NEWS SEKALTIMPemprov KaltimSamarinda

Upaya Pengendalian Banjir di Sungai Karang Asam Besar Daerah Bukit Pinang Sudah Dinormalisasi 3,025 Kilometer!

SEKALTIM.CO – Sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Karang Asam Besar di Kelurahan Bukit Pinang yang alurnya berkelok-kelok dan kerap kali menjadi penyebab banjir, kini mulai dibenahi. Salah satunya, dengan menormalisasi alur sungai agar aliran air lebih lancar menuju hilir.

Pekerjaan ini dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) melalui Bidang Sumber Daya Air (SDA) Dinas PUPR-PERA berkolaborasi dengan Pemerintah Kota Samarinda. Jalur sungai yang sudah dinormalisasi adalah dari Jalan Saka hingga Perumahan Mahakam Grande sepanjang 3,025 kilometer.

Namun meski sudah dinormalisasi sepanjang itu, rupanya masih ada sekitar 800 meter yang belum bisa disentuh karena terkendala keberadaan permukiman warga. Kondisi ini menciptakan penyempitan, atau biasa disebut bottle neck, yang membuat laju air tertahan sehingga banjir masih terjadi di beberapa titik Kelurahan Bukit Pinang.

Dijelaskan Kepala Dinas PUPR-PERA Kaltim Aji Muhammad Fitra Firnanda melalui Kabid SDA Runandar, normalisasi sungai di Jalan Saka merupakan bagian dari sistem Sungai Karang Asam Besar. Sebelum tahun 2021, kawasan tersebut belum pernah tersentuh normalisasi, padahal kondisinya sudah cukup memprihatinkan.

“Di Jalan Saka itu sungainya banyak tikungan. Kita ingin mempercepat aliran dengan cara ‘penyodetan’. Tapi karena di sekitarnya ada banyak permukiman, maka tidak bisa serta-merta kita lakukan. Harus diselesaikan dulu masalah sosialnya,” ujar Runandar, di ruang bidang SDA Gedung A Dinas PUPR-PERA Kaltim, Rabu (1/10/2025).

Kabid SDA PUPR-PERA Kaltim Runandar, menunjukkan peta alur Sungai Karang Asam Besar di Jalan Saka yang telah dinormalisasi sepanjang 3,025 kilometer (garis biru). Masih ada PR 800 meter yang belum dinormalisasi. (SEKALTIM.CO/Dey)

Kemudian terkait sisa pekerjaan normalisasi sungai sepanjang 800 meter, ia membenarkan bahwa alasan tidak bisa dilanjutkan karena menyangkut lahan warga. PUPR-PERA Kaltim hanya bisa menuntaskan pekerjaan teknisnya, sementara persoalan pembebasan lahan dan komunikasi dengan masyarakat akan menjadi kewenangan Pemerintah Kota Samarinda.

“Penanganan banjir di sana, harus kita cari solusinya. Kalau bikin sodetan atau pelebaran, artinya tanah orang harus digunakan. Itu kan butuh proses. Tidak segampang yang terlihat. Jadi ini pekerjaan bersama, kita menangani teknis, sementara kota menangani masalah sosialnya,” jelasnya.

Ia juga mengingatkan risiko yang bisa muncul bila normalisasi dipaksakan di kawasan padat penduduk. Menurutnya, pengerjaan dengan alat berat di sekitar rumah warga sebenarnya juga sangat berisiko, baik terhadap bangunan maupun keselamatan jiwa.

“Kalau tiba-tiba setelah normalisasi ada turun hujan deras, dikhawatirkan rumah di bantaran itu bisa bergerak atau bahkan roboh. Kalau sampai terjadi hal yang tidak diinginkan, siapa yang akan bertanggung jawab? Itu kan bisa menimbulkan tuntutan masyarakat. Jadi kami sangat berhati-hati juga saat di lapangan,” terangnya.

Kemudian terkait fenomena penyempitan atau bottle neck pada alur sungai, ia mengatakan bahwa hal tersebut menjadi persoalan utama di Bukit Pinang. Air yang datangnya dari hulu dengan volume besar harus melalui saluran sempit di hilir, sehingga terhambat. Kondisi itu menyebabkan air tertahan cukup lama dan menimbulkan genangan banjir di lingkungan sekitar.

“Walau sudah kita normalkan sebagian besar alurnya, selama masih ada bottle neck, banjir tetap terjadi. Air tetap jalan, tapi memerlukan waktu lebih lama untuk surut,” bebernya.

Tampak kondisi alur Sungai Karang Asam Besar di Kawasan Jalan Saka sebelum dan sesudah diperlebar (atas). Serta, tampak kondisi alur yang berkelok-kelok (bawah). (Foto Bidang SDA Dinas PUPR-PERA Kaltim/SEKALTIM.CO)

Selain masalah sosial, aktivitas pembukaan lahan di kawasan pergudangan juga diduga memperburuk kondisi sungai. Lahan terbuka itu rentan menyebabkan erosi dan sedimen masuk ke badan sungai, sehingga mempercepat pendangkalan.

“Pembukaan lahan di pergudangan itu juga jadi penyumbang sedimen. Jadi meski sudah dinormalisasi, kalau aktivitas di sekitarnya benar-benar tidak terkendali, maka hasilnya tidak maksimal,” paparnya.

