Sekaltim.co – Di tengah lebatnya hutan Bentang Alam Wehea-Kelay, Kalimantan Timur (Kaltim), tersimpan rahasia alam yang kini mulai terungkap. Kawasan seluas 532.143 hektare ini bukan sekadar menjadi rumah bagi sekitar 1.200 individu orangutan Kalimantan, tetapi juga menyimpan potensi bioprospeksi yang menjanjikan dari berbagai jenis tumbuhan pakan primata endemik tersebut.
Penemuan ini terungkap dalam Ekspos Hasil Kolaborasi Pengelolaan Sumber Daya Alam Berkelanjutan Skala Bentang-Alam di Wehea-Kelay yang digelar pada Selasa, 10 Desember 2024 di Samarinda. Acara ini menjadi momentum penting yang menghadirkan hasil riset breakthrough dalam dunia bioprospeksi Indonesia.
“Salah satu yang menarik perhatian saya, bahwa hasil kolaborasi ini menghasilkan prototipe produk bioprospeksi yang terinspirasi dari tumbuhan pakan orangutan,” ungkap Sekretaris Daerah Kalimantan Timur Sri Wahyuni, melalui Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalimantan Timur, Anwar Sanusi.
Perjalanan Riset Pakan Orangutan
Tim peneliti gabungan dari Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman dan Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) telah melakukan penelitian intensif sepanjang tahun 2023. Dari total 227 jenis pakan orangutan yang teridentifikasi, para peneliti berhasil mengidentifikasi 59 jenis yang kemudian dikerucutkan menjadi 11 jenis potensial berdasarkan kandungan bioaktivitas dan nutrisinya.
Dekan Universitas Mulawarman, Irawan Wijaya Kusuma, mengungkapkan terobosan signifikan dalam penelitian tersebut. “Ketemulah jenis Macaranga conifera ini yang memiliki potensi anti-kanker, anti-diabetes, dan anti-oksidan yang bisa diturunkan untuk produk perawatan kulit,” jelasnya dengan antusias.
Dari Hutan ke Laboratorium: Lahirnya WEMACA
Hasil penelitian tersebut tidak berhenti di laboratorium. Tim peneliti berhasil mengembangkan purwarupa produk skincare yang diberi nama dagang WEMACA (Wehea-Kelay Macaranga). Produk Wemaca Skincare ini diklaim memiliki khasiat untuk antipenuaan dini, antijerawat, dan pencerah wajah.
“Tiga produk tersebut dipilih sesuai dengan kondisi pasar saat ini,” tambah Irawan. Ia optimis bahwa masih banyak potensi pengembangan produk lain, mengingat masih banyak jenis pakan orangutan yang belum dieksplorasi khasiatnya.
Kolaborasi Multi-Pihak: Kunci Keberhasilan
Kesuksesan penelitian ini tidak lepas dari kolaborasi 23 pihak yang tergabung dalam Forum Kolaborasi Bentang Alam Wehea-Kelay. Mereka terdiri dari pemerintah, sektor swasta, akademisi, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat lokal yang telah bekerjasama selama hampir satu dasawarsa.
Anwar Sanusi, yang juga menjabat sebagai Ketua Forum Kolaborasi, menegaskan bahwa kawasan ini berkontribusi signifikan terhadap keanekaragaman hayati regional. “Berdasarkan data Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan tahun 2023, bentang alam ini menyumbang sekitar 35 persen pencapaian Indeks Kualitas Tutupan Lahan,” jelasnya.
Manfaat Berkelanjutan bagi Masyarakat dan Lingkungan
Keberadaan Forum Kolaborasi tidak hanya bermanfaat bagi konservasi, tetapi juga membawa dampak positif bagi berbagai pemangku kepentingan. Direktur Utama PT Gunung Gajah Abadi, Totok Suripto, mengakui bahwa kemitraan ini telah membantu perusahaan dalam menerapkan praktik pengelolaan konsesi yang berkelanjutan. “Padahal isu yang dijaga bergerak lintas batas dan dampak pengelolaan di tiap perusahaan juga pasti lintas batas,” kata Totok.
Sementara itu, Yuliana Wetuq dari Lembaga Adat Dayak Wehea menyampaikan bahwa forum ini membantu masyarakat adat dalam menjaga hutan warisan mereka. “Kami mendapatkan kawan untuk patroli, survei dan menjaga hutan lindung Wehea,” ujarnya.
Potensi Ekonomi dan Masa Depan
Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 2 tahun 2018, bioprospeksi didefinisikan sebagai kegiatan eksplorasi, ekstraksi, dan penapisan sumber daya alam hayati untuk pemanfaatan komersial. Dengan penemuan 30 jenis tumbuhan yang memiliki informasi etnofarmakologi, potensi ekonomi dari kawasan ini semakin menjanjikan.
Anggota Dewan Pengawas YKAN, Wiratno, melihat ini sebagai model pembelajaran yang bisa direplikasi di wilayah lain di Indonesia. “Bagaimana pengelolaan sumber daya alam bisa memberikan banyak manfaat tidak hanya dari sisi ekologi, tapi juga ekonomi bagi pelaku usaha sekaligus masyarakat,” tegasnya.
Bentang Alam Wehea-Kelay juga berperan penting sebagai kawasan penyangga Daerah Aliran Sungai (DAS) Kelay dan DAS Wahau. Setidaknya 30 ribu jiwa mengandalkan sumber air dari ekosistem ini, mencakup masyarakat di Kecamatan Kelay (Kabupaten Berau), serta Kecamatan Kombeng, Wahau, dan Telen di Kutai Timur.
Potensi Bioprospeksi
Penemuan potensi bioprospeksi dari pakan orangutan di Bentang Alam Wehea-Kelay membuka babak baru dalam konservasi berbasis ekonomi di Indonesia. Keberhasilan ini membuktikan bahwa perlindungan habitat orangutan tidak hanya penting bagi kelestarian spesies, tetapi juga dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat melalui pengembangan produk bernilai tinggi.
Dengan lebih dari 1.400 jenis satwa liar yang mendiami kawasan ini, potensi penemuan baru masih terbuka lebar. Kolaborasi yang telah terjalin selama satu dasawarsa ini diharapkan dapat terus berkembang dan menjadi model pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan di Indonesia. (*)