SEKALTIM.CO – Program pendidikan gratis hingga jenjang S3 yang dibawa pasangan bakal calon gubernur (bacagub) Rudy Mas’ud dan Ir Seno Aji dalam kampanye politiknya menjadi sorotan publik.
Janji ambisius ini bertujuan untuk mencetak generasi emas di Kalimantan Timur (Kaltim), namun pengamat pendidikan menilai bahwa janji besar ini tidak akan mudah direalisasikan tanpa perencanaan matang dan terstruktur.
Prof. Dr. Ir. Bohari Yusuf, M.Si, yakni pengamat pendidikan yang pernah menduduki jabatan Ketua Dewan Pendidikan Prof Kaltim 2009-2014, menilai bahwa program pendidikan gratis hingga S3 ini memang punya potensi besar jika terealisasi dengan baik.
Salah satu dampaknya, program pendidikan gratis ini bisa meningkatkan angka partisipasi pendidikan di Benua Etam, terutama di jenjang perguruan tinggi yang saat ini masih rendah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang tercatat pada tanggal 23 Oktober 2023, angka partisipasi kasar (APK) untuk jenjang pendidikan tinggi di Kaltim hanya mencapai 34 persen, jauh tertinggal dibanding jenjang SMA/SMK/MA yang sudah mencapai sekitar 95 persen.
Semua itu bisa terwujud, namun dengan satu syarat, program sebesar ini harus disertai dengan perencanaan yang sangat matang.
“Yang penting itu bisa melaksanakan program ini secara terstruktur, tidak sporadis, jadi harus sistematis. Maksudnya, jika sistematis dengan perencanaan yang baik, saya kira bisa terwujud. Kalau terwujud, dampaknya pasti luar biasa bagi Kaltim,” ujarnya, Kamis (5/9/2024).
Tanpa perencanaan yang sangat matang, janji pendidikan gratis hingga S3 ini bisa menjadi beban besar bagi keuangan daerah dan berujung pada kegagalan.
“Perlu hitung-hitungan yang matang terkait jumlah siswa dan mahasiswa, alokasi dana APBD, serta sistem yang nantinya digunakan. Implementasinya harus berdasarkan data yang akurat, bukan asal-asalan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Prof. Bohari menyoroti masalah pendanaan yang menjadi tantangan besar dalam merealisasikan program ini. Meski 20 persen dari APBD Kaltim dialokasikan untuk pendidikan, ia mengingatkan bahwa dana itu harus digunakan secara efisien dan tepat sasaran.
Sebagai informasi, ABPD Kaltim tahun 2025 diperkirakan sebesar Rp21 triliun. Dihitung-hitung berdasarkan regulasi, anggaran untuk pendidikan itu 20 persen. Apabila dirupiahkan sekitar Rp4-5 triliun.
“Jika dana pendidikan sebesar Rp4-5 triliun ini terserap maksimal tanpa adanya Silpa di akhir tahun, maka program ini bisa berjalan. Namun, itu benar-benar membutuhkan perencanaan dan pengawasan yang ketat,” terangnya.
Jika dihitung-hitung dengan jumlah lulusan SMA di Kaltim yang mencapai 50 ribu per tahunnya. Prof. Bohari yakin, anggaran tersebut cukup untuk menopang program pendidikan gratis hingga S3, termasuk untuk beasiswa, perbaikan infrastruktur, dan peningkatan kesejahteraan guru.
Namun, sekali lagi, ia menekankan pentingnya perencanaan yang baik agar dana yang ada bisa dialokasikan secara efektif.
“Mampukah program ini diwujudkan? Tentu bisa, asalkan direncanakan dengan cermat,” tegas Dosen Universitas Mulawarman (Unmul) tersebut.
Dengan situasi pendidikan di Kaltim yang masih memprihatinkan, masyarakat tentunya berharap program ini tidak hanya menjadi janji manis saat kampanye, tetapi benar-benar membawa perubahan signifikan bagi masa depan generasi muda di Bumi Mulawarman.