Selain itu, ia menerangkan bahwa masyarakat yang buang sampah sembarangan juga bisa memperparah kondisi sungai. Sampah yang menumpuk di aliran air akan menyebabkan pendangkalan dan penyumbatan, sehingga banjir tetap terjadi meski normalisasi sudah dilakukan. Karena itu, Runandar menekankan perlunya sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat.

“Masyarakat juga harus sadar, jangan buang sampah sembarangan. Semua pihak harus saling bersinergi untuk menuntaskan banjir ini,” katanya.

Meski masih terdapat kendala dalam program pengendalian banjir, ia menyebutkan bahwa hasil positif dari normalisasi yang dilakukan sebenarnya sudah dirasakan masyarakat. Menurutnya, aliran sungai di titik yang telah dinormalisasi kini lebih lancar dengan kedalaman mencapai 2–3 meter.

“Seperti di Mahakam Grande sekarang relatif aman. Air lebih lancar, genangan bisa cepat surut. Tapi karena di Jalan Saka masih ada yang sempit (bottle neck), genangan tetap ada di sekitar Bukit Pinang. Tapi dampaknya saat ini, banjirnya cepat surut,” tuturnya.

Pengerjaan normalisasi Sungai Karang Asam Besar di Jalan Saka menggunakan alat berat amfibi agar aliran air lebih lancar. (Foto Bidang SDA Dinas PUPR-PERA Kaltim/SEKALTIM.CO)

Runandar menegaskan bahwa penyelesaian sisa pekerjaan sepanjang 800 meter masih menjadi pekerjaan rumah. Semua bergantung pada penyelesaian masalah sosial antara Pemerintah Kota Samarinda dengan warga bantaran sungai.

“Intinya kita sudah lakukan normalisasi bertahap, dan hasilnya mulai terlihat. Tapi sisanya yang 800 meter ini masih terkendala lahan masyarakat. Jadi solusinya memang harus dikerjakan bersama dengan Pemerintah Kota Samarinda,” tegasnya.

Sementara itu, ditemui di Kantor Kelurahan Bukit Pinang, Senin (29/9), Lurah Bukit Pinang Eko Purwanto, menjelaskan bahwa pemerintah kota juga turut melakukan upaya penanganan banjir dengan dukungan pemerintah provinsi. Salah satunya melalui pembangunan drainase dan irigasi di kawasan Jalan Saka.

“Banjir besar di Bukit Pinang itu ada dua titik. Pertama di depan Masjid Asy-Syuhada. Nah di Jalan Saka penanganannya sudah dilakukan, tahun ini kita bangun drainase. Sebelumnya kita juga kerja sama dengan provinsi dan TNI untuk pengerukan sungai,” ungkapnya.

Ia menyebutkan, pengerjaan drainase di Jalan Saka sudah berjalan sekitar 1 kilometer, mulai dari titik RT 16 hingga mendekati perbatasan Kelurahan Lok Bahu. Proyek tersebut lanjut Eko, dikerjakan secara bertahap.

“Kalau di dalam Jalan Saka, itu kolaborasi antara kota dan provinsi, panjangnya kurang lebih 2 kilometer. Provinsi sudah selesaikan 1 kilometer, sekarang kota pun melanjutkan 1 kilometer lagi. Sedangkan untuk yang di luar, di depan Jalan Saka, itu dikerjakan oleh kota semuanya,” imbuhnya.

Lurah Bukit Pinang Eko Purwanto. (SEKALTIM.CO/Dey)

Eko sangat bersyukur pemerintah kota serta provinsi benar-benar peduli terhadap Bukit Pinang. Tak hanya dibangunnya drainase oleh kota, provinsi pun juga melakukan pengerukan sungai dengan alat berat. Pekerjaan dilakukan di beberapa titik rawan, terutama di RT 15, 16, dan 17 yang selama ini paling sering terdampak banjir.

“Kalau sekarang banjir di RT 15, 16, 17 itu cepat surut, paling lama 1 jam. Karena sungai sudah kita dalamin dan alirannya lebih lancar. Walaupun memang belum maksimal karena masih ada pekerjaan yang belum tersambung ke Sungai Langsat di belakang,” ungkapnya.

Diakui Eko, bahwa memang terdapat sejumlah kendala di lapangan, khususnya soal lahan warga. Namun menurutnya, masyarakat di Bukit Pinang relatif kooperatif dan mendukung program pengendalian banjir.

“Alhamdulillah, warga mau mengikhlaskan sebagian tanahnya untuk dibuat irigasi. Karena mereka juga sudah bosan rumahnya kebanjiran. Jadi kegiatan ini bisa berjalan karena ada dukungan masyarakat juga,” tambahnya.

Kendati demikian, ia juga menekankan bahwa penanganan banjir di Kelurahan Bukit Pinang tidak bisa hanya mengandalkan proyek teknis. Dibutuhkan juga sosialisasi, koordinasi, dan komitmen bersama masyarakat agar program bisa berlanjut.

“Harapan kami ke depan, kalau semua saluran ini sudah nyambung sampai Sungai Langsat, genangan banjir bisa berkurang dan jauh lebih maksimal. Paling tidak, airnya juga cepat turun sehingga aktivitas masyarakat dan perekonomian tidak terganggu,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button