NEWS SEKALTIM

Maxim Indonesia Klarifikasi Penyegelan Kantor di Samarinda

Sekaltim.co – Maxim Indonesia memberikan tanggapan dan klarifikasi mengenai penyegelan kantor operasionalnya di Samarinda oleh Satpol PP Kalimantan Timur (Kaltim). Klarifikasi ini disampaikan oleh Muhammad Rafi Assagaf, Government Relation Specialist Maxim Indonesia, kepada Sekaltim.co pada Jumat, 1 Agustus 2025.

Dalam keterangannya, Maxim menyayangkan tindakan penyegelan kantor di Samarinda dan menegaskan komitmennya untuk tetap beroperasi sesuai aturan pemerintah daerah.

“Menanggapi informasi mengenai penyegelan kantor operasional di Samarinda, Maxim Indonesia selaku perusahaan penyedia layanan transportasi daring menghormati kewenangan pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan terhadap operasional layanan transportasi online di wilayahnya,” ujar Rafi. “Namun demikian, kami merasa perlu untuk menyampaikan klarifikasi dan perspektif yang lebih utuh terkait situasi ini.”

Maxim Indonesia dikenal salah satu penyedia layanan transportasi daring yang cukup populer di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di Kalimantan Timur (Kaltim). Kantor aplikator transportasi online yang terletak di Jalan DI Panjaitan, Perumahan Citraland, Samarinda ini kemudian mendapatkan tindakan penyegelan Satpol PP Provinsi Kalimantan Timur pada Kamis, 31 Juli 2025.

Penyegelan kantor Maxim di Samarinda ini dilakukan berdasarkan penilaian bahwa Maxim tidak mematuhi tarif Angkutan Sewa Khusus (ASK) sebagaimana diatur dalam SK Gubernur Kaltim Nomor 100.3.3.1/K.673/2023. Surat keputusan tersebut menetapkan tarif batas bawah sebesar Rp5.000 dan batas atas Rp7.600 per kilometer. Namun hingga batas waktu yang ditentukan, yaitu 1 Juli 2025, tarif tersebut belum diterapkan secara menyeluruh oleh Maxim.

Edwin Noviansyah, Kepala Bidang Ketertiban Umum dan Ketenteraman Masyarakat Satpol PP Kaltim, menegaskan bahwa penyegelan dilakukan setelah Maxim mendapat tiga kali surat peringatan. Tim gabungan dari Satpol PP, Dinas Perhubungan, dan Kesbangpol Kaltim turut serta dalam tindakan tersebut. “Ini sudah berulang kali. SP 1, SP 2, dan SP 3 sudah dilayangkan. Karena tetap tidak diindahkan, kami terpaksa melakukan penyegelan,” kata Edwin.

Menurut Edwin, penetapan tarif ini merupakan hasil musyawarah bersama antara pemerintah, perusahaan aplikator, dan perwakilan pengemudi.

Baca juga: Satpol PP Kaltim Segel Kantor Maxim di Samarinda karena Langgar SK Gubernur

Satpol PP Kaltim Segel Kantor Maxim di Samarinda karena Langgar SK Gubernur

Menanggapi hal ini, Maxim menyatakan bahwa pihaknya telah menjalankan ketentuan tarif sesuai regulasi daerah tersebut. “Maxim Indonesia telah berkomitmen menjalankan ketentuan tarif sebagaimana tertuang dalam SK Gubernur Kalimantan Timur Nomor 100.3.3.1/K.673/2023 mengenai tarif Angkutan Sewa Khusus (ASK). Bahkan selama tiga minggu terakhir, tarif tersebut telah kami implementasikan sepenuhnya di wilayah Kalimantan Timur sebagai bentuk kepatuhan dan dukungan terhadap regulasi daerah,” ujar Rafi.

Namun, Maxim juga menyampaikan adanya dampak negatif dari implementasi tarif baru itu. Dari hasil evaluasi internal berbasis data, terjadi penurunan signifikan pada jumlah order dan pendapatan mitra pengemudi. “Dapat kami sampaikan bahwa penurunan jumlah order harian mencapai kurang lebih 35% serta pendapatan mitra pengemudi turun hingga 45% dari sebelumnya,” ungkapnya.

