DPR dan Pemerintah Sepakati Revisi UU BUMN, Larang Menteri Rangkap Jabatan

Sekaltim.co – Revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi memastikan adanya larangan rangkap jabatan bagi menteri maupun wakil menteri sebagai direksi, komisaris, atau dewan pengawas di BUMN.
Keputusan revisi UU BUMN ini menjadi tindak lanjut dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menekankan perlunya pemisahan fungsi eksekutif dengan pengelolaan perusahaan negara.
Kesepakatan tersebut diambil dalam rapat Komisi VI DPR bersama pemerintah di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat 26 September 2025.
Anggota Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, menyebut larangan rangkap jabatan ini sebagai bentuk penguatan tata kelola dan independensi BUMN. “Larangan rangkap jabatan untuk menteri dan wakil menteri sebagai tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi,” kata Andre.
Revisi UU BUMN tidak hanya mengatur soal larangan rangkap jabatan, tetapi juga mengubah nomenklatur Kementerian BUMN menjadi Badan Pengaturan (BP) BUMN.
Lembaga baru ini akan memegang kewenangan strategis, termasuk pengelolaan saham Seri A Dwiwarna dengan persetujuan presiden.
Perubahan tersebut diharapkan dapat meningkatkan transparansi, profesionalisme, serta mengurangi intervensi politik dalam pengelolaan BUMN.
Secara keseluruhan, revisi UU BUMN mengubah 84 pasal dan melahirkan 11 poin utama.
Beberapa di antaranya mencakup kesetaraan gender dalam jabatan strategis BUMN, pengaturan perpajakan antar badan dan holding, hingga penguatan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam melakukan audit keuangan perusahaan negara.
Selain itu, aturan transisi pasca putusan MK juga diatur secara rinci agar proses peralihan kelembagaan berjalan mulus.
Putusan MK sebelumnya menilai praktik rangkap jabatan menteri di BUMN menimbulkan konflik kepentingan.
Oleh karena itu, revisi UU BUMN dinilai penting untuk menjaga agar perusahaan negara lebih fokus pada bisnis, bukan politik. “BUMN harus fokus bisnis, bukan politik,” tegas Andre.
DPR menargetkan revisi UU BUMN rampung pada akhir 2025 dan masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas. Dengan munculnya aturan baru ini, diharapkan perusahaan pelat merah mampu memperkuat perannya sebagai motor penggerak ekonomi nasional tanpa terjebak konflik kepentingan pejabat politik. (*)









