Pasal 339 dan 351 ayat 3 KUHP dengan ancaman penjara seumur hidup.

“Pelaku menunjukkan sifat psikopat dan tidak jujur,” tegas Kapolsek Habiem.

Kematian Tiwi meninggalkan pesan kelam tentang pengkhianatan kepercayaan. Rumah dinas yang seharusnya aman justru menjadi tempat kematian tragis karena ambisi, tamak, dan kecanduan judi.

Kasus ini juga membuka mata publik tentang bahaya pinjaman online ilegal serta dampak menghancurkan dari judi online. Satu nyawa melayang, keluarga hancur, dan masa depan banyak orang berubah hanya karena perilaku impulsif seorang individu.

Masyarakat berharap keadilan ditegakkan seadil-adilnya atas kasus pembunuhan Tiwi pegawai BPS Halmahera Timur. Tiwi mungkin sudah tiada, tetapi kisah hidupnya menjadi pengingat betapa rentannya kepercayaan yang dikhianati. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button