Dispora Kaltim

Perjalanan Yusi Nudya Rohman Meraih Pemuda Pelopor Kaltim 2024, Mengubah Limbah Kayu Ulin Menjadi Pewarna Batik Premium

Inovasi Batik Eco-Friendly dari Kutai Timur yang Menembus Pasar Internasional

Samarinda, Sekaltim.co – Di tengah hiruk pikuk industri tambang Kalimantan Timur (Kaltim), Yusi Nudya Rohman berhasil menciptakan terobosan dalam dunia fashion berkelanjutan. Dara yang merupakan mahasiswa semester 6 Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIS) Kutai Timur (Kutim) ini sukses mengubah limbah kayu ulin yang sebelumnya hanya berupa sampah menjadi pewarna alami batik eco-friendly sekaligus berkualitas premium.

Inovasi Yusi Nudya Rohman ini mengantarkannya meraih penghargaan Runner Up Pemuda Pelopor Terbaik 2 Bidang Sumber Daya Alam, Lingkungan dan Pariwisata 2024 Kaltim dalam acara “Malam Anugerah Pekan Raya Pemuda Kaltim” di Hotel Swiss-Belhotel Samarinda, Senin 28 Oktober 2024.

Yusi mengisahkan, awalnya dia memiliki keresahan melihat pengusaha mebel di Kutim yang membuang limbah kayu sembarangan dan membakarnya. Kondisi ini tidak hanya mencemari udara tapi juga menyia-nyiakan potensi yang ada.

“Jadi, awal mulanya karena keresahan kami di Kabupaten Kutai Timur seringkali pengusaha mebel itu membuang sampah limbah kayu itu sembarangan. Kemudian dibakar akhirnya menjadikan limbah udara oksigen juga. Kami lalu menemukan inovasi ide, limbah kayu ulin itu kita rebus kita jadikan pewarna bahan alam untuk wastra (pakaian/garmen-Red) batik khas Kutai Timur,” ungkap Yusi saat diwawancarai usai acara.

Meski usahanya telah dimulai sejak 2015, Yusi baru mulai serius membranding produknya pada 2021 saat pandemi Covid-19. Keseriusannya membuahkan hasil. Batik dengan pewarna alami khas Kutim ini bahkan telah tampil di Japan Fashion Parade, dibawa oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Kutai Timur.

Proses pewarnaan yang dikembangkan Yusi membutuhkan kesabaran ekstra. Untuk mendapatkan warna yang pekat, kami memerlukan waktu sekitar 10 hari dengan proses pencelupan berulang hingga 10 kali.

“Kalau secara kualitas bagus. Tapi secara pengerjaannya memang kita cukup rumit. Karena itu membutuhkan waktu sekitar 10 hari pencelupan berkali-kali, 10 kali pewarnaan baru bisa warnanya terlihat pekat. Tapi kalau untuk kualitas tetap bagus dan lebih dari bahan pewarna sintetis,” jelasnya.

Meski memakan waktu lebih lama, kualitas warna yang dihasilkan justru lebih unggul dibanding pewarna sintetis. Alasan Yusi, bahan pewarna alami menghasilkan tekstur yang lebih lembut dibanding pewarna sintetis yang cenderung kasar.

“Bahan pewarna sintetis itu, kan dia kasar. Kalau pewarna alam, tuh lebih lembut jatuhnya,” tambahnya.

Keunggulan ini menjadi nilai tambah yang memungkinkan produknya dijual dengan harga premium, mencapai Rp1,2 juta hingga Rp1,5 juta per lembar kain dengan ukuran 2 meter. Batik wakaroros Kutim menjadi satu contoh di antara wastra yang menggunakan pewarna alami buatan Yusi.

Bahkan untuk batik tulis dengan pewarna alami, harganya bisa mencapai Rp3 juta ke atas. Dengan positioning pasar menengah atas ini, Yusi berhasil meraih omset kotor sekitar Rp30 juta per bulan.

“Harga satu produk kita jual sekitar Rp1.200.000 itu lebarnya 2 meter. Lebih mahal karena prosesnya juga cukup lama. Kalau bahan sintetis itu biasanya hanya Rp300.000, Rp150.000. Nah, ini kita jual Rp1.500.000 dan pas-pasar kita memang juga kelas atas,” kata Yusi.

