KukarWACANA

Retribusi Kebersihan Kukar Picu Polemik, Dianggap Perlu Tapi Memberatkan Warga Kecil

Kukar, Sekaltim.co – Polemik retribusi kebersihan di Kabupaten Kutai Kartanegara (Kukar) Kalimantan Timur (Kaltim) menuai sorotan setelah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) menerbitkan surat pemberitahuan mengenai pungutan retribusi pelayanan persampahan. Aturan yang berlandaskan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2024 itu menuai respons beragam dari masyarakat, termasuk anggota DPRD Provinsi Kaltim, Muhammadi Husni Fahruddin yang merupakan wakil rakyat dari Kukar.

Perda ini sebenarnya telah disahkan pada 4 Januari 2024, dan menjadi dasar hukum pemungutan pajak serta retribusi daerah. Di dalamnya, telah diatur berbagai ketentuan mulai dari besaran retribusi, kategori wajib retribusi, hingga pembagian layanan komersial dan non-komersial. Namun implementasi kebijakan tersebut dinilai belum sepenuhnya matang karena sejumlah rincian teknis masih belum terjabarkan secara detail.

DLHK Kukar lalu menerbitkan Surat Edaran Nomor P.0835/DLHK/Bid.2/600.4.1.2/09/2025 tentang Pungutan Retribusi Jasa Umum (Pelayanan Persampahan/Kebersihan) pada 8 September 2025. Surat tersebut ditandatangani secara elektronik oleh Kepala DLHK Kukar, Slamet Hadirahardjo, dan mulai disebarkan kepada instansi pemerintah, badan usaha, hingga rumah tangga.

Dalam surat edaran itu, DLHK meminta pihak-pihak terkait segera melaksanakan pembayaran retribusi, baik melalui datang langsung ke kantor DLHK maupun melalui rekening resmi Bendahara Penerimaan DLHK Bankaltimtara. Adapun batas akhir pembayaran tertera pada tanggal 23 November 2025, atau hari Minggu kemarin.

Isi pemberitahuan tersebut menegaskan bahwa akan dilakukan pemungutan retribusi kebersihan oleh petugas resmi DLHK. “Pemungutan dilakukan pada instansi pemerintah, BUMN, BUMD, jasa usaha, serta rumah tangga yang berdomisili di Tenggarong dan sekitarnya,” demikian bunyi kutipan surat tersebut.

Di dalam lampiran surat pemberitahuan tersebut, tercantum pihak dan besaran retribusi yang wajib disetor.

Besarnya biaya Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan masing-masing sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Kutai Kartanegara No. 01 Tahun 2024 adalah sebagai berikut :

  1. Instansi Pemerintah / OPD / Kantor Unit Vertikal dan Horizontal sebesar Rp 100.000/bulan.
  2. BUMN / BUMD, dan Perbankan sebesar Rp 100.000/bulan.
  3. Puskesmas / Puskesmas Pembantu / Klinik sebesar Rp 75.000/bulan.
  4. Hotel sebesar Rp 200.000/bulan.
  5. Hotel Melati Rp 150.000/bulan.
  6. Asrama/pemondokan/kos-kosan
    a. Besar sebesar Rp 50.000/bulan
    b. Sedang sebesar Rp 30.000/bulan
    c. Kecil sebesar Rp 20.000/bulan
  7. Penginapan/Guest House sebesar Rp 100/bulan
  8. SPBU sebesar Rp 50.000/bulan
  9. Supermarket/Swalayan sebesar Rp 150.000/bulan
  10. Toko / Ruko
    a. Besar Rp 30.000/bulan
    b. Sedang Rp 20.000/bulan
    c. Kecil Rp 10.000/bulan
  11. Rumah makan besar sebesar Rp 100.000/bulan
  12. Rumah sakit sebesar Rp 100.000/angkutan
  13. Tempat hiburan/café/resto sebesar Rp 100.000/bulan
  14. Tempat rekreasi sebesar Rp 100.000/bulan
  15. Tempat olahraga sebesar Rp 60.000/bulan
  16. Bengkel mobil Rp 75.000/bulan
  17. Bengkel motor Rp 50.000/bulan
  18. Limbah pasar Rp 20.000/bulan
  19. Rumah tangga
    a. Besar Rp 10.000/bulan
    b. Sedang Rp 7.500/bulan
    c. Kecil Rp 5.000/bulan
  20. Lembaga pendidikan
    a. Besar Rp 100.000/bulan
    b. Sedang Rp 75.000/bulan
    c. Kecil Rp 50.000/bulan

