Kopi Perangat Baru Menuju Sertifikasi Indikasi Geografis, Harumkan Kukar Kaltim di Kancah Dunia

Sekaltim.co – Kopi dari Desa Perangat Baru, Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar), Kalimantan Timur (Kaltim), tengah dipersiapkan mendapat pengakuan legal melalui sertifikasi Indikasi Geografis (IG). Langkah besar ini digagas Dinas Perkebunan (Disbun) Kaltim demi memperkuat identitas dan nilai tambah komoditas unggulan daerah.
Pada Senin, 7 Juli 2025, Disbun Kaltim menggelar Rapat Persiapan Sosialisasi IG Kopi Perangat Baru. Rapat digelar di Ruang Rapat Hevea, Kantor Disbun Kaltim, menghadirkan berbagai pemangku kepentingan dari tingkat provinsi hingga desa.
Pelaksana tugas Kepala Disbun Kaltim diwakili oleh Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran, Taufiq Kurrahman. Ia juga memimpin jalannya rapat yang menandai awal komitmen serius pemerintah dalam mengangkat kopi lokal ke level nasional bahkan internasional.
Menurut Taufiq, penetapan IG bukan sekadar label wilayah. Ia adalah simbol kualitas, identitas, dan jaminan mutu suatu produk pertanian. “Melalui sinergi semua pihak, kita ingin Kopi Perangat diakui secara hukum dan menembus pasar global,” tegasnya, dikutip Selasa 8 Juli 2025.
Rapat tersebut dihadiri BRIDA Provinsi dan Kukar, Kanwil Kemenkumham Kaltim, Dinas Perkebunan Kukar, Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur (UMKT), PT Pertamina Hulu Kalimantan, serta Kelompok Tani Kopi Luwak Perangat.
UMKT ditunjuk menyusun dokumen deskripsi IG, sementara Disbun Kukar bertugas mengusulkan SK Bupati terkait pembentukan Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG). Sosialisasi IG dijadwalkan pada 10 Juli 2025, di rumah Ketua Kelompok Tani Kopi Luwak Perangat, Desa Perangat Baru.
Taufiq menyebut, setelah sosialisasi, audiensi dengan Bupati dan Wakil Bupati Kukar akan dilakukan demi memperkuat dukungan daerah. “Kami ingin Kopi Perangat menjadi ikon baru perkebunan Kaltim,” katanya.
Potensi Desa Perangat Baru
Kopi Luwak Desa Perangat Baru yang terletak di Kecamatan Marangkayu, Kabupaten Kukar Provinsi Kaltim telah lama dikenal sebagai penghasil kopi berkualitas. Kepala Desa Fitriani menyampaikan bahwa komoditas kopi, khususnya jenis luwak, telah berkembang pesat dalam beberapa tahun terakhir.
Mereka mengembangkan kopi luwak, natural, red honey, flower, hingga varian retani. Komoditas unggulan ini dikelola melalui kelompok tani yang saat ini mengelola 35 hektare lahan kopi.
“Sekarang fokus pada pembinaan kelompok dulu. Edukasi penting agar masyarakat sadar bahwa ini bukan sekadar program pemerintah,” jelas Fitriani belum lama ini.
Wisata Kopi Luwak, Daya Tarik Baru
Tak hanya pertanian, Desa Perangat Baru juga mengembangkan sektor pariwisata melalui Wisata Kopi Luwak. Di tempat ini, pengunjung dapat memetik buah kopi langsung dari pohon, hingga belajar menyeduh kopi secara benar.
“Kalau mau belajar jadi barista juga bisa. Kami ajarkan cara menyeduh kopi agar rasanya tidak berubah,” ujar Fitriani.
Menariknya, pengunjung tidak dikenakan tiket masuk. Semua dilakukan secara sukarela oleh kelompok tani. Hanya produk dalam kemasan yang memiliki harga sesuai pasaran.
Menembus Hotel dan Pasar Ekspor
Inovasi dan kualitas membawa Kopi Perangat menembus pasar eksklusif. Beberapa hotel ternama seperti Mercure dan Ibis di Samarinda telah menjadi pelanggan tetap. Bahkan, kopi ini mulai menembus pasar ekspor luar negeri.
“Harga kopi luwak di lokasi bisa mencapai Rp4,25 juta per kilogram. Sementara untuk ekspor, bisa sampai Rp5 juta per kilogram,” terang Fitriani.
Dalam satu musim panen, biasanya terjadi dua kali dalam setahun, satu pohon bisa menghasilkan 5 kilogram biji kopi. Satu hektare mampu ditanami sekitar 500 pohon, dengan potensi produksi mencapai 700 gram per pohon.
Dukungan Pemerintah Daerah
Penjabat Gubernur Kaltim, Akmal Malik, pun turut menyoroti potensi besar kopi Desa Perangat Baru. Dalam kunjungannya April 2024 lalu, ia menyambangi Kampung Kopi Luwak di Km 60 jalur Samarinda–Bontang.
Akmal menyayangkan belum banyak desa yang memanfaatkan potensi besar jalan raya tersebut untuk ekonomi. “Belum ada desa yang benar-benar mengelola potensi besar jalan ini. Desa Perangat patut jadi contoh,” ujarnya.
Rest area telah dibangun di lokasi wisata kopi, namun Fitriani menyebut belum semua area terhubung secara optimal. Mereka terus berbenah untuk menyatukan rest area dan lokasi kampung kopi.
Harapan Baru bagi Petani Lokal
Desa Perangat Baru kini menjadi satu dari tiga wilayah di Indonesia yang mengembangkan kopi luwak jenis Liberika. Komoditas ini menjadi harapan baru bagi para petani dan desa yang mengincar kemandirian ekonomi.
Sebanyak 24 petani kini tergabung dalam kelompok tani kopi. Harga jualnya pun fantastis. Di lokasi wisata, kopi ini bisa mencapai Rp5 juta per kilogram. Bahkan, di Pantai Pandawa, secangkir kecil kopi ini dijual Rp500 ribu per sloki.
Dengan semangat kolaborasi, Kopi Perangat Baru tengah melangkah pasti menuju pengakuan hukum dan komersial melalui sertifikasi IG. Lebih dari sekadar kopi, ini adalah cerita tentang identitas, kemandirian, dan harapan baru bagi Kalimantan Timur. (*)









