Aktivis Dihadang di Bawah Jembatan Pulau Balang Usai Kibarkan Spanduk “Indonesia is Not For Sale”
Balikpapan, Sekaltim.co – Pada peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Republik Indonesia, suasana di Jembatan Pulau Balang, Kalimantan Timur, mendadak tegang saat sejumlah aktivis dari Koalisi Tanah untuk Rakyat mengibarkan spanduk bertuliskan “Indonesia is Not For Sale.” Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap berbagai kebijakan yang dianggap merugikan masyarakat lokal dan menguntungkan pihak-pihak tertentu.
Jembatan Pulau Balang yang terletak sekitar 40 km dari Ibu Kota Nusantara (IKN) menjadi saksi dari aksi ini. Aksi pengibaran spanduk yang dilakukan oleh aktivis Greenpeace dan beberapa kelompok lainnya terjadi pada Sabtu, 17 Agustus 2024, tepat pada saat perayaan HUT RI ke-79. Sekitar pukul 12.00 WITA, para aktivis mulai memanjat jembatan untuk memasang spanduk besar dengan tulisan “Indonesia is Not For Sale” dan “Merdeka!”
Pemeriksaan Aktivis oleh Aparat Kepolisian
Namun, tidak lama setelah spanduk tersebut terbentang, aparat kepolisian segera turun tangan. Sejumlah aktivis yang terlibat dalam aksi ini segera ditahan oleh pihak berwenang. Husein Suwarno, salah satu peserta aksi dari Forum Peduli Teluk Balikpapan, mengungkapkan bahwa sekitar 30 peserta aksi, termasuk tim pemanjat dari Greenpeace, dibawa oleh aparat kepolisian ke kantor PUPR yang berada di dekat Jembatan Pulau Balang.
“Mereka yang ditahan dibawa menggunakan mobil darat. Kabarnya, mereka dibawa ke Polres Penajam Paser Utara (PPU). Namun, tampaknya perjalanan ke Polres itu memakan waktu hampir dua jam dari Pulau Balang,” jelas Husein.
Tidak hanya para aktivis, sejumlah jurnalis yang meliput aksi pengibaran bendera tersebut juga sempat diamankan oleh pihak kepolisian. Namun, para jurnalis tersebut tak lama kemudian juga dilepaskan.
Pencegatan di Jembatan Pulau Balang
Pencegatan terhadap para aktivis terjadi sekitar pukul 11.59 WITA, ketika dua perahu yang membawa mereka diberhentikan oleh aparat saat hendak meninggalkan lokasi. Aparat meminta para aktivis untuk menunjukkan izin atas kegiatan yang dilakukan di wilayah tersebut. Mereka beralasan bahwa lokasi tersebut masuk dalam wilayah proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN), sehingga aktivitas apapun harus mendapatkan izin resmi.
Aparat sempat menanyakan kepada para aktivis untuk menurunkan spanduk dari jembatan. “Gimana caranya (turunkan)?” tanya seorang petugas dalam rekaman video amatir yang beredar di media sosial.
“Indonesia tidak dijual. Merdeka!” kata seorang aktivis
Sejumlah aktivis yang terlibat dalam aksi pemanjatan jembatan sempat ditahan oleh kepolisian setempat selama kurang lebih empat jam untuk dimintai keterangan. Selain dimintai identitas, para aktivis juga menjalani pemeriksaan kesehatan oleh petugas.
Rangkaian Aksi di Sekitar IKN
Aksi pengibaran spanduk di Jembatan Pulau Balang merupakan bagian dari rangkaian kegiatan yang digelar oleh sejumlah organisasi masyarakat dan warga untuk memperingati HUT RI ke-79. Acara dimulai dengan upacara bendera di kawasan Pantai Lango, Penajam Paser Utara, yang dihadiri oleh berbagai elemen masyarakat.
Setelah upacara, sebuah kain merah berukuran 50×15 meter dibentangkan sebagai simbol kemerdekaan. Spanduk besar bertuliskan “Indonesia is not for sale, Merdeka!” kemudian dipasang di Jembatan Pulau Balang oleh aktivis Greenpeace. Selain itu, beberapa banner lainnya juga dibentangkan dari atas perahu-perahu kayu yang melakukan parade kemerdekaan di perairan bawah jembatan. Beberapa banner tersebut bertuliskan “Selamatkan Teluk Balikpapan”, “Tanah untuk Rakyat”, “Digusur PSN, Belum Merdeka 100%”, “Belum Merdeka Bersuara”, dan “79 Tahun Merdeka, 190 Tahun Dijajah.”
Tuntutan dan Kritik terhadap Pemerintah
Arie Rompas, Ketua Tim Kampanye Greenpeace Indonesia, dalam siaran persnya mengkritik keras pidato kenegaraan Presiden Jokowi yang disampaikan sehari sebelumnya. “Pidato kenegaraan kemarin tidak ada artinya setelah satu dekade pemerintahannya membawa Indonesia makin jauh dari cita-cita kemerdekaan,” ujar Rompas.
Ia juga mengkritik proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) yang dianggapnya serampangan dan merugikan masyarakat adat serta lokal. “IKN yang dia banggakan nyatanya merupakan proyek serampangan dan ugal-ugalan yang merampas hak-hak masyarakat adat dan lokal, tapi memberikan karpet merah untuk oligarki,” tambahnya.
Lebih lanjut, Rompas menyoroti kebijakan yang memberikan izin penguasaan lahan hingga 190 tahun kepada investor di Nusantara. Menurutnya, kebijakan ini tidak hanya mengancam keberlanjutan lingkungan tetapi juga akan memperparah krisis iklim yang sedang terjadi.
Semangat Perlawanan dan Kebebasan Bersuara
Aksi protes di Jembatan Pulau Balang ini mencerminkan ketidakpuasan yang mendalam dari masyarakat terhadap berbagai kebijakan yang dianggap mengkhianati semangat kemerdekaan. Para aktivis menuntut agar pemerintah lebih memperhatikan kepentingan rakyat daripada hanya mengutamakan investor dan oligarki.
Meskipun mereka dihadang dan ditahan, semangat perlawanan para aktivis ini menjadi simbol kebebasan bersuara yang masih harus terus diperjuangkan di Indonesia. Mereka menolak untuk diam dalam menghadapi ketidakadilan dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh proyek-proyek besar seperti pembangunan IKN.
Aksi ini juga menegaskan bahwa perjuangan untuk tanah, lingkungan, dan hak-hak masyarakat adat tidak akan berhenti, bahkan di tengah tekanan dan ancaman yang terus mereka hadapi. Sebagai generasi penerus bangsa, mereka bertekad untuk terus menyuarakan kebenaran dan melindungi hak-hak yang seharusnya menjadi milik semua warga negara.
Aksi itu menjadi wujud ekspresi masyarakat sipil dalam menyuarakan penyelamatan lingkungan hidup dan demokrasi.
“Kami resah atas rezim Presiden Jokowi yang setelah dua periode ini mewariskan banyak persoalan untuk lingkungan hidup dan masyarakat, tapi di sisi lain memberi karpet merah untuk oligarki, misalnya dengan izin penguasaan lahan 190 tahun di IKN, ibarat mengobral Tanah Air,” kata Iqbal Damanik dari Koalisi Tanah untuk Rakyat. (*)