Tarif Retribusi yang Dipersoalkan

Jika menilik Perda Nomor 1 Tahun 2024, ketentuan retribusi kebersihan tercantum dalam Pasal 62 ayat (1) huruf b, Pasal 64, dan Pasal 69 ayat (2) huruf b, serta dijabarkan lebih rinci pada Lampiran I tentang Struktur dan Besarnya Tarif Retribusi Jasa Umum. Dalam lampiran itu terdapat tarif untuk berbagai kelompok, mulai dari kegiatan komersial hingga non-komersial.

Untuk kategori komersial, ada tarif yang menentukan pungutan bagi usaha kecil, seperti:

* Rumah makan sangat kecil: Rp10.000 per bulan
* Usaha jasa sangat kecil: Rp10.000 per bulan
* Usaha perdagangan pasar berupa toko, kios, los, atau pelataran: Rp15.000 per bulan
* Bengkel motor kecil: Rp25.000 per bulan
* Pedagang kaki lima: Rp1.000–Rp1.500 per hari

Sementara untuk kategori non-komersial, rinciannya adalah:

* Rumah tangga besar: Rp10.000 per bulan
* Rumah tangga sedang: Rp7.500 per bulan
* Rumah tangga kecil: Rp5.000 per bulan
* Kantor swasta/yayasan kecil: Rp50.000 per bulan
* Pembuangan sampah ke TPA menggunakan kendaraan sendiri: Rp4.500 per meter kubik
* Pedagang lesehan/keliling: Rp1.000 per hari

Struktur tarif ini kemudian menjadi perdebatan di masyarakat karena dinilai berpotensi memberatkan terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah. Kelompok inilah yang disebut paling rentan merasakan dampak ekonomi dari penetapan kewajiban retribusi.

DPRD Ikut Bersikap: Layak atau Tidak Layak?

Anggota DPRD Kaltim dari dapil Kukar, Muhammad Husni Fahruddin, turut memberikan tanggapan terkait polemik tersebut. Dalam keterangan tertulis pada Minggu, 23 November 2025, Husni mengakui bahwa kebijakan ini tidak bisa dinilai dengan perspektif tunggal. Ada aspek yang mendukung penerccapan retribusi, namun ada pula sisi lain yang menempatkan kelompok miskin sebagai pihak yang sangat rentan.

Anggota DPRD Kaltim dapil Kukar, Muhammad Husni Fahruddin

Menurut Husni, pertanyaan tentang “layak atau tidak layaknya pemerintah memungut retribusi sampah dari rumah tangga kecil dan pedagang kecil” bukan perkara sederhana. Ada argumentasi besar di dua sisi yang sama-sama relevan.

Mengapa Retribusi Layak Diterapkan?

Husni menjelaskan bahwa terdapat empat alasan utama yang menjadi dasar penerapan retribusi kebersihan:

1. Prinsip Polluter Pays

Prinsip polluter pays menegaskan bahwa siapa pun yang menghasilkan sampah harus menanggung biaya pengelolaannya. Dengan cara ini, beban tidak sepenuhnya diserahkan kepada APBD yang sumbernya berasal dari pajak seluruh masyarakat.

2. Pendanaan Berkelanjutan

Pengelolaan sampah modern membutuhkan biaya besar: armada pengangkutan, bahan bakar, tenaga kerja, serta operasional Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Retribusi menciptakan sumber pendanaan khusus yang lebih stabil.

3. Meningkatkan Kesadaran Masyarakat

Ketika masyarakat membayar layanan, mereka akan cenderung menghargai kualitas pelayanan dan lebih mendorong perilaku ramah lingkungan seperti memilah sampah atau mengikuti program 3R.

4. Keadilan Antarwilayah

Wilayah yang menghasilkan lebih banyak sampah wajar membayar lebih besar sesuai beban pengelolaan.

