Samarinda, Sekaltim.co – Di balik gemerlap industri minyak, gas, dan batubara yang mendominasi perekonomian Kalimantan Timur (Kaltim), tersimpan potensi besar dari sektor kelautan yang belum banyak tersentuh. Seorang pemuda berusia 26 tahun asal Balikpapan mampu membuktikan bahwa rumput laut bisa menjadi “emas hijau” yang tak kalah menjanjikan.
Ardis Christian, penerima penghargaan Pemuda Pelopor bidang Inovasi Teknologi dari Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Kaltim, telah membuka jalan bagi pengembangan industri rumput laut yang berkelanjutan di wilayah ini.
Pria kelahiran 06 Desember 1997 ini menerima penghargaan tersebut pada acara “Malam Anugerah Pekan Raya Pemuda Kaltim” yang digelar di Hotel Swiss-Belhotel Samarinda, Senin 28 Oktober 2024. Prestasi Ardis Christian bukan sekadar pengakuan atas inovasinya, tetapi juga bentuk konkret upaya yang menghasilkan dampak positif yang dihasilkan bagi masyarakat pesisir Kaltim.
Semuanya berawal dari keresahan melihat potensi rumput laut Kaltim yang belum teroptimalkan. Pengalamannya di organisasi Mapala (Mahasiswa Pencinta Alam-Red) semasa kuliah membawanya melihat lebih dekat dan bersentuhan dengan kehidupan laut dan masyarakat pesisir.
“Karena potensinya banyak, pemanfaatannya kurang. Kita cobalah di situ. Kita coba membantu masyarakat sekitar,” ungkap alumnus Politeknik Negeri Samarinda ini saat diwawancarai usai acara.
Pria berusia 26 tahun ini kemudian mengawali usahanya pada tahun 2022 dengan fokus pada pasar lokal di Surabaya dan Makassar. Dia menjual produk berupa raw material atau bahan baku mentah berupa rumput laut kering dalam kemasan.
“Jadi, dari kami yang saat ini jualnya itu hanya raw material (bahan baku industri luar). Jadi cuman rumput laut dikeringkan, dijemur baru di-packing, baru itu kita ekspor,” kata Ardis menerangkan.
Namun, melihat harga yang terus menurun dan dampaknya terhadap kesejahteraan petani, ia mulai mencari terobosan ke pasar internasional.
“Kami memanfaatkan platform digital seperti LinkedIn dan Facebook untuk menjangkau pembeli luar negeri,” jelasnya.
Strategi ini terbukti berhasil. Kini, usahanya telah menembus pasar India dan Filipina dengan omset mencapai Rp300-400 juta per pengiriman kontainer 20 feet setiap bulannya. Yang lebih penting, keberhasilan ini turut mengangkat kesejahteraan kelompok tani rumput laut di wilayah tersebut.
Model bisnis yang dikembangkan Ardis berfokus pada penguatan sektor hulu melalui kemitraan dengan kelompok tani lokal. Dia membantu mulai dari proses budidaya hingga pemasaran. Sehingga petani rumput laut tidak perlu khawatir soal pasar karena kami yang mencarikan pembeli.
“Khususnya di saya ini, kan SDA yang saya fokuskan ini produk rumput laut. Rumput laut ini kita buat dari industri hulunya dulu. Kita mau melakukan budidaya. Budidaya ini kita manfaatkan atau bekerja sama dengan kelompok tani yang ada. Kelompok tani itu otomatis kita bisa membantu meningkatkan kesejahteraan teman-teman kelompok petani,” tegasnya.
Namun, perjalanan tidak selalu mulus. Tantangan logistik menjadi kendala utama dalam mengembangkan ekspor rumput laut dari Kaltim. Menurut Ardis, para eksportir di Surabaya memiliki akses langsung ke pelabuhan internasional. Sementara di Kalimantan Timur, harus melalui dua kali pengiriman: Balikpapan-Surabaya, baru kemudian ke negara tujuan.
“Kita yang di Kalimantan ini, kan kita harus dua kali pengiriman, Balikpapan -Surabaya, Surabaya ke negara-negara tujuan. Di situlah itu yang mungkin kita kalah,” paparnya.
Untuk mengatasi hal tersebut, Ardis aktif berdiskusi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk BKIPM (Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan) serta pengelola Pelabuhan Kariangau Terminal Balikpapan. Tujuannya adalah mewujudkan rute pelayaran langsung dari Kaltim ke negara tujuan ekspor.
Rusmulyadi, Kasi Kepemimpinan Kepeloporan dan Kemitraan Pemuda Dispora Kaltim, mengapresiasi pencapaian Ardis. “Ini prestasi luar biasa, mengingat keberadaan rumput laut juga menjadi indikator kesehatan air laut,” ujarnya.
Rusmulyadi menambahkan prestasi Ardis masih bisa dikembangkan. Pasalnya, ada pemuda pelopor Kaltim yang juga telah berhasil mengembangkan usaha hingga memiliki pendapatan hingga Rp5 miliar.
“Ada yang lebih hebat lagi. Namanya Utari, pemuda pelopor. Penghasilannya sudah Rp5 miliar per bulan,” kata Rusmulyadi.
Ke depan, Ardis tidak hanya fokus pada ekspor bahan mentah. Ia sedang mempersiapkan hilirisasi produk melalui kerjasama riset dengan Politeknik Negeri Samarinda. Rencana ini sesuai arahan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindah).
Targetnya adalah menghasilkan produk olahan seperti minuman, teh herbal, dan produk turunan lainnya.
“Sementara masih bahan mentah. Untuk realisasi ke hilarisasi produk itu mungkin dia di tahun depan. Karena butuh riset. Karena kami juga kerjasama sama Politeknik Negeri Samarinda untuk membuat produk itu, formulanya belum dapat,” ungkapnya.
Semangatnya sejalan dengan visi Menteri Koordinator Maritim dan Investasi kabinet Jokowi, yang melihat potensi rumput laut bisa menyaingi batubara. “Blue ocean economy memang lebih kompleks dibanding migas dan batubara, tapi potensinya sangat besar,” tegasnya mengutip Luhut.
Untuk memperkuat ekosistem industri rumput laut di Kaltim, Ardis juga sedang menginisiasi pembentukan asosiasi rumput laut yang rencananya akan diresmikan bulan depan. Langkah ini diharapkan bisa memperkuat posisi tawar petani dan pengusaha rumput laut Kaltim di kancah nasional maupun internasional.
Kisah sukses Ardis Christian membuktikan bahwa dengan inovasi dan kepedulian sosial, sumber daya alam Kaltim bisa dikelola secara berkelanjutan sembari memberdayakan masyarakat lokal. Ini adalah contoh nyata bagaimana pemuda bisa menjadi pelopor perubahan positif di daerahnya. (Adv/DisporaKaltim)