
Kukar, Sekaltim.co – Polres Kutai Kartanegara (Kukar) Kalimantan Timur (Kaltim) telah mengungkap kasus dugaan pelecehan seksual yang terjadi di salah satu pondok pesantren Kecamatan Tenggarong Seberang.
Dalam kasus pelecehan santri di Tenggarong Seberang Kutai Kartanegara ini, polisi telah menetapkan seorang pengajar berinisial MA, yang dikenal sebagai ustadz.
Ustadz ini ditangkap setelah diduga mencabuli sejumlah santri laki-laki sesama jenis sejak awal 2024 hingga pertengahan 2025.
Kasus ini disampaikan dalam konferensi pers Polres Kukar pada Jumat, 15 Agustus 2025. Rilis dipimpin Wakapolres Kompol Aldy Harjasatya bersama Kasat Reskrim AKP Ecky Widi Prawira.
Polisi menegaskan bahwa penangkapan dilakukan sehari sebelumnya, Kamis, 14 Agustus 2025.
Berdasarkan hasil penyelidikan, aksi bejat MA terungkap setelah enam korban melaporkan peristiwa serupa.
Polisi menyebut, pelaku melakukan pelecehan sejak Februari 2024 dengan modus mengelabui para santri.
“Dari keterangan enam korban, pelaku sudah melakukan perbuatannya sejak Februari 2024. Aksi dilakukan berulang, biasanya malam hari atau saat waktu istirahat,” jelas Kasat Reskrim AKP Ecky.
Baca:
Guru Pesantren di Tenggarong Seberang Kukar Diduga Lakukan Tindakan Asusila kepada Tujuh Santri
Pelaku kerap menyuruh asistennya menjemput korban pada malam hari. Korban dibawa ke ruang galeri pondok, dipaksa tidur di dalam ruangan, dan menjadi sasaran pelecehan. Situasi gelap dan pengaruh otoritas guru membuat korban tidak berani melawan.
Korban diancam baik fisik maupun verbal. Dalihnya, santri tidak boleh membangkang perintah guru.
Beberapa korban, ungkap AKP Ecky, bahkan mengaku dilecehkan berulang kali. Ada yang menjadi korban hingga sepuluh kali, bahkan tak mampu lagi menghitung jumlah pelecehan.
“Ada yang mengaku dilecehkan enam hingga sepuluh kali,” kata AKP Ecky.
Dugaan Ada Korban Lain
Polisi menduga jumlah korban dalam kasus pelecehan seksual terhadap santri di Kutai Kartanegara lebih banyak. Laporan terbaru bahkan datang dari seorang santri asal Kota Bontang, yang didampingi Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).
Hal ini memperkuat keyakinan penyidik bahwa praktik pelecehan dilakukan sistematis selama lebih dari satu tahun.
Sejumlah barang bukti berhasil disita polisi. Antara lain, satu lembar selimut putih, pakaian, telepon genggam berisi konten video porno sesama jenis, hingga kartu ucapan yang diduga terkait tindakan pelecehan.
Atas perbuatannya, MA dijerat Pasal 76E jo Pasal 82 ayat (4) Undang-Undang Perlindungan Anak, serta Pasal 64 dan 65 KUHP. Pelaku terancam hukuman minimal lima tahun dan maksimal lima belas tahun penjara.
Reaksi Pemerintah Daerah
Kasus pelecehan Santri di Kutai Kartanegara ini memicu perhatian serius pemerintah daerah. Wakil Bupati Kutai Kartanegara, Rendi Solihin, bersama sejumlah anggota DPRD dan pejabat terkait, mendatangi Mal Pelayanan Perempuan dan Anak (MPPA) Kukar pada Jumat, 15 Agustus 2025.
Rombongan langsung menemui korban untuk memberi dukungan moral sekaligus memastikan perlindungan hukum.
Rendi mengungkapkan, kasus pelecehan serupa pernah terjadi di pondok pesantren yang sama pada 2021. Namun saat itu, perkara tidak berlanjut karena bukti yang dianggap kurang kuat.
“Ini persoalan serius yang harus kita pantau karena terjadi di dunia pendidikan, khususnya di Kutai Kartanegara,” tegas Rendi.
Ia meminta agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Menurutnya, penegakan hukum harus berjalan tegas tanpa kompromi.
“Ini harus ditindak keras agar kejadian serupa tidak menimpa anak-anak lainnya,” lanjutnya.
Rendi bahkan mendukung opsi penutupan pondok pesantren tersebut. Menurutnya, langkah itu penting sebagai bentuk perlindungan terhadap anak-anak yang masih menimba ilmu.
“Tidak ada kata lain, harus ada penutupan pondok pesantren itu. Namun kewenangan berada di Kemenag. Kami mendukung penuh penutupan tersebut,” tegas Rendi.
Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara, lanjut Rendi, siap memfasilitasi pemindahan para santri ke sekolah lain. Ia memastikan pendidikan anak-anak tetap berjalan dan trauma korban mendapat penanganan yang tepat.
“Santri akan difasilitasi pindah sekolah. Pemerintah daerah menjamin keberlangsungan pendidikan mereka. Korban juga akan mendapat pendampingan psikologis,” katanya.
Kasus ini menambah panjang daftar kasus pelecehan seksual di lembaga pendidikan berbasis pesantren. Pemerintah daerah menegaskan pentingnya pengawasan ketat, serta sinergi dengan aparat penegak hukum agar lingkungan pendidikan benar-benar aman bagi anak-anak.
Masyarakat juga diminta berani melaporkan jika mengetahui adanya praktik pelecehan serupa. Polisi membuka ruang seluas-luasnya bagi korban maupun keluarga untuk melapor.
“Jika ada yang menjadi korban namun belum berani bersuara, kami minta agar segera melapor. Polisi akan memberikan perlindungan,” ujar AKP Ecky.
Kasus pelecehan santri di Kutai Kartanegara yang menjadikan MA sebagai tersangka kini dalam penanganan intensif Polres Kutai Kartanegara. Aparat tengah memeriksa saksi tambahan dan mendalami kemungkinan adanya korban lain. (*)