Mengapa Dinilai Tidak Layak, Terutama untuk Warga Kecil?

Meski prinsipnya kuat, Husni menekankan ada alasan penting mengapa retribusi tidak tepat diberlakukan secara flat untuk seluruh golongan:

1. Memberatkan Warga Miskin

Rp5.000–Rp10.000 per bulan mungkin terlihat kecil, tetapi bagi keluarga berpenghasilan rendah, angka itu bisa berarti satu hari lauk pauk. Retribusi sampah bersifat regresif, di mana beban bagi warga kecil jauh lebih besar secara proporsional.

2. Kualitas Layanan Belum Sejalan

Banyak daerah mengalami masalah klasik: masyarakat membayar retribusi, namun kualitas pengangkutan sampah tetap buruk. Hal ini menciptakan persepsi bahwa retribusi adalah “pajak tambahan”.

3. Biaya Penagihan Tinggi

Menarik retribusi dari setiap rumah adalah pekerjaan mahal, memakan waktu, dan rawan ketidakpatuhan.

4. Sampah adalah Public Bad

Sebagai beban publik, pengelolaan sampah seharusnya menjadi tanggung jawab utama negara. Pembiayaannya idealnya berasal dari pajak umum, bukan pungutan yang membebani warga kecil.

Menuju Skema Retribusi yang Lebih Adil

Husni menekankan perlunya solusi yang tidak hanya mengikuti prinsip polluter pays, tetapi juga berpihak kepada kelompok yang rentan. Ia mengusulkan beberapa pendekatan kebijakan:

1. Sistem Tarif Progresif

Pemerintah daerah dapat menerapkan tarif sesuai kemampuan ekonomi:

– Warga masuk Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dibebaskan.
– Tarif disesuaikan dengan golongan listrik atau luas bangunan.
– Rumah besar dengan NJOP tinggi membayar lebih mahal.

2. Integrasi Tagihan

Retribusi dapat digabung dengan pembayaran listrik atau air untuk menekan biaya koleksi, namun harus tetap menyediakan opsi pemisahan agar tidak membebani.

3. Tingkatkan Layanan Terlebih Dahulu

Husni menegaskan prinsip: “Pelayanan dulu, pungutan kemudian.” Jika masyarakat melihat perbaikan layanan, penerimaan terhadap retribusi akan meningkat.

4. Pendanaan Alternatif

Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah pusat dapat dialokasikan untuk pengelolaan sampah sehingga tidak semuanya dibebankan ke masyarakat.

Retribusi Sampah Layak, Tapi Tidak untuk Semua

Husni menyampaikan pandangan penutup bahwa secara prinsip, retribusi sampah adalah instrumen kebijakan yang layak untuk menciptakan sistem pengelolaan sampah yang mandiri dan berkelanjutan. Namun, ia menegaskan penerapannya tidak layak jika:

* Tarifnya flat tanpa mempertimbangkan kemampuan ekonomi,
* Layanan belum berkualitas,
* Tidak ada perlindungan bagi warga miskin.

“Dalam kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sulit, sebaiknya bagi masyarakat kecil, kewajiban retribusi ditiadakan terlebih dahulu agar tidak menimbulkan beban tambahan,” tegas Husni, Minggu 23 November 2025 di akun media sosil .

Polemik yang Berlanjut

Kebijakan retribusi kebersihan di Kukar hingga saat ini masih menjadi perdebatan panjang. Pemerintah daerah diharapkan segera memberikan penjelasan terbuka, memastikan mekanisme pungutan transparan, serta mempertimbangkan aspek sosial-ekonomi masyarakat kecil. Masyarakat pun menunggu apakah pemerintah akan merevisi metode penerapan atau justru mempertahankan kebijakan sesuai Perda.

Penerapan retribusi kebersihan di Kukar bukan perkara administrasi atau angka dalam tabel tarif belaka, tetapi berkaitan langsung dengan keadilan ekonomi, kualitas layanan publik, dan keberlanjutan lingkungan. Dan seperti yang diungkapkan banyak pihak, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada sensitivitas pemerintah terhadap kondisi masyarakat yang paling terdampak. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button