Waspada Buaya Muara, Polisi Imbau Warga Anggana Kukar Hindari Memancing di Pinggir Sungai

Kukar, Sekaltim.co – Di aktivitas masyarakat pesisir Kalimantan Timur (Kaltim), warga Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) Kalimantan Timur (Kaltim) sedang merasa khawatir.

Bukan karena ancaman yang asing, melainkan predator purba yang telah lama menjadi bagian dari ekosistem sungai-sungai Kalimantan: buaya muara.

Belum lama ini, seorang petugas keamanan mitra dari Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS) menjadi korban terkaman buaya.

Kehadiran hewan liar ini di tepian sungai telah memaksa aparat keamanan setempat untuk mengambil langkah pencegahan demi keselamatan warga.

Bripka A Azwar, Bhabinkamtibmas Polsek Anggana, menjadi garda terdepan dalam upaya melindungi warga dari ancaman buaya muara.

Pada Selasa, 6 Agustus 2024, ia melakukan sambang warga, sebuah kegiatan rutin yang kini memiliki urgensi lebih tinggi dari biasanya.

Dengan tegas namun penuh empati, Bripka Azwar menyampaikan imbauan penting kepada warga: untuk sementara waktu, kegiatan memancing di pinggir sungai harus dihentikan.

“Jangan sampai buaya ini memakan korban manusia,” tegas AKP Akhmad Wira Taryudi, Kapolsek Anggana Polres Kutai Kartanegara, menggaungkan kekhawatiran yang sama.

Pernyataan ini bukan sekadar retorika kosong, melainkan didasari oleh fakta mengejutkan yang terjadi beberapa hari sebelumnya. Seorang buaya terlihat muncul ke daratan di wilayah Kecamatan Anggana, memicu kewaspadaan tinggi di kalangan aparat dan warga.

Desa Sepatin, salah satu wilayah di Kecamatan Anggana, menjadi sorotan khusus dalam upaya pencegahan ini.

Lokasinya yang strategis, berada di wilayah garis pantai dengan banyak sungai bermuara, menjadikannya habitat ideal bagi buaya muara.

“Tidak menutup kemungkinan di wilayah Desa Sepatin juga terdapat buaya,” lanjut AKP Akhmad, menekankan pentingnya kewaspadaan di seluruh wilayah kecamatan.

Untuk menanggulangi potensi bahaya ini, pihak kepolisian tidak hanya mengandalkan imbauan lisan.

Mereka berencana memasang panduan berupa arahan imbauan secara mobile bagi warga nelayan dan wisatawan yang sedang berada di sungai.

Langkah ini diharapkan dapat meminimalisir risiko pertemuan langsung antara manusia dan buaya muara.

Namun, di balik ancaman yang ditimbulkannya, buaya muara sebenarnya memiliki peran vital dalam ekosistem perairan.

AKP Akhmad menjelaskan, “Buaya muara adalah salah satu jenis buaya terbesar di dunia yang berhabitat di perairan tawar seperti sungai, danau, rawa dan lahan basah lainnya. Hewan ini berperan penting dalam suatu ekosistem perairan, yaitu sebagai bagian rantai makanan serta mencegah kelebihan populasi satwa mangsa.”

Penjelasan ini memberikan perspektif baru bagi warga. Buaya muara bukan sekadar ancaman, tetapi juga indikator kesehatan ekosistem sungai.

Kehadirannya menunjukkan bahwa sungai-sungai di Anggana masih mampu mendukung kehidupan predator puncak, sebuah tanda positif bagi keseimbangan alam.

Namun, keseimbangan ini kini terancam oleh faktor lain: perubahan iklim. “Saat ini kita juga menghadapi cuaca ekstrim dan masa pancaroba sehingga cuaca tidak bisa ditebak. Pagi panas tiba-tiba siang hujan lebat. Segala potensi harus diwaspadai,” tambah AKP Akhmad.

Perubahan pola cuaca ini tidak hanya mempengaruhi aktivitas manusia, tetapi juga perilaku hewan liar seperti buaya muara.

Di tengah kompleksitas situasi ini, peran Bhabinkamtibmas menjadi semakin krusial. Aiptu Hamid, salah satu anggota Bhabinkamtibmas Polsek Anggana, juga secara rutin melaksanakan sambang dan tatap muka dengan nelayan tangkap dan petani tambak di Desa Tani Baru.

Kegiatan ini bukan sekadar formalitas, melainkan upaya nyata untuk menjaga kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) agar tetap aman dan kondusif.

Dalam setiap pertemuannya dengan warga, Aiptu Hamid selalu menekankan pentingnya kewaspadaan. “Selalu berhati-hati saat melakukan aktivitas di sungai dan laut, selalu memperhatikan kondisi cuaca, dan hindari kontak dengan binatang buas,” demikian pesannya.

Imbauan dan upaya pencegahan ini bukan tanpa alasan. Buaya muara, dengan karakteristiknya sebagai hewan berdarah dingin yang aktif siang dan malam, memiliki kebiasaan berdiam di air untuk mendinginkan tubuh atau berjemur di darat untuk menghangatkan diri.

Kebiasaan ini seringkali membuat aktivitasnya bersinggungan dengan aktivitas manusia, terutama di daerah pesisir dan bantaran sungai seperti Anggana.

Meski demikian, pihak kepolisian dan aparat desa tidak bermaksud menciptakan ketakutan berlebihan di kalangan warga. Sebaliknya, mereka berupaya membangun kesadaran dan kewaspadaan yang tepat. Tujuannya jelas: mencegah terjadinya konflik manusia-satwa liar yang dapat berujung pada jatuhnya korban jiwa. (*)

Exit mobile version