SEKALTIM.CO – Program Sastra Masuk Kurikulum yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) Republik Indonesia menuai sorotan dari warga kebudayaan nasional.
Sorotan datang usai peluncuran buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra (2024) yang diluncurkan langsung oleh Mendikbudristek Nadiem Anwar Makarim di Jakarta pada Senin, 20 Mei 2024.
Di dalam buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra (2024) itu tertulis jelas menyebutkan bahwa penulis buku antologi puisi O, Amuk Kapak, Sutardji Calzoum Bachri meninggal dunia pada tanggal 17 Juli 2020.
Padahal faktanya, sang penulis masih sehat walafiat hingga hari diluncurkannya buku panduan tersebut.
Sutardji lahir di Rengat, Riau, pada tanggal 24 Juni 1941. Sutardji dianggap sebagai salah satu pelopor Angkatan 66 dan Presiden Penyair Indonesia.
Tardji terkenal dengan puisinya yang eksperimental, imajinatif, dan penuh metafora, serta seringkali memecah struktur dan aturan tata bahasa tradisional.
Penjelasan bahwa Sutardji Calzoum Bachri meninggal dunia terdapat di halaman 436 Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra yang dikuratori oleh Eka Kurniawan dan tim, yang bisa ditatap di bagian latar belakang penulis. Hoax dan fatal ini menuai kecaman dari sejumlah sastrawan dan penikmat sastra tanah air.
“RIP, Bang Tardji, Pelopor Angkatan 66!” tulis Saut Situmorang di laman media sosialnya pada Minggu, 26 Mei 2024 sembari menulis tagar #SastraMasukKurikulum.
Buku ini terbit di tengah klaim menteri program sastra masuk kurikulum menandai keseriusan Kemendikbudristek meningkatkan minat baca dan kemampuan literasi peserta didik.
Tetapi kehadiran buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra (2024) terbitan Kemendikbudristek untuk siswa Indonesia menyebarkan informasi keliru dan menyesatkan.
“Berdasar hal ini kita bisa asumsikan jika Kemendikbud adalah departemen yang tidak mendidik dan tidak berbudaya,” tulis Phalayasa Sukmakarsa merespons status Saut Situmorang.
“Miris, dan benar apa yang disampaikan Kang Maman S Mahayana. Ternyata begini cara kerja Tim Kurator Sastra Masuk Kurikulum Sekolah. Bang Sutardji Calzoum Bachri lahir tanggal 24 Juni 1941, meninggal dunia tanggal 17 Juli 2020. Masya Allah. Semoga Bang SCB senantiasa dalam keadaan sehat. Amin,” tulis Nanang Ribut Supriyatin.
Merespons lahirnya Buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra (2024), sastrawan Nirwan Dewanto juga diketahui melayangkan protes keras yang dilayangkan kepada para kurator atau penyusun dengan tembusan kepada pelindung, pengarah, dan penanggung jawab serta tim penyusun dan editor di pusat perbukuan.
Nirwan Dewanto menilai Buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra (2024) sama sekali tidak memenuhi standar perbukuan mana pun: sajiannya buruk, penyuntingannya buruk, bahasanya buruk, isinya buruk, dan seterusnya.
“Saya katakan satu hal saja, sebagai contoh: ‘buku’ itu menyebarkan disinformasi, jika bukan kebohongan; mengandung bukan hanya kesalahan-keteledoran, tetapi kesalahan yang bersifat ‘sistematis’ akibat cara kerja yang bobrok. Susah dipercaya, bagaimana mungkin hasil kerja yang seceroboh dan seburuk ini (akan) digunakan untuk memajukan pendidikan dan persekolahan. Sungguh cara kerja yang berbanding terbalik dengan prinsip merdeka mengajar dan merdeka belajar,” demikian petikan kritis Nirwan Dewanto dalam surat terbukanya.
Kesalahan fatal dalam Buku Panduan Penggunaan Rekomendasi Buku Sastra (2024) yang menyebutkan Sutardji Calzoum Bachri telah meninggal dunia menjadi pukulan besar bagi program Sastra Masuk Kurikulum yang digadang-gadang akan meningkatkan minat baca dan kemampuan literasi peserta didik. Kemendikbudristek diharapkan dapat segera meluruskan kesalahan ini dan meminta maaf kepada pihak-pihak yang dirugikan, khususnya Sutardji Calzoum Bachri sendiri sebagai salah satu ikon sastra Indonesia.
Petikan buku tersebut:
Sutardji Calzoum Bachri menjadi salah satu ikon penting dalam perpuisian Indonesia, beliau merupakan penyair satu-satunya yang mendapat Hadiah Sastra Chairil Anwar dari Dewan Kesenian Jakarta. Sajak-sajaknya telah dikutip dan diambil untuk berbagai kepentingan mulai dari tulisan ilmiah hingga demonstrasi politik.
Lahir di Rengat, Ria, pada tanggal 24 Juni 1941, beliau dianggap sebagai salah satu
pelpor (salah ketik, red) Angkatan 66 dan Presiden Penyair Indonesia. Beliau terkenal dengan puisinya yang eksperimental, imajinatif, dan penuh metafora, dan seringkali memecah struktur dan aturan tata bahasa tradisional.
Beliau meninggal dunia pada tanggal 17 Juli 2020, meninggalkan warisan yang kaya dalam dunia sastra Indonesia. Karyanya terus dibaca dan dipelajari oleh generasi baru penyair dan pecinta sastra dan akan selalu dikenang sebagai salah satu maestro puisi Indonesia. (*)