
Sekaltim.co – Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen, menyampaikan keberatan keras setelah mengetahui namanya dicatut dalam proses penyusunan dan pengesahan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) oleh DPR RI. Padahal, pada periode yang diklaim DPR, Delpedro sedang berada di dalam penjara.
Kasus pencatutan nama ini terungkap setelah DPR RI merilis daftar pihak yang disebut menghadiri Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) penyusunan RKUHAP pada 25 September 2025. Dalam daftar tersebut tercantum nama Delpedro Marhaen sebagai wakil masyarakat sipil yang hadir dan memberikan masukan.
Faktanya, Delpedro telah ditahan sejak 1 September 2025 setelah dituding melakukan penghasutan dalam sebuah aksi unjuk rasa yang berujung kerusuhan pada akhir Agustus 2025.
Dari dalam Rumah Tahanan Salemba, Delpedro menuliskan surat keberatan yang diunggah pada Rabu, 19 November 2025. Ia menegaskan tidak pernah menghadiri rapat mana pun, apalagi memberikan legitimasi terhadap penyusunan RKUHAP sebab di dalam penjara sehingga mustahil ikut serta dalam diskusi RKUHAP. Ia menyayangkan bahwa lembaga legislatif tertinggi negara justru melakukan tindakan yang mencederai kepercayaan publik.
“Saya menolak dan keberatan nama saya dicatut untuk melegitimasi penyusunan RKUHAP yang sejak awal proses dan muatan materinya bermasalah,” melalui surat terbuka Selasa, 18 November 2025.
Ia menegaskan informasi yang disampaikan DPR adalah sesat, karena pada tanggal yang dimaksud, dirinya secara sah berada dalam tahanan. Bahkan ia mengingatkan, justru banyak kelemahan KUHAP saat ini yang seharusnya diperbaiki lewat RKUHAP, namun DPR dianggap gagal menjawab persoalan tersebut.
Delpedro memastikan bahwa dirinya serta Lokataru Foundation menolak RKUHAP yang baru disahkan, karena dinilai tidak mereformasi sistem peradilan sebagaimana dijanjikan.
Setelah kritik publik meluas, DPR RI kemudian merilis klarifikasi melalui akun Instagram resminya pada 19 November 2025. Mereka menyebut bahwa penyebutan nama “Delpedro Marhaen (Lokataru Foundation)” adalah kesalahan, dan yang dimaksud sebenarnya adalah “perwakilan Lokataru Foundation”.
Namun, dalam klarifikasi itu, pihak DPR tidak menyebut secara spesifik siapa perwakilan Lokataru yang hadir pada 29 September 2025. Koreksi tersebut hanya disertai permohonan maaf tanpa detail tambahan.
“Tertulis Delpedro Marhaen (Lokataru Foundation) seharusnya yang dimaksud adalah Perwakilan Lokataru Foundation dalam agenda RDPU pada 29 September 2025,” demikian klarifikasi Tim Media Sosial DPR RI, pada Instagram resmi, Rabu 19 November 2025, disertai permohonan maaf atas kesalahan pada publikasi sebelumnya.
Tak hanya Delpedro, BEM Universitas Diponegoro (Undip) juga mengalami hal serupa. Nama organisasi mahasiswa itu disebut turut memberikan masukan terkait RKUHAP. Namun BEM Undip dengan tegas membantah dan menyatakan tidak pernah menghadiri audiensi ataupun mengirimkan pernyataan resmi kepada DPR.
DPR kemudian meluruskan bahwa yang dimaksud ialah keterlibatan “Pekan Progresif 2024 BEM FH Undip” pada RDPU 20 Mei 2025. Namun, tidak seperti klarifikasi terhadap kasus Delpedro, pernyataan ini tidak disertai permintaan maaf, hanya ucapan terima kasih atas koreksi.
Polemik pencatutan nama ini membuat Koalisi Masyarakat Sipil mengambil langkah hukum. Mereka melaporkan 11 anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHAP ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) atas dugaan pelanggaran etik. (*)









