SEKALTIM.CO – Pertemuan wanita berwarga Negara Indonesia berinisial DBM dan pria asal Pakistan dengan inisial MAK di aplikasi online live streaming bigo kini harus berujung pada ancaman pidana ringan.
Hal itu dibenarkan Washington Saut Dompak Napitupulu selaku Kepala Imigrasi Kelas I Samarinda. Diceritakannya, pertemuan DBM dan MAK berawal dari perkenalan biasa, tapi berkembang menjadi hubungan yang lebih serius.
Dari hasil penyelidikan lanjut dia, aplikasi yang dipakai keduanya adalah live streaming bigo. Kemudian, berlanjut ke WhatsApp dan mereka bertemu langsung ketika MAK ke Indonesia menggunakan visa kunjungan wisata.
“Setelah di Indonesia, keduanya melakukan pernikahan siri pada tahun 2022,” ujarnya pada Jumat (11/10/2024) di Kantor Imigrasi Kelas I TPI Samarinda, jalan Ir Juanda.
Selama di Indonesia, MAK sempat bekerja sebagai buruh bangunan selama tiga bulan dan ojek non aplikasi. DBM dan MAK saling membantu untuk memenuhi kebutuhan satu sama lain.
Hubungan keduanya tampak berjalan dengan baik, meski MAK tinggal di Indonesia dengan visa yang sah. Namun, tak lama kemudian, di tahun 2023, masalah mulai muncul ketika izin tinggal MAK habis.
“Berdasarkan regulasi, batas waktu tinggal MAK di Indonesia ini sudah habis. Meski MAK tidak lagi memiliki izin tinggal yang sah, DBM tetap saja memberikan pemondokan dan perlindungan bagi suaminya tersebut. Ini masalahnya,” jelasnya.
Mengetahui situasi itu, Kantor Imigrasi Kelas I Samarinda segera mengamankan DBM karena diduga melanggar Pasal 124 huruf b Undang-Undang RI Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Pasal tersebut menyebutkan bahwa siapa saja yang dengan sengaja menyembunyikan atau memberikan pemondokan kepada WNA yang izin tinggalnya habis, dapat dikenai pidana kurungan hingga tiga bulan atau denda maksimal Rp25 juta.
Meskipun tindakan DBM didorong oleh alasan kemanusiaan dan kasih sayang kepada sang suami, hukum tetap harus ditegakkan. Kasus ini akan dikawal sesuai prosedur hukum yang berlaku.
MAK sendiri menghadapi deportasi sesuai dengan Pasal 78 ayat 3 Undang-undang RI Nomor 6 Tahun 2011, yang berbunyi bahwa WNA yang melebihi izin tinggal lebih dari 60 hari dapat dideportasi dan dicekal selama dua tahun, dengan kemungkinan perpanjangan.
“Kami akan terus menindaklanjuti kasus ini sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Kami berharap dapat memberikan keadilan kepada semua pihak yang terlibat,” terangnya.