Kasus Kekerasan di Kaltim Meningkat, Capai 1.108 pada 2023, Simak yang Tertinggi

Samarinda, SEKALTIM.CO – Jumlah kasus kekerasan di Provinsi Kalimantan Timur mengalami peningkatan yang cukup signifikan dalam 5 tahun terakhir. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), terjadi lonjakan penginputan kasus pada tahun 2023 mencapai 1.108 kasus, lebih banyak 163 kasus dibanding tahun sebelumnya.

Kepala Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Provinsi Kaltim Noryani Sorayalita menyampaikan data tersebut saat kegiatan Rembuk Etam Goes To Campus di Politeknik Negeri Samarinda, Jumat 22 Maret 2024.

Soraya merinci, pada 2019 kasus kekerasan di Kaltim sebanyak 623 kasus. Jumlah itu terus meningkat di tahun-tahun berikutnya, yaitu 656 kasus (2020), 551 kasus (2021), 946 kasus (2022), hingga mencapai puncaknya 1.108 kasus di 2023.

Sementara jika dilihat per kabupaten/kota, berdasarkan data bulan Februari 2024, kasus kekerasan terbanyak terjadi di Kota Samarinda dengan 57 kasus dilaporkan.

Dari total 196 korban kekerasan yang tercatat, perempuan menjadi korban terbanyak dengan 127 anak dan 69 orang dewasa.

Bentuk kekerasan yang paling banyak dialami adalah kekerasan seksual sebesar 38,8% atau 83 orang, diikuti kekerasan fisik 30,8% (66 orang), dan kekerasan psikis 15,4% (33 orang).

“Sedangkan jika dilihat berdasarkan tempat kejadian, kasus kekerasan paling banyak terjadi di rumah tangga, yaitu 70 kasus,” ungkap Noryani Sorayalita melalui keterangan tertulis DKP3A Kaltim, Selasa 26 Maret 2024.

Khusus untuk kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), Kota Samarinda kembali menjadi yang tertinggi dengan 18 kasus dan 21 korban tercatat. Sementara jika dilihat dari hubungan pelaku dengan korban, mayoritas dilakukan oleh pacar/teman sebanyak 33 orang.

Meningkatnya kasus kekerasan ini menjadi perhatian besar Pemerintah Provinsi Kaltim. Beberapa langkah telah diambil seperti pembentukan Pusat Pembelajaran Keluarga (Puspaga) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA).

Menurut Noryani Sorayalita, Puspaga berperan sebagai one stop service bagi keluarga dalam menghadapi permasalahan anak. Sedangkan UPTD PPA melayani perempuan dan anak korban kekerasan, diskriminasi, dan masalah perlindungan anak lainnya.

Soraya mengimbau masyarakat untuk berani melapor jika mengalami kekerasan agar segera mendapat pendampingan. Sejumlah saluran pengaduan juga telah disediakan seperti Aplikasi Simfoni PPA, SAPA dari Kementerian PPPA, dan SI LINGGA yang dikelola UPTD PPA Kaltim.

“Ini menjadi arahan Presiden agar melakukan upaya penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak. Kami mengajak semua pihak agar bersama melakukan upaya pencegahan secara menyeluruh dan berkelanjutan dengan dukungan semua pihak,” pungkas Soraya. (*)

Exit mobile version