SEKALTIM.CO – Ketimpangan gender masih menjadi persoalan penting dalam pembangunan di Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Kalimantan Timur yang dirilis pada 6 Mei 2024, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) mencatat Indeks Ketimpangan Gender (IKG) tertinggi di provinsi tersebut pada tahun 2023, yakni 0,544. Sementara itu, Kota Balikpapan menjadi wilayah dengan ketimpangan gender terendah, hanya 0,178.
Kepala BPS Kaltim, Yusniar Juliana, menjelaskan bahwa pencapaian IKG di provinsi ini cukup bervariasi antar kabupaten/kota sepanjang periode 2018-2023. Hal tersebut mengindikasikan ketimpangan gender masih menjadi masalah yang perlu diatasi dalam pembangunan di daerah ini.
“Untuk tahun 2023, terdapat kabupaten/kota dengan ketimpangan gender di bawah rata-rata provinsi, yaitu Kutai Barat, Berau, Mahakam Ulu, Kota Balikpapan, dan Kota Samarinda. Kemudian untuk ketimpangan gender terendah berada di kota Balikpapan. Sementara ketimpangan gender tertinggi berada di Kabupaten Penajam Paser Utara,” ungkap Yusniar.
Meski begitu, secara keseluruhan, IKG Kalimantan Timur menunjukkan tren penurunan sejak 2018 hingga 2023, meskipun terjadi sedikit kenaikan di tahun 2022. Dalam kurun waktu enam tahun tersebut, IKG di provinsi ini berkurang 0,083 poin atau rata-rata turun 0,017 poin per tahun.
“Hal ini mengindikasikan ketimpangan gender yang semakin mengecil atau kesetaraan yang semakin membaik. Selama enam tahun terakhir, capaian IKG Kalimantan Timur juga selalu lebih rendah dari capaian IKG Nasional,” jelas Yusniar.
Penurunan Tajam di 2021
Penurunan ketimpangan gender terbesar di Kalimantan Timur terjadi pada 2021, yakni turun 0,031 poin dari tahun sebelumnya. Menurut Yusniar, hal ini dipengaruhi perbaikan pada dimensi kesehatan reproduksi serta makin setaranya dimensi pemberdayaan dan dimensi pasar tenaga kerja.
IKG merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur kesetaraan gender. Semakin rendah angka IKG, maka semakin kecil ketimpangan gender di suatu wilayah. Indeks ini disusun dari tiga dimensi, yakni kesehatan reproduksi, pemberdayaan, dan pasar tenaga kerja.
Untuk dimensi kesehatan reproduksi, indikator yang digunakan adalah proporsi perempuan pernah kawin usia 15-49 tahun yang melahirkan hidup tidak di fasilitas kesehatan (MTF) dan proporsi perempuan pernah kawin usia 15-49 tahun yang saat melahirkan hidup pertama berusia kurang dari 20 tahun (MHPK20).
Data BPS menunjukkan, angka MTF di Kalimantan Timur terus menurun dari 0,134 pada 2018 menjadi 0,069 pada 2023. Artinya, pada 2023 proporsi perempuan pernah kawin yang melahirkan tidak di fasilitas kesehatan menurun menjadi 69 dari sebelumnya 134 per 1.000 perempuan pernah kawin usia 15-49 tahun yang pernah melahirkan anak lahir hidup pada 2018.
Sementara untuk dimensi pasar tenaga kerja, indikator yang digunakan adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Tercatat, TPAK laki-laki naik 0,76 persen poin dari 82,06 persen (2018) menjadi 82,82 persen (2023). Sedangkan TPAK perempuan naik lebih tinggi, 1,68 persen poin, dari 45,18 persen (2018) menjadi 46,86 persen (2023).
“Kondisi ini menggambarkan bahwa kesempatan antara laki-laki dan perempuan untuk memasuki pasar kerja di Provinsi Kalimantan Timur semakin setara,” tutur Yusniar.
Adapun dimensi pemberdayaan dibentuk dari dua indikator, yakni persentase anggota legislatif dan persentase penduduk 25 tahun ke atas yang berpendidikan SMA ke atas. Sepanjang 2018-2023, persentase perempuan sebagai anggota legislatif cenderung meningkat, mengindikasikan peran perempuan dan laki-laki dalam pengambilan keputusan semakin setara.
Peningkatan di 5 Kabupaten/Kota
Meski secara keseluruhan IKG Kalimantan Timur menurun, pada 2023 terdapat peningkatan ketimpangan gender di lima kabupaten/kota dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan ini menunjukkan ketidaksetaraan yang semakin lebar antara capaian pembangunan laki-laki dan perempuan.
“Hal ini perlu menjadi perhatian pemerintah daerah untuk meminimalkan hilangnya potensi pembangunan akibat adanya ketimpangan gender,” tegas Yusniar.
Peningkatan IKG terbesar pada 2023 terjadi di Kabupaten Berau, naik 0,122 poin. Menurut Yusniar, hal ini terutama diakibatkan penurunan kinerja pada dimensi kesehatan reproduksi di kabupaten tersebut.
Dengan tetap adanya kesenjangan gender di beberapa wilayah, Yusniar berharap seluruh pemangku kepentingan dapat terus mengupayakan kesetaraan pembangunan bagi laki-laki dan perempuan. Sebab, ketimpangan gender dapat menghambat potensi pembangunan yang ingin dicapai.
“Perlu ada kerja sama yang baik antar pemangku kepentingan terkait untuk terus mendorong kesetaraan dan keadilan gender di semua sektor,” pungkas Yusniar. (*)