Bayi 6 Bulan Terindikasi Diare Meninggal di RSUD AW Sjahranie, Pemprov Bentuk Tim Investigasi

Samarinda, SEKALTIM.CO – Sebuah tragedi memilukan terjadi di RSUD AW Sjahranie, Samarinda, pada Kamis 18 Juli 2024. Seorang bayi berusia 6 bulan bernama Putri Nadhifah meninggal dunia saat mendapatkan penanganan medis yang terindikasi diare.

Balita tersebut berasal dari Muara Badak, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) dan menjani perawatan medis sejak akhir Juni 2024 lalu di RSUD AW Sjahranie.

Kejadian ini sontak memicu keprihatinan mendalam dari berbagai pihak, termasuk Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim).

Menanggapi insiden tersebut, Pj Gubernur Kaltim, Akmal Malik, bergerak cepat dengan melakukan inspeksi mendadak ke RSUD AW Sjahranie pada Jumat 19 Juli 2024.

Dalam kunjungannya, Akmal menyampaikan duka yang mendalam atas meninggalnya bayi Putri Nadhifah.

“Pertama-tama, izinkan kami atas nama pemerintah provinsi menyampaikan ucapan belasungkawa, duka yang sedalamnya untuk Ananda Putri Nadhifah yang meninggal dunia dalam penanganan kemarin. Kondisi yang diindikasikan diare, sungguh kami bersedih atas kondisi ini,” ungkap Akmal Malik dikutip dari keterangan pers Adpimprov Kaltim.

Pj Gubernur Kaltim menegaskan bahwa pemerintah tidak akan tinggal diam menghadapi kejadian ini.

Ia mengaku telah bergerak cepat berdasarkan informasi dan laporan dari Kepala Dinas Kesehatan, Dr. dr. Jaya Mualimin.

Langkah awal yang diambil adalah mengundang berbagai instansi terkait, termasuk Inspektorat, Dinas Kesehatan, Bappenda, dan BKD, untuk melihat secara utuh permasalahan yang terjadi.

“Kami langsung menanggapi secara cepat berdasarkan informasi dari Kepala Dinas Kesehatan. Saya undang di sini Inspektorat, Dinas Kesehatan, Bappenda, BKD untuk mencoba melihat secara utuh permasalahannya apa,” jelas Akmal.

Akmal menekankan bahwa evaluasi yang dilakukan bukan bertujuan untuk mencari kesalahan individu, melainkan lebih fokus pada perbaikan sistem ke depan. Tujuannya adalah mencegah terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.

“Tanpa bermaksud untuk mencari kesalahan, kita sebagai pelayan publik tentunya harus menyadari adanya hal-hal yang harus kita benahi ke depan. Apakah secara prosedural sudah sesuai SOP atau belum, atau mungkin infrastrukturnya yang kurang, atau mungkin kualitas kepegawaiannya yang harus kita benahi ke depan,” tambahnya.

Sebagai langkah konkret, Akmal Malik memerintahkan pembentukan tim khusus yang diberi nama “Squad Tim Penanganan Penyempurnaan Layanan Publik di RSUD AWS”.

Tim ini beranggotakan 7 instansi, yakni Dinas Kesehatan, Inspektorat, Bappenda, BKD, RSUD AWS, Biro Hukum, dan BKAD.

“Saya minta segera Pak Kadis membuat tim dengan anggota dari Dinas Kesehatan, Inspektorat, Bappenda, BKD, RSUD AWS, Biro Hukum, dan BKAD. Tim ini paling lama satu bulan harus melapor ke saya mengenai sistem yang berjalan sekarang, persoalan penganggarannya, kelembagaannya, dan tata kelolanya,” tutur Akmal.

Akmal Malik meminta tim ini optimal bekerja dalam satu bulan. “Besok dibuat SK-nya,” tegasnya.

Sementara itu, Direktur RSUD AW Sjahranie, dr. David Hariadi Masjhoer, menanggapi pernyataan Pj Gubernur dengan menyatakan kesiapannya untuk menjalani proses hukum dan audit yang akan dilakukan oleh Tim Squad.

“Pernyataan Pak Gubernur sangat tepat. Kasus kematian bayi ini memang sudah dilaporkan ke ranah hukum dan kita juga sudah diperiksa oleh kepolisian. Kami siap menjalani proses hukum dan Tim Squad yang dibentuk untuk mengaudit kembali pelayanan di RSUD AWS,” kata David.

David juga menegaskan bahwa semua prosedur yang dilakukan RSUD AWS dalam penanganan kasus ini telah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku.

“Dari hasil investigasi, semua prosedur yang kami lakukan sesuai dengan SOP. Namun, karena ini sudah di ranah hukum, saya tidak bisa bicarakan lebih jauh. Tapi secara singkat, semua prosedur yang dilakukan kepada pasien itu sesuai dengan SOP,” tegasnya.

Meskipun kasus ini telah masuk ke ranah hukum, David menyatakan keterbukaan pihak rumah sakit jika keluarga bayi Nadhifah ingin menempuh jalur kekeluargaan dan mediasi.

“Jadi kalau mereka meminta mediasi, kita juga sangat terbuka sekali,” pungkasnya.

Tragedi ini menyoroti pentingnya evaluasi menyeluruh terhadap layanan kesehatan publik di Kalimantan Timur.

Berbagai aspek, mulai dari prosedur penanganan medis, infrastruktur, hingga kualitas sumber daya manusia, perlu dikaji ulang untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan masyarakat.

Kasus kematian bayi Putri Nadhifah juga memicu diskusi lebih luas tentang penanganan diare pada bayi dan balita.

Kasus kematian bayi Putri Nadhifah di RSUD AW Sjahranie menjadi momentum penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan di bidang kesehatan untuk melakukan introspeksi dan perbaikan sistem.

Langkah cepat yang diambil oleh Pj Gubernur Akmal Malik dengan membentuk tim investigasi khusus menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini.

Ke depan, hasil investigasi dan rekomendasi dari Tim Squad diharapkan dapat menjadi landasan untuk perbaikan layanan kesehatan di Kalimantan Timur.

Tidak hanya itu, kasus ini juga harus menjadi pelajaran berharga bagi seluruh fasilitas kesehatan di Indonesia untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi kasus-kasus darurat, terutama yang melibatkan pasien rentan seperti bayi dan balita. (*)

Exit mobile version