Inovasi Yusi tidak berhenti di kayu ulin. Yusi yang telah mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) untuk pewarna dari kayu ulin ini berencana mengembangkan pewarna alami dari buah klubut yang menghasilkan warna ungu.

Piagam penghargaan yang diterima Yusi Nudya Rohman sebagai Pemuda Pelopor Terbaik 2 Kaltim 2024.

Tak hanya itu, dengan hadiah Rp7,5 juta yang diperoleh dari penghargaan Pemuda Pelopor Kaltim 2024, Yusi berencana mengembangkan inovasi pewarna alami baru dengan menggunakan dana ini untuk riset pewarna dari buah kelubut dan pengembangan motif-motif baru.

“Mungkin buat teman-teman kita. Rencananya mau buat inovasi baru. Jadi yang tadi dari buah kelubut, itu kita mau buat inovasi baru,” jelasnya.

Tujuan Yusi adalah membantu UMKM dan pengrajin batik lokal agar produk mereka lebih dikenal dan memiliki nilai jual lebih tinggi dan menekankan sustainable fashion.

“Tujuan saya di sini itu untuk membantu UMKM sekitar juga, pengrajin batik juga. Supaya batik kita itu lebih dikenal, motif-motifnya lebih dikenal juga. Maksudnya kita buat inovasi itu tujuannya supaya batik itu enggak monoton dari bahan sintetis aja. Itu, kan juga menambah nilai jual akhirnya. Karena terjadinya sustainable fashion atau fesyen berkelanjutan yang memperhatikan sisi lingkungan,” ujarnya.

Dalam pengembangan usaha, Yusi pernah mendapat dukungan dari sektor swasta khususnya perusahaan tambang batubara seperti KPC (Kaltim Prima Coal) dan Pama Persada dalam bentuk hibah peralatan seperti mesin jahit dan mesin batik.

Namun, ia mengaku dukungan dari pemerintah masih minim. Dugaannya, karena secara kasat mata produk tersebut terlihat sama dengan batik pada umumnya. Padahal inovasi pewarna alami ini bisa menjadi potensi pemasukan bagi daerah.

“Cuman mungkin karena pemerintah ngelihatnya kurang berdampak mungkin. Karena, ya itu tadi secara produk kayak kelihatannya sama aja kayak yang batik-batik yang lainnya. Jadi mungkin mereka masih melihat yang sudah batik wastra aja. Yang penting khas Kutai Timur dan enggak ngelihat inovasi kita itu. Makanya saya ikut Pemuda Pelopor ini tujuannya supaya pemerintah nanti kedepannya melihat oh ternyata ada potensi-potensi yang bisa dijual untuk pemasukan keuangan daerah juga kan nantinya,” ungkapnya.

Itulah alasan yang memotivasi Yusi mengikuti ajang Pemuda Pelopor Kaltim, berharap agar membuka mata pemerintah akan potensi industri kreatif daerah.

Terpisah, Kasi Kepemimpinan Kepeloporan dan Kemitraan Pemuda Dispora Kaltim, Rusmulyadi, mengapresiasi inovasi Yusi. Menurutnya, prestasi itu luar biasa.

“Itu bagus, namanya Yusi. Memang dia mengembangkan model-model baju batik pakai ulin pewarna dari kayu ulin,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Rusmulyadi menyatakan, proses seleksi pemuda pelopor melibatkan kunjungan juri ke lokasi, memastikan dampak nyata dari inovasi yang dikembangkan.

“Jadi kalau pemilihan pemuda pelopor itu juri akan datang ke lokasinya benar enggak. Jadi tidak sekadar ini pemuda pelopor,” tegasnya.

Keberhasilan Yusi membuktikan bahwa limbah bisa diubah menjadi produk bernilai tinggi melalui inovasi dan kesabaran. Lebih dari itu, ia menunjukkan bahwa sustainable fashion bukan sekadar tren, tapi bisa menjadi solusi nyata bagi permasalahan lingkungan sekaligus mengangkat ekonomi kreatif daerah. (Adv/DisporaKaltim)

Simak berita Sekaltim.co lainnya di tautan Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button