Paser, Sekaltim.co – Sejarah perjuangan Sultan Ibrahim Chaliluddin dari Kesultanan Paser Kalimantan Timur (Kaltim) mewarnai jejak kemerdekaan Indonesia. Kisah heroiknya menjadi yang belum sepenuhnya terungkap.
Senin 25 November 2024, momentum bersejarah kembali terukir saat Pemerintah Kabupaten Paser melalui Staf Ahli Bupati Bidang Kesejahteraan Rakyat, Afrah Nahetha, ST, MM, menandatangani dukungan pencalonan Sultan Ibrahim Chaliluddin sebagai pahlawan nasional.
Pengusulan gelar pahlawan nasional untuk Sultan Ibrahim Chaliluddin sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1994 oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim). Namun, selama hampir tiga dekade, usulan tersebut belum terealisasi.
Kini, semangat untuk mengangkat kembali jasa dan perjuangan Sultan terakhir Kesultanan Paser ini kembali membara melalui seminar bertajuk “Raja Pejuang yang Terlupakan”.
“Melalui sejarah, kita banyak belajar nilai-nilai kepahlawanan seperti keberanian, keikhlasan, dedikasi, dan cinta tanah air. Yang paling utama adalah menghindari perpecahan antara sesama. Salah satu raja pejuang Paser yang terlupakan adalah AJI MEJE atau LAM MEJE yang bergelar Sultan Ibrahim Chaliluddin,” ungkap Afrah Nahetha.
Kisah Heroik Sang Sultan
Sultan Ibrahim Chaliluddin, yang juga dikenal dengan gelar Sultan Bungut atau Sultan Sombeng, diangkat menjadi Sultan Paser oleh Pemerintah Kolonial Hindia Belanda pada 8 Juli 1900. Ia merupakan Sultan terakhir yang berkuasa di Kesultanan Paser hingga tahun 1906. Masa pemerintahannya diwarnai dengan berbagai perjuangan dan konflik dengan pihak kolonial Belanda.
Keberanian dan sikap patriotik Sultan Ibrahim Chaliluddin tercermin dalam keputusannya untuk mendukung perlawanan rakyat Paser terhadap kolonialisme Belanda. Meskipun pada 7 April 1906 ia terpaksa menandatangani penyerahan kekuasaan Kesultanan Paser kepada pemerintah Kolonial Belanda, semangat perlawanannya tidak pernah padam.
Perang Paser: Bukti Heroisme Rakyat
Penyerahan kekuasaan tersebut memicu “Perang Paser”, sebuah perlawanan besar yang dipimpin oleh Pangeran Panji Kesuma Negara. Lebih dari 600 pejuang Paser, dengan persenjataan tradisional seperti Mendau, Otak Sondri, bujok (tombak), dan potan (sumpit beracun), berhadapan dengan pasukan kolonial Belanda yang dipersenjatai modern.
Dalam pertempuran pertama, pasukan Paser berhasil mengalahkan satu kompi pasukan Belanda, meskipun harus kehilangan 200 pejuang termasuk Panglima Wana. Perang kemudian meluas ke berbagai wilayah seperti Bakau-Tanah Bumbu, Bekoso-Batu Bura, Damit, Komam, dan wilayah-wilayah lainnya.
Perjuangan Berlanjut Melalui Sarekat Islam
Pada tahun 1913, perlawanan mengambil bentuk baru melalui organisasi Sarekat Islam di Tanah Grogot, dengan Sultan Ibrahim Chaliluddin sebagai ketuanya. Organisasi ini menjadi wadah bagi para pejuang Paser untuk melanjutkan perlawanan terhadap kolonial Belanda.
Awal tahun 1915 menjadi saksi pecahnya Perang Paser kedua yang dipimpin oleh Pangeran Perwira Negara (Aji Danda) dengan dukungan penuh dari Sultan Ibrahim Chaliluddin. Perlawanan ini berlangsung hingga tahun 1918, menelan korban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit dari kedua belah pihak.
Pengasingan dan Akhir Hidup
Keterlibatan Sultan Ibrahim Chaliluddin dalam perjuangan membawanya pada pengasingan. Ia ditangkap dan diasingkan ke Teluk Betung (Lampung), kemudian dipindahkan ke Batavia, dan terakhir ke Cianjur, Jawa Barat. Sultan Ibrahim Chaliluddin wafat dalam pengasingan pada tahun 1934 dan dimakamkan di kompleks pemakaman Pangeran Hidayatullah, Jalan Pangrango, Cianjur.
Seminar Pengusulan Pahlawan Nasional
Seminar yang digelar di ruang Rapat Sadurengas menghadirkan narasumber berkompeten, yakni Ketua Yayasan Sultan Ibrahim Chaliluddin, Adjie Benni Syarief Fiermansyah Chaliluddin dari Cianjur, dan Sejarawan Publik Muhammad Sarip dari Samarinda. Kehadiran ahli waris Sultan dalam seminar ini memberikan nilai tambah dalam penggalian informasi otentik, didukung dengan dokumen-dokumen asli peninggalan Sultan.
“Dengan hadirnya ahli waris di tengah kita, akan memberikan kemudahan menggali informasi otentik terkait sang pejuang Paser, karena disertai dokumen-dokumen asli peninggalan beliau,” tambah Afrah Nahetha.
Upaya pengusulan Sultan Ibrahim Chaliluddin sebagai pahlawan nasional merupakan bentuk penghargaan atas jasa dan pengorbanannya dalam mempertahankan kedaulatan dan martabat bangsa. Seminar ini juga menjadi momentum penting dalam upaya mengenalkan sosok pahlawan lokal kepada generasi muda dan memperkaya khazanah sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. (*)