Menurut Muhammad Rafi Assagaf, kondisi tersebut menunjukkan bahwa regulasi yang ada belum sepenuhnya menjawab kondisi riil di lapangan. Hal ini menyangkut kesejahteraan mitra Maxim yang menggantungkan penghidupan dari layanan ini.

“Kondisi ini menunjukkan bahwa regulasi yang ada belum mampu menjawab kebutuhan riil di lapangan, baik dari sisi keadilan ekonomi maupun daya saing usaha,” imbuhnya.

Maxim juga menyoroti pentingnya komunikasi dan dialog dalam pengambilan tindakan administratif seperti penyegelan. Menurut Assagaf, kantor operasional Maxim bukan sekadar tempat kerja, tapi pusat pelatihan dan komunikasi mitra. Karena itu, penyegelan seharusnya didahului dialog, bukan keputusan sepihak.

“Perlu kami tekankan bahwa keberadaan Maxim telah menciptakan peluang ekonomi bagi ribuan masyarakat di wilayah Provinsi Kalimantan Timur, dan kantor operasional kami berfungsi sebagai pusat layanan, pelatihan, dan komunikasi bagi para mitra. Maka dari itu, langkah penertiban seperti penyegelan seharusnya dilakukan dengan sangat hati-hati dan didasarkan pada pendekatan yang mengedepankan dialog, bukan tindakan administratif yang berisiko merugikan,” ungkapnya.

Maxim Indonesia mengklaim selalu kooperatif dan aktif berkomunikasi dengan pemerintah daerah. Bahkan, laporan hasil evaluasi tarif telah disampaikan sebelumnya kepada Pemprov Kaltim sebagai bentuk dukungan terhadap kebijakan berbasis data.

“Kami tetap terbuka dan kooperatif, serta terus menjalin komunikasi aktif dengan Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Bahkan sebelumnya, kami telah menyampaikan laporan dan data evaluasi implementasi tarif secara resmi sebagai bagian dari upaya mendorong evaluasi kebijakan yang objektif dan berbasis data,” tambahnya.

Pihaknya juga berharap agar iklim usaha di sektor transportasi daring tetap sehat dan kompetitif, tanpa mengabaikan aspek keadilan sosial. Tujuannya agar regulasi tidak hanya adil tetapi juga berpihak pada masyarakat dan pelaku usaha.

“Kami berharap semua pihak dapat bersama-sama mencari titik temu agar kebijakan transportasi daring di daerah ini dapat benar-benar berpihak pada masyarakat, menghadirkan kepastian hukum, dan tetap menjaga iklim usaha yang sehat serta kompetitif. Kami percaya bahwa dialog konstruktif dan kerja sama yang baik antara pelaku usaha dan pemerintah akan menghasilkan solusi yang terbaik demi kepentingan bersama,” pungkasnya.

Maxim menegaskan, pihaknya akan terus memperjuangkan keseimbangan antara kepatuhan terhadap regulasi dan perlindungan atas kesejahteraan mitra pengemudi. Dalam waktu dekat, perusahaan akan terus menjalin komunikasi dengan Satpol PP dan dinas terkait agar penyegelan bisa segera dicabut.

Sebelumnya, pihak Satpol PP Kaltim menyatakan bahwa penyegelan bisa dicabut sewaktu-waktu jika pihak Maxim menunjukkan itikad baik untuk menyesuaikan tarif sesuai SK Gubernur. “Kalau mereka mau mengikuti aturan, segel bisa kami buka,” tegas Edwin.

Dengan polemik ini, sorotan publik pun tertuju pada kebijakan tarif transportasi online yang ideal. Apakah harus berorientasi pada ketentuan pemerintah semata atau juga mempertimbangkan kondisi ekonomi mitra pengemudi?

Maxim Indonesia berharap agar semua pihak dapat duduk bersama mencari titik temu yang terbaik. Hal itu diperlukan demi menciptakan regulasi transportasi daring yang adil, legal, dan berkelanjutan. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button