Sekaltim.co – Persoalan akses listrik masih menjadi tantangan besar di Kalimantan Timur (Kaltim), dengan 130 desa yang belum mendapatkan pasokan listrik dari PLN.
Keberadaan 130 desa yang belum teraliri listrik di Kaltim menjadi bukti perlunya peningkatan infrastruktur kelistrikan di daerah terpencil.
Kondisi ini juga menunjukkan kesenjangan pembangunan yang masih terjadi antara wilayah perkotaan dan pedesaan.
PLN sebagai perusahaan listrik negara dituntut untuk mempercepat program elektrifikasi di daerah-daerah yang belum terjangkau, sambil tetap memperhatikan efisiensi dalam penyaluran subsidi listrik.
Persoalan kelistrikan dan energi di Kaltim itu diungkapkan oleh Anggota Komisi XII DPR RI Syafruddin, politikus Partai Kebangkitan Bangsa dari daerah pemilihan Kaltim, dalam pernyataannya pada Kamis, 5 Desember 2024.
Syafruddin meminta PLN untuk konsisten melakukan pemerataan energi di seluruh pelosok Indonesia.
“Di dapil saya Kalimantan Timur masih ada 130 desa yang belum teraliri listrik, terutama dari PLN,” ujarnya, menekankan pentingnya akses listrik bagi masyarakat di daerah terpencil.
Meski mendukung upaya pemerintah dan PLN dalam mengevaluasi penerima subsidi listrik, Syafruddin menegaskan bahwa evaluasi harus dilakukan secara komprehensif.
“Pemberian subsidi listrik harus tepat sasaran, harus kepada masyarakat yang betul-betul tidak mampu, dan ekonomi melemah,” jelasnya.
Politikus PKB ini berharap evaluasi yang dilakukan dapat mencegah kerugian PLN akibat kesalahan dalam penempatan subsidi listrik.
Menurut Syafruddin, tantangan pemerataan listrik di Kaltim menjadi cerminan kondisi serupa yang mungkin terjadi di berbagai wilayah Indonesia lainnya.
Namun, ia juga menekankan bahwa fokus utama tetap pada pemerataan akses listrik ke seluruh wilayah, terutama daerah-daerah yang masih belum terjangkau jaringan PLN.
Pernyataan Syafruddin menggambarkan dua tantangan besar yang dihadapi sektor kelistrikan nasional: pemerataan akses listrik hingga ke pelosok desa dan ketepatan sasaran subsidi listrik.
Kedua hal ini, menurut Syafruddin, menjadi kunci dalam mewujudkan keadilan energi bagi seluruh masyarakat Indonesia. (*)