NEWS SEKALTIMWACANA

Gubernur Kaltim di Podcast Akbar Faizal Uncencored, Dana Bagi Hasil Kaltim Dipotong hingga 73 Persen

Sekaltim.co – Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim) Rudy Mas’ud menyoroti kebijakan kontroversial pemerintah pusat yang memangkas dana bagi hasil dan dana transfer ke daerah (TKD) dalam jumlah besar.

Rudy sampaikan hal itu dalam podcast Akbar Faizal Uncensored bertajuk “Menkeu Berulah, Gubernur Kaltim Merintih. Ketua Asosiasi Bupati Tuntut Prabowo Ganti Purbaya”, yang tayang pada Selasa, 14 Oktober 2025.

Dalam podcast tersebut, Rudy hadir secara virtual bersama Mursal Sarnubi, Ketua Asosiasi Pemerintahan Kabupaten Seluruh Indonesia (Apkasi) sekaligus Bupati Lahat.

Rudy menilai kebijakan pemotongan dana dari pusat berdampak besar bagi daerah, termasuk Kalimantan Timur (Kaltim) yang disebut mengalami penurunan paling signifikan.

Menurut Rudy, pemotongan dana dari pusat ke Kaltim terutama berdampak pada Dana Bagi Hasil (DBH). Sementara Kaltim tidak mempermasalahkan Dana Transfer Ke Daerah (TKD).

“Berkaitan dengan dana transfer daerah ini kita tidak persoalkan. Yang kita persoalkan adalah berkaitan dengan dana bagi hasil,” kata Rudy.

Untuk DBH, ungkap Rudy, pemotongan mencapai sekitar 73 persen, sementara TKD hampir 75 persen. Secara keseluruhan, total pemotongan untuk provinsi, kabupaten, dan kota di Kaltim sekitar Rp20 triliun.

“Secara overall itu, Kaltim itu pemotongan kurang lebih sekitar Rp20 triliun untuk kabupaten kota. Kabupaten kota dan provinsi itu kurang lebih sekitar Rp20 triliun. Besar sekali,” kata Rudy.

Dari angka itu, kata Rudy, seharusnya Pemprov Kaltim bisa menerima minimal Rp5,5 triliun. Tapi yang masuk ke kas provinsi hanya sekitar Rp1,6 triliun setelah dipotong 73 persen.

“Kira-kira yang tersisa dari PNBP yang dana bagi hasil tadi ini yang sudah dipotong banyak ini, yang masih tersisa adalah hanya tinggal dipotong lagi kita kan 73%. Kaltim tersisa hanya Ro1,6 triliun. Harusnya minimum Rp5,5 triliun di luar daripada dana yang belum dibagikan. Ini hanya provinsi saja,” jelasnya.

Rudy menilai sistem pembagian DBH yang saat ini berjalan tidak adil bagi daerah penghasil sumber daya alam. Ia menyebut, meski Kaltim menjadi tulang punggung ekonomi nasional, daerah justru menerima hasil yang tidak sebanding.

Menurut Gubernur Rudy, Kalimantan Timur ini penyumbang besar bagi negara, tapi justru paling banyak dipotong. Kaltim merupakan salah satu penyumbang terbesar DBH nasional, khususnya dari sektor batubara dan migas.

Berdasarkan data yang dimilikinya, dari total penjualan hasil tambang nasional sebesar Rp834 triliun, sekitar 56 persen atau Rp432 triliun berasal dari Kalimantan Timur.

Namun, setelah melalui berbagai potongan seperti spending mandatory (pendidikan dan kesehatan) sebesar 4 persen, serta biaya lain sesuai PP Nomor 19, bagian yang diterima daerah hanya tinggal sekitar 9,5 persen dari total PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak).

Lebih lanjut, Rudy juga menyoroti ketimpangan dalam sektor kehutanan dan perkebunan. Ia mencontohkan, dari 8 juta hektare hutan dan 3 juta hektare lahan perkebunan di Kaltim, kontribusi DBH untuk daerah nyaris tidak signifikan.

“Sebagai gambaran kanda, dana yang namanya dana bagi hasil di sektor kehutanan itu kami dari 8 juta hektare, kami hanya dapat PNBP itu 0% yang bisa dipakai untuk sebagai pendapatan asli daerah,” kata Rudy.

Sementara di sektor perkebunan yang sudah berproduksi 1,5 juta hektare, Kaltim hanya mendapat Rp8 miliar tahun ini.

“Kami hanya kebagian yang namanya sektor dana bagi hasil di bidang perkebunan hanya Ro8 miliar kanda tahun ini (2025-Red). Tahun kemarin (2024-Red) kurang lebih sekitar Rp16 miliar.

Menurut Rudy, konsesi perkebunan dikuasai hingga 50-100 tahun. Tapi negara hanya menarik retribusi Rp30 ribu per hektare. Seharusnya minimal Rp300 ribu.

“Negara hanya mendapatkan 30.000 per hektare. Paling tidak Pak Menteri Keuangan harusnya bisa menarik retribusi di sini minimum 300.000 lah per hektare. Janganlah 30.000 per hektare,” jelasnya.

Sebelumnya, sebanyak 19 gubernur se-Indonesia telah bertemu dengan Menkeu Purbaya Yudi Sadewa di Jakarta pada 7 Oktober 2025, guna menyampaikan aspirasi atas kebijakan pemotongan dana pusat ke daerah. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button