Samarinda, Sekaltim.co – Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (FH Unmul) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki secara menyeluruh kasus korupsi yang melibatkan mantan Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak (AFI).
Penetapan AFI oleh KPK yang diduga terlibat dalam dugaan korupsi terkait Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kaltim memperkuat dugaan adanya praktik korupsi yang telah lama mencengkeram sektor sumber daya alam (SDA) Kaltim.
“Tipologi korupsi SDA melibatkan aktor-aktor yang berkepentingan hingga melakukan berbagai cara untuk bisa melanggengkan eksploitasi SDA,” ungkap Orin Gusta Andini, juru bicara SAKSI FH Unmul dalam keterangan tertulis pada Jumat 27 September 2024.
AFI, yang menjabat sebagai Gubernur Kaltim selama dua periode (2008-2013 dan 2013-2018) menjalani pemeriksaan oleh KPK pada 19 September 2024.
Ia diduga terlibat dalam kasus penerimaan hadiah atau janji terkait pengurusan IUP di wilayah Kalimantan Timur bersama dua orang lainnya.
SAKSI FH Unmul menegaskan bahwa kasus ini hanyalah puncak gunung es dari praktik korupsi yang telah lama mengakar di sektor SDA Kaltim.
Lembaga tersebut mencatat beberapa poin penting terkait kasus ini:
1. Korupsi terkait izin tambang yang melibatkan AFI menambah daftar panjang kasus korupsi SDA di Kaltim.
2. Sektor SDA telah menjadi “lahan basah” bagi kepala daerah untuk melakukan korupsi melalui berbagai modus, mulai dari penyalahgunaan kewenangan, suap, hingga gratifikasi.
3. Penegakan hukum terhadap kasus korupsi AFI harus dilakukan secara transparan dan akuntabel.
4. KPK didesak untuk mengusut tuntas siapapun yang terlibat dalam kasus korupsi ini, tanpa pandang bulu.
5. SAKSI menyayangkan lambannya proses penyidikan KPK, mengingat korupsi ini terjadi saat AFI masih menjabat sebagai Gubernur Kaltim.
6. Lembaga anti-rasuah tersebut juga diminta untuk menyelidiki kepala daerah lain yang pernah menjabat saat kewenangan pemberian izin tambang masih berada di tangan pemerintah daerah.
Kerentanan sektor SDA terhadap praktik korupsi telah mengakibatkan eksploitasi yang tidak terkendali dan berdampak buruk bagi masyarakat serta lingkungan.
Ironisnya, sistem perizinan yang seharusnya menjadi instrumen kontrol justru disalahgunakan sebagai komoditas oleh para pejabat yang berkuasa.
“Kasus ini harus menjadi momentum bagi pemerintah dan aparat penegak hukum untuk membenahi tata kelola SDA di Kaltim dan daerah lainnya,” tegas Andini.
SAKSI FH Unmul menilai bahwa transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan SDA harus ditingkatkan untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan.
Lembaga ini juga mengajak masyarakat untuk berperan aktif dalam mengawasi pengelolaan SDA di daerah masing-masing.
Sementara itu, KPK belum memberikan pernyataan resmi lanjutan terkait progres penyelidikan kasus ini.
Namun, masyarakat Kaltim dan pemerhati anti-korupsi terus memantau perkembangan kasus yang melibatkan mantan gubernur tersebut. (*)