Pengelolaan Tambang Kaltim, Akmal Malik: Antara Berkah dan Tantangan Reklamasi

Sekaltim.co – Hampir separuh wilayah daratan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) atau sekitar 5,1 juta hektare telah dijadikan area konsesi tambang. Di balik potensi ekonominya, terdapat sekitar 154.000 lubang bekas tambang yang tersebar di provinsi ini, dengan 29.000 di antaranya berada di sekitar kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN).

Penjabat (Pj) Gubernur Kaltim, Akmal Malik, mengatakan bahwa tambang merupakan berkah bagi daerahnya karena menghasilkan pendapatan yang besar bagi negara dan daerah. Namun, ia menekankan pentingnya tata kelola yang ramah lingkungan.

“Tambang adalah anugerah, tapi ini adalah energi tidak terbarukan yang bisa habis kapan saja. Karena itu, pengelolaannya harus merujuk pada regulasi yang mensyaratkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Akmal dalam dialog dengan CNBC Indonesia, Kamis 14 November 2024, kemarin.

Sementara saat ini, kewenangan terkait pengelolaan pertambangan, khususnya tambang batubara telah dialihkan kepada pemerintah pusat.

Menurut Akmal Malik, pemerintah daerah saat ini memiliki keterbatasan dalam sisi regulasi pertambangan. Hanya ada 2 regulasi yang tersisa bagi daerah dalam mengelola pertambangan.

“Regulasi yang menjadi payung hukum bagi pemerintah daerah untuk bergerak itu hanyalah ada dua. Undang Undang Nomor 9 Tahun 2015 sebagai perbaikan yang sekarang menjadi Undang-Undang Nomor 23 2014 pemerintahan daerah di pasal 65 ayat 2 huruf d itu jelas. Pemerintah berwenang untuk melakukan penanganan terhadap dampak-dampak lingkungan. Juga ada Undang-Undang Nomor 63 tentang Lingkungan Hidup. Ada di pasal 63 huruf F itu dikatakan bahwasanya pemerintah provinsi bisa melakukan monitoring dan koordinasi terhadap terjadinya dampak lingkungan hidup,” ungkap Akmal Malik.

Tantangan Pengawasan

Pemerintah daerah sendiri kini tidak memiliki regulasi terkait pengawasan pertambangan. Menurut Akmal, kewenangan di bidang pertambangan adalah sesuai regulasi pemerintah pusat atau belong to the central government.

“Pemerintah pusat yang punya kewenangan yang diberikan kepada pemerintah daerah hanyalah yang didelegasikan kewenangan pertambangan nonbatuara dan mineral,” ungkap Akmal.

Salah satu kendala utama dalam pengawasan tambang adalah minimnya sumber daya manusia. Dengan luas wilayah konsesi mencapai 5,1 juta hektare, Kaltim hanya memiliki 34 orang Inspektur Pertambangan yang tersebar di 10 kabupaten/kota.

“Bagaimana mungkin mengawasi 5,1 juta hektare hanya dengan 34 orang? Mereka juga belum dibekali instrumen memadai seperti drone, kebanyakan hanya menggunakan motor,” kritik Akmal.

Dampaknya, ketika persoalan terjadi, pemerintah daerah selalu menjadi sasaran kritik sekaligus menjadi pihak yang harus menangani persoalan yang sedang dihadapi akibat pertambangan. Padahal, kewenangan telah dikelola oleh pemerintah pusat.

“Kami pemerintah daerah, ya kadang-kadang cuma jadi pemadam kebakaran. Mohon maaf ya,” kata Akmal.

Korban Lubang Tambang Kaltim

Lemahnya pengawasan telah memakan korban jiwa. Tercatat 51 orang anak telah menjadi korban lubang tambang yang tidak ditutup. Kasus terbaru terjadi dua bulan lalu di Kutai Kartanegara (Kukar), di mana dua orang meninggal dunia.

Akmal menyebutkan, pada masa dirinya menjabat sebagai Pj Gubernur Kaltim, telah 4 kali peristiwa serupa terjadi.

“Ada lobang (bekas tambang-Red) tidak ditutup (direklamasi), anak-anak mandi, kemudian meninggal (tenggelam). Saya turun, karena saya sudah jengkel. Masa saya menjabat Pj, itu kali keempat mengalami itu. Dan selalu yang menjadi sasaran adalah pemerintah daerah,” ungkap Akmal.

Upaya Perbaikan

Pemerintah Provinsi Kaltim kini sedang menyusun Rencana Induk Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) sebagai benchmark pengelolaan tambang.

Program ini akan mencakup:

1. Peningkatan pengawasan area konsesi
2. Pencegahan penambangan ilegal
3. Program pemberdayaan ekonomi masyarakat
4. Pemanfaatan lahan bekas tambang

“Ada sekitar 150.000 hektare lahan bekas tambang yang bisa direvegerasi. Ini bisa diserahkan kepada kelompok tani untuk ditanami tanaman bernilai ekonomi,” jelas Akmal.

Contoh Sukses

Beberapa contoh sukses pemanfaatan lahan bekas tambang telah terlihat di beberapa daerah:
– MHU (PKP2B) berhasil mengembangkan tanaman odot yang menghasilkan Rp150 juta per 10 hektare
– Di Kutai Timur, kelompok wanita tani mengolah pisang menjadi produk ekspor ke Belgia dengan nilai tambah signifikan

Rekomendasi

Untuk perbaikan ke depan, Penjabat Gubernur Kaltim merekomendasikan:
1. Penambahan jumlah inspektur pertambangan
2. Peningkatan kualitas pengawasan dengan teknologi modern
3. Evaluasi menyeluruh terhadap dampak tambang bagi masyarakat
4. Penguatan program pemberdayaan masyarakat lokal
5. Kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan pemegang konsesi

“Kita tidak ingin seperti negara lain yang menjadi miskin setelah tambangnya habis. Harus ada transformasi ekonomi melalui pemberdayaan masyarakat,” tutup Akmal. (*)

Exit mobile version