Warganet Ramai-ramai Unggah Screenshot Garuda Biru Peringatan Darurat

Reaksi Terhadap Dugaan Manipulasi Aturan Pilkada oleh DPR

Sekaltim.co – Di tengah polemik yang berkembang seputar revisi Undang-Undang Pilkada, warganet bergerak cepat dengan mengunggah gambar peringatan darurat sebagai bentuk protes di Indonesia. Tagar #KawalPutusanMK menjadi trending di berbagai platform media sosial, menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dianggap menjadi korban manipulasi politik. Unggahan ini tidak hanya memperlihatkan ketidakpuasan publik, tetapi juga menunjukkan betapa seriusnya ancaman terhadap demokrasi di Indonesia.

Mahkamah Konstitusi dan DPR yang Menghebohkan

Pada Selasa, 20 Agustus 2024, Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia mengabulkan sebagian gugatan terkait Pilkada 2024. Keputusan ini memungkinkan partai politik yang tidak memiliki kursi di DPRD untuk mencalonkan kandidat, dan juga menyesuaikan ambang batas (threshold) suara sah. MK juga memutuskan bahwa syarat usia minimal calon kepala daerah harus dihitung sejak KPU menetapkan pasangan calon, bukan sejak calon terpilih dilantik.

Namun, sehari setelah keputusan tersebut, Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar rapat kilat untuk membahas revisi Undang-Undang Pilkada. Hasilnya, DPR menyepakati bahwa perubahan syarat ambang batas pencalonan hanya berlaku untuk partai yang tidak memiliki kursi di DPRD. Selain itu, syarat usia minimal calon kepala daerah juga diubah, mengikuti putusan Mahkamah Agung (MA), yaitu dihitung saat pelantikan, bukan saat pendaftaran.

Peringatan Darurat dan Reaksi Warganet

Ketidakpuasan publik terhadap langkah DPR yang dianggap “sat-set” mengakali aturan Pilkada ini meluas. Media sosial dipenuhi dengan unggahan gambar “Peringatan Darurat Garuda Biru”. Gambar tersebut merujuk pada potongan video dari akun YouTube EAS Indonesia Concept, yang menunjukkan lambang Burung Garuda berlatar biru dongker, disertai teks “Peringatan Darurat kepada warga sipil terhadap aktivitas anomali yang baru saja dideteksi oleh pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Warganet di platform X (sebelumnya dikenal sebagai Twitter) dan Instagram ramai-ramai mengunggah gambar ini. Beberapa pengguna menambahkan keterangan seperti “Peringatan Darurat” atau bahkan mengungkapkan kemarahan mereka terhadap keputusan DPR yang dianggap menentang putusan MK.

Dukungan dari Berbagai Kalangan

Bukan hanya masyarakat biasa, tetapi juga tokoh-tokoh publik turut menyuarakan pendapat mereka. Sutradara terkenal, Joko Anwar, dalam akun X miliknya, mengajukan pertanyaan yang menyoroti masalah ini. Sementara itu, beberapa kampus seperti Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Kabinet Keluarga Mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), dan BEM Kema Universitas Padjadjaran (Unpad) juga mengunggah gambar Garuda biru tersebut. Mereka mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk bersatu melawan apa yang mereka sebut sebagai “kejahatan negara yang terstruktur.”

Tagar Viral di Media Sosial

Hingga Rabu malam, 21 Agustus 2024, sejumlah tagar terkait polemik ini menjadi trending di media sosial. Tagar seperti #TolakPolitikDinasti, #TolakPilkadaAkal2an, #KawalPutusanMK, dan #KawalMK berhasil mengumpulkan ratusan ribu postingan. Tagar #KawalPutusanMK sendiri menjadi simbol perlawanan terhadap upaya yang dianggap sebagai pembajakan demokrasi melalui manipulasi hukum.

Sekaltim.co mencatat, antara lain:
1. #TolakPolitikDinasti 675 ribu unggahan
2. #TolakPilkadaAkal2an 757 ribu unggahan
3. #KawalPutusanMK dan #KawalMK
4. Peringatan Darurat 253 ribu unggahan

Pandangan Pakar Hukum Tata Negara

Zainal Arifin Mochtar, seorang pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), memberikan pandangannya melalui sebuah wawancara di CNN Indonesia, Rabu malam 21 Agustus 2024. Ia menyatakan bahwa peringatan darurat ini mencerminkan kekhawatiran masyarakat akan bahaya terhadap demokrasi di Indonesia. Ia menekankan bahwa keputusan MK yang seharusnya menjadi kemenangan kecil bagi demokrasi justru berisiko dibajak kembali oleh DPR.

Zainal Arifin Mochtar, menjelaskan bahwa peringatan darurat ini memiliki beragam tafsir. Salah satunya adalah adanya bahaya terhadap demokrasi karena putusan MK yang seharusnya jadi kemenangan bagi demokrasi malah hendak dibajak lagi melalui revisi UU Pilkada oleh DPR.

“Coba bisa dibayangkan undang-undang Pilkada tiba-tiba langsung selonong ya diubah dengan sangat cepat. Awalnya memang sudah ada. Tapi kemudian tiba-tiba ada peringatan, ada undangan tertentu lalu kemudian dibahas dalam waktu 7 jam dan lalu kemudian malam ini akan mengalami Paripurna,” ujar Zainal.

Kritik Terhadap Proses Legislasi

Zainal Arifin Mochtar juga menyoroti proses legislasi yang dianggap terlalu terburu-buru. Rancangan Undang-Undang Pilkada yang baru saja dibahas oleh DPR dianggap sebagai manifestasi dari ketidakpedulian politisi terhadap keinginan publik. Ia mengingatkan bahwa publik harus waspada dan bersatu dalam menghadapi ancaman terhadap prinsip-prinsip demokrasi.

“Darurat ini juga bisa dibayangkan sebagai betapa publik itu tidak dimaknai apa-apa oleh para politisi,” kata Zainal Arifin Mochtar.

Peringatan Darurat sebagai Simbol Perlawanan

Gambar “Peringatan Darurat Garuda Biru” kini telah menjadi simbol perlawanan terhadap upaya manipulasi hukum yang dianggap merugikan demokrasi. Unggahan gambar ini tidak hanya viral di media sosial, tetapi juga telah menyentuh berbagai lapisan masyarakat, mulai dari akademisi, mahasiswa, hingga tokoh-tokoh publik.

Dengan semakin meluasnya penggunaan simbol “Peringatan Darurat Garuda Biru”, publik secara terang-terangan menyuarakan ketidakpuasan mereka. (*)

Exit mobile version