Pengukuhan Majelis Adat Istiadat Kutim Jadi yang Pertama di Kaltim

Kutim, SEKALTIM.CO – Sebuah momen bersejarah terukir di tanah Sangatta saat Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, Drs Aji Muhammad Arifin, mengukuhkan Majelis Adat Istiadat Kabupaten Kutai Timur, Senin 15 Juli 2024.

Pengukuhan Majelis Adat Istiadat Kutai Timur yang berlangsung di Ruang Meranti Kantor Bupati ini menjadi tonggak penting dalam upaya melestarikan dan mengembangkan adat istiadat di bumi Kutai.

Idrus Yunus, sosok yang dipercaya memimpin Majelis Adat Istiadat Kutim, berdiri di depan para hadirin dengan wajah penuh tekad.

Bersama 10 tokoh dan tetuha Kutai lainnya, ia siap mengemban tugas mulia untuk menjaga warisan budaya leluhur di tengah arus globalisasi yang semakin deras.

“Budaya di Kutim sangat beragam,” ujar Idrus Yunus dalam sambutannya. “Ada budaya Kutai, Banjar, Jawa, Sulawesi, dan lainnya. Semua ini adalah kekayaan dan kebanggaan kita bersama.”

Pernyataan Idrus Yunus ini menegaskan bahwa Kutai Timur bukan hanya sebuah wilayah administratif, melainkan juga sebuah melting pot budaya yang unik.

Di sinilah tantangan terbesar Majelis Adat Istiadat Kutim: bagaimana menjaga harmoni di antara keberagaman tersebut sambil tetap mempertahankan identitas khas Kutai.

Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman, yang hadir dalam acara pengukuhan tersebut, menyoroti signifikansi momen ini.

“Majelis Adat Istiadat Kutim ini yang pertama ada di Kaltim,” ungkapnya dengan bangga.

Ia menambahkan bahwa pembentukan majelis ini bertujuan untuk memastikan agar aturan-aturan Sabda Pandita Ratu Seri Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipura XXI dapat berjalan dengan baik.

Kehadiran tokoh-tokoh penting seperti mantan Gubernur Kaltim Isran Noor, mantan Ketua DPRD Kutim Encek Ur Firgasih, rombongan Pangeran kerabat Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, serta berbagai elemen masyarakat lainnya, menunjukkan betapa pentingnya peristiwa ini bagi masyarakat Kutai Timur.

Namun, di balik kemeriahan acara pengukuhan, tersimpan tanggung jawab besar yang harus dipikul oleh Majelis Adat Istiadat Kutim. Idrus Yunus menyadari betul hal ini.

“Kelembagaan ini bertujuan untuk mengembangkan hukum adat, nilai-nilai adat, serta kebiasaan masyarakat,” jelasnya. “Tujuan utamanya adalah melestarikan dan mengembangkan adat setempat secara khusus dan kebudayaan nasional pada umumnya.”

Lebih dari sekadar melestarikan, Majelis Adat Istiadat Kutim juga berperan sebagai jembatan antara masyarakat adat dengan pemerintah daerah.

Sultan Kutai Kartanegara Ing Martadipuraakan menjadi penyalur aspirasi masyarakat hukum adat kepada pemerintah, sekaligus menjadi mediator dalam menyelesaikan perselisihan terkait adat istiadat dan nilai-nilai budaya masyarakat.

“Kami ingin menciptakan hubungan yang harmonis antara warga masyarakat adat dengan masyarakat di luar adat setempat, termasuk hubungan dengan pemerintah,” tegas Idrus Yunus.

Namun, tugas Majelis Adat Istiadat Kutim tidak berhenti di situ. Mereka juga diharapkan dapat mensinergikan program pembangunan dengan tata nilai adat istiadat dan kebiasaan yang berkembang di masyarakat. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan keselarasan, keseimbangan, dan keadilan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Bupati Ardiansyah Sulaiman menekankan pentingnya Majelis ini dalam mendalami aturan panji-panji adat Kutai. “Saya berharap Majelis ini bisa memberikan arahan kepada pemangku adat supaya Kutai tetap satu dalam bingkai adat dan istiadatnya,” ujarnya.

Pengukuhan Majelis Adat Istiadat Kutim ini bukan hanya sebuah seremonial belaka. Ia adalah simbol dari tekad dan komitmen masyarakat Kutai Timur untuk menjaga warisan leluhur mereka.

Di tengah arus globalisasi yang semakin deras, keberadaan lembaga ini menjadi mercusuar yang menerangi jalan bagi generasi mendatang untuk tetap mengenal dan bangga akan identitas budaya mereka. (*)

Exit mobile version