SEKALTIM.CO – Debat ketiga Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kalimantan Timur (Kaltim) yang terselenggara pada Jumat (22/11/2024) kemarin menyajikan diskusi penuh perdebatan antara pasangan petahana Isran Noor-Hadi Mulyadi dan kubu penantang Rudy Mas’ud-Ir Seno Aji.
Isran-Hadi sebagai sosok petahana Gubernur Kaltim menghadapi kritik tajam dari pasangan penantang Rudy-Seno terkait gagasan utama “Kaltim Berdaulat”, yang kembali dilanjutkan petahana di priode ini.
Capaian program “Kaltim Berdaulat” kata Rudy Mas’ud, belum sejalan dengan kondisi rill di lapangan. Kondisi ini memprihatinkan bagi calon gubernur nomor urut 02 tersebut.
“Bapak Isran Noor sering mengatakan Kaltim Berdaulat, tetapi fakta rillnya, banyak sektor justru menunjukkan hasil memprihatinkan. Indeks ketahanan pangan kita menurun dari 2021 hingga 2023,” ujarnya.
“Tingkat pengangguran terbuka mencapai 5,31 persen, tertinggi di Kalimantan. Selain itu, kasus stunting masih tinggi, jauh di atas rata-rata nasional. Jadi, apa yang sebenarnya dimaksud dengan Kaltim Berdaulat?” tanyanya.
Rudy Mas’ud juga menyoroti ketergantungan Provinsi Kaltim pada impor pangan. Sebanyak 50 persen kebutuhan beras di Provinsi Kaltim, masih ketergantungan dari daerah luar, seperti Sulawesi dan Jawa.
“Jika kita berbicara soal kedaulatan, bukankah seharusnya kita mampu memenuhi kebutuhan pangan sendiri. Nyatanya, kita masih saja ketergantungan dari daerah luar,” imbuhnya.
Isran Noor merespons kritik tersebut dengan membantah sejumlah data yang disampaikan. Seperti halnya terkait belanja pegawai, yang hanya 15,9 persen, bukan 49,9 persen.
“Tolong data ini diperiksa kembali,” kata Isran Noor.
Ia juga menjelaskan bahwa ketahanan pangan tidak selalu berarti produksi lokal. Melainkan, ketahanan pangan itu soal bagaimana bahan pangan dapat tersedia dan terjangkau bagi masyarakat, bukan harus diproduksi sendiri.
“Kami bekerja sama dengan daerah penghasil seperti Sulawesi dan Jawa untuk memastikan kebutuhan pangan tercukupi. Selama 5 tahun terakhir, Kaltim memiliki catatan terbaik dalam menjaga inflasi, bahkan kita mendapatkan penghargaan dari pemerintah pusat,” jelasnya.
Kendati begitu, Rudy Mas’ud tetap bersikukuh mempertanyakan makna kedaulatan yang digaungkan Isran Noor selama 5 tahun ini. Menurut pria kelahiran Balikpapan tersebut, kedaulatan itu harus berarti kemandirian.
“Jika separuh kebutuhan pangan kita masih diimpor, bagaimana Kaltim ini bisa disebut berdaulat. Ditambah lagi, dengan APBD kita terbesar ke-5 di Indonesia, seharusnya kita mampu mengatasi masalah pengangguran, kemiskinan, dan stunting dengan lebih baik,” tegasnya.
Perdebatan memanas pun terjadi ketika Rudy Mas’ud menekankan, ironinya Provinsi Kaltim sebagai daerah yang kaya sumber daya, tetapi masyarakatnya masih menghadapi berbagai persoalan sosial.
“Kaltim itu disebut negeri Gemah Ripah Loh Jinawi, tetapi kenyataannya masih banyak rakyat kita yang hidup dalam kemiskinan. Ini harusnya menjadi tanggung jawab pemimpin untuk membuktikan bahwa kekayaan daerah ini benar-benar bisa dinikmati masyarakat,” tandasnya.
Debat malam itu memperlihatkan perbedaan panas antara petahana dan sang penantang terhadap tantangan yang dihadapi Provinsi Kaltim selama ini. Isran Noor menekankan capaian pemerintahannya, sementara Rudy Mas’ud mendesak adanya perubahan mendasar yang lebih konkret.
Masyarakat Kaltim kini memiliki tugas besar untuk memilih pemimpin Kaltim yang dapat membawa provinsi ini ke arah yang lebih baik. Apakah slogan “Kaltim Berdaulat” dapat diwujudkan atau tetap menjadi retorika, keputusan ada di tangan para pemilih.