SEKALTIM.CO – Dipisahkan Qunut Disatukan Tambang tertulis pada sehelai spanduk yang terbentang saat Forum Cik Ditiro melakukan aksi protes kepada Muhammadiyah pada 27-28 Juli 2024.
Pada spanduk protes itu juga tampak dua wajah karikatural yang menyertai tulisan Dipisahkan Qunut Disatukan Tambang.
Dipisahkan Qunut Disatukan Tambang itu juga mewarnai suasana aksi Forum Cik Ditiro di Universitas ‘Aisyiyah’ (Unisa) Yogyakarta saat Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah menggelar rapat konsolidasi nasional.
Forum Cik Ditiro, sebuah kelompok aktivis, melakukan aksi protes terhadap kemungkinan Muhammadiyah menerima tawaran pemerintah untuk mengelola tambang.
Aksi protes ini menarik perhatian publik karena menyoroti isu kontroversial terkait keterlibatan organisasi kemasyarakatan (ormas) dalam pengelolaan sumber daya alam.
Para demonstran membawa spanduk-spanduk dengan pesan kritis, seperti “Dipisahkan Qunut, Disatukan Tambang,” yang menyindir perbedaan pandangan antara Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) dalam hal ibadah, namun kesamaan sikap dalam menerima tawaran pengelolaan tambang.
Masduki, inisiator Forum Cik Ditiro, menegaskan bahwa aksi ini merupakan bentuk protes simbolis.
“Kami mengingatkan Muhammadiyah untuk menjaga kewarasan, akal sehat bahwa ormas itu tugasnya menjadi masyarakat sipil, organisasi yang mengontrol negara, pemerintah, dan berpihak pada kepentingan warga negara,” ujarnya dikutip dari MI, 28 Juli 2024.
Kekhawatiran utama yang disuarakan Forum Cik Ditiro adalah potensi dampak negatif dari pengelolaan tambang, tidak hanya terhadap lingkungan tetapi juga terhadap integritas ormas itu sendiri.
“Dalam kasus tambang ini, kami melihat penyakitnya, ancamannya, atau indikasinya ada tiga. Pertama, tambang itu merusak. Kedua, tambang itu merusak. Ketiga, tambang itu merusak,” tegas Masduki.
Sementara itu, pihak Muhammadiyah belum memberikan pernyataan resmi terkait isu ini. Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, menyatakan melalui media sosial bahwa keputusan resmi akan diumumkan setelah konsolidasi nasional selesai.
Kontroversi ini menyoroti dilema yang dihadapi ormas besar seperti Muhammadiyah dalam menyeimbangkan peran mereka sebagai organisasi masyarakat sipil dengan peluang ekonomi yang ditawarkan pemerintah.
Keputusan akhir Muhammadiyah akan sangat dinantikan dan berpotensi mempengaruhi hubungan antara ormas, pemerintah, dan masyarakat di masa depan. (*)