Palembang, Sekaltim.co – Dunia seni tradisional Indonesia kembali berduka. Anna Kumari, maestro tari asal Palembang, Sumatera Selatan, meninggal dunia pada Jumat 13 September 2024, pukul 22.24 WIB di IGD Rumah Sakit dr Moehammad Hoesin (RSMH) Palembang.
Seniman yang dikenal sebagai pelestari budaya Palembang ini tutup usia di 79 tahun karena sakit komplikasi.
“Telah meninggal dunia ibunda kami Hj Anna Kumari binti Amantcik Rozak,” ungkap putrinya, Mirza Indah Dewi, melalui pesan singkat.
Jenazah disemayamkan di rumah duka Sanggar Anna Kumari, Jalan Kha Azhari 14 Ulu RT 18 No 760, dan dimakamkan setelah salat Ashar pada Sabtu 14 September 2024.
Anna Kumari, yang lahir di Palembang pada 10 November 1945, merupakan putri dari R.A. Amantjik Rozak, seorang Perintis Kemerdekaan RI.
Sejak kecil, ia telah menunjukkan kecintaannya pada seni dan budaya tradisional. Perjalanan karirnya di dunia tari dimulai pada tahun 1961 saat ia masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Maestro tari ini dikenal luas atas dedikasinya dalam melestarikan berbagai bentuk seni budaya Palembang, mulai dari tari, silat, teater, musik, seni suara, hingga kerajinan songket.
Tak hanya sebagai penari, Anna Kumari juga dikenal sebagai pencipta tari yang produktif dengan lebih dari 50 tarian telah diciptakannya.
Dua karyanya yang paling terkenal dan masih sering digunakan hingga kini adalah Tari Tepak Keraton dan Selendang Mayang.
Tari Tepak Keraton, yang diciptakan pada tahun 1966, bahkan menjadi tarian penyambutan tamu kehormatan yang menggantikan tari Gending Sriwijaya.
Kiprahnya di dunia tari tidak hanya terbatas di Palembang. Pada tahun 1961-1962, Anna Kumari menjadi penari Istana Negara.
Anna juga tampil dalam pembukaan pesta olahraga internasional Ganefo yang digagas oleh Presiden Soekarno pada tahun 1963.
Dedikasi Anna Kumari dalam melestarikan dan mengembangkan seni budaya Palembang mendapat pengakuan luas.
Pada tahun 2015, ia menerima Penghargaan Kebudayaan Kategori Pelestari dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Selain itu, ia juga menerima berbagai penghargaan lainnya, termasuk Anugerah Seniman dari KKP, Sriwijaya TV, dan Stisipol Chandradimuka.
Kontribusi Anna Kumari dalam dunia seni tidak hanya terbatas pada penciptaan tari.
Ia juga mendirikan Sanggar Tari Anna Kumari pada awal tahun 1963, yang berperan besar dalam mencetak generasi baru penari di Palembang.
Selain itu, ia juga aktif sebagai penulis, menghasilkan buku-buku tentang budaya Palembang seperti “Perkawinan 7 Hari 7 Malam” dan “Rebo Akhir: Tradisi Budaya Palembang yang Hampir Punah”.
Kisah hidup dan dedikasi Anna Kumari dalam melestarikan budaya Palembang diabadikan dalam film dokumenter berjudul “Anna Kumari: Jejak Langkah Maestro Tari Sumatera Selatan” yang diproduksi pada tahun 2023.
Kepergian Anna Kumari meninggalkan duka yang mendalam bagi dunia seni tradisional Indonesia, khususnya Sumatera Selatan.
Namun, warisan dan dedikasi hidupnya dalam melestarikan dan mengembangkan seni budaya Palembang akan terus hidup dan menginspirasi generasi mendatang. (*)