Samarinda, SEKALTIM.CO – Kasus korupsi yang melibatkan Wendy, mantan pejabat PT Mandiri Migas Pratama (MMP), menimbulkan banyak pertanyaan setelah keluarnya putusan kontroversial dari Pengadilan Tinggi Samarinda.
Kasus ini pun mencuat ke permukaan ketika puluhan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Peduli Keadilan menyerbu kantor Pengadilan Tinggi pada Kamis siang (21/3/2024), yang tidak terima atas pembebasan Wendy dari tuduhan korupsi.
Koordinator Lapangan (Korlap) Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Keadilan, Zainal mengatakan bahwa putusan 2/PID.SUS-TPK/2024/PT.SMR tidak masuk akal, ada hal aneh dengan putusan hakim Pengadilan Tinggi terhadap kasus terpidana korupsi dari saudara Wendy.
Menurutnya, Pengadilan Tinggi Samarinda melalui Hakim Ketua, Jamaluddin Samosir, Hakim Anggota Sehartono dan Masdun, yang membebaskan Wendy sebagai terpidana korupsi adalah hal yang tidak masuk akal.
“Ini berbading terbalik, sebelumnya Wendy dituntut 13 tahun oleh Kejaksaan Tinggi tapi Pengadilan Tinggi malah membebaskan pelaku, ini kan jadinya aneh, saya menduga ada indikasi suap yang terjadi antara saudara Wendy dan Hakim Pengadilan Tinggi,” ucapnya.
Apabila merujuk pada putusan Pengadilan Negeri Samarinda dengan nomor 46/PID.Sus-TPK/2023/PN.Smr, Wendy terbukti secara sah bersalah dalam tindak pidana korupsi yang melibatkan perusahaan tempatnya bekerja.
Putusan Pengadilan Negeri mengenakan hukuman penjara selama 7 tahun dan 6 bulan, ditambah dengan denda sejumlah Rp300 juta. Selain itu, Wendy juga diwajibkan membayar uang pengganti kepada negara sebesar Rp10.776 miliar.
Namun, keputusan ini malah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi di Kaltim melalui putusan nomor 2/PID.SUS-TPK/2024/PT.SMR. Hal ini mengundang kecurigaan dari berbagai pihak, termasuk Aliansi Mahasiswa Peduli Keadilan yang menduga adanya transaksi suap di balik putusan kontroversial tersebut.
“Sebenarnya kami datang ke sini itu meminta penjelasan pada Pengadilan Tinggi terhadap putusan vonis yang tidak masuk akal, benar-benar aneh sekali, bayangkan ada terpidana korupsi yang dibebaskan oleh oknum Hakim,” terangnya.
Di tengah sorotan publik terhadap kasus ini, salah satu hakim Pengadilan Tinggi, Marolop Simamora, menolak memberikan komentar. Ia menyatakan bahwa penolakan ini bagian dari kode etik seorang hakim.
Namun, Simamora mengonfirmasi bahwa Kejaksaan Tinggi Provinsi Kaltim berencana untuk mengajukan kasasi terhadap putusan tersebut, menunjukkan proses hukum masih berlanjut.
“Kalau tidak salah Kejaksaan Tinggi Kaltim juga nanti akan melakukan kasasi, jadi kasus ini sebenarnya belum selesai masih ada tahapan selanjutnya,” bebernya.