ANEKADPRD Prov Kaltim

Rekomendasi Muhammad Samsun Tentang Buku “Jejak Langkah Telinga Panjang” Karya Ati Bachtiar

SEKALTIM.CO – Suku Dayak dengan segala keunikan dan kekayaan budayanya selalu menarik untuk dikaji dan dieksplorasi lebih lanjut. Salah satu buku yang menelisik kehidupan suku ini adalah “Jejak Langkah Telinga Panjang” karya Ati Bachtiar yang terbit pada 2019. Buku antropologi dan fotografi ini bahkan mendapat rekomendasi dari Wakil Ketua DPRD Kalimantan Timur, Muhammad Samsun sebagai buku bacaan bermutu.

“Sambil bekerja, ada buku bagus yang membahas suku asli Kalimantan, ‘Jejak Langkah Telinga Panjang’, ini bagus sekali, penulisnya @atibachtiar terimakasih sudah membukukan pengalaman bersama tetua kita Telinga Panjang,” tulis Muhammad Samsun dalam caption foto Instagram pribadinya pada Jumat, 5 April 2024. Dalam foto tersebut, Muhammad Samsun nampak sedang membuka buku tersebut di atas meja kerjanya.

Menyelami Keunikan Suku Dayak Lewat Karya Ati Bachtiar

Ditulis oleh Ati Bachtiar dan diedit oleh Kurniawan Junaedhie, “Jejak Langkah Telinga Panjang” ini diterbitkan oleh RSS Studio. Buku setebal vii + 198 halaman ini dicetak di atas kertas luks dan berukuran besar, dengan bentuk yang sangat indah.

jejak langkah telinga panjang

Dua hal pokok yang dibahas dalam buku ini adalah telinga panjang dan rajah (tato tubuh). Isinya terdiri dari 10 fragmen yang diawali pengantar oleh Gubernur Kalimantan Timur dan beberapa tokoh lainnya.

Pada fragmen pertama, Ati Bachtiar menampilkan 45 foto nenek-nenek bertelinga panjang di tengah kekhawatiran bahwa mereka mungkin merupakan generasi terakhir yang memiliki tradisi unik tersebut. Fragmen kedua menceritakan perjalanan panjang dan berliku yang sangat melelahkan dilalui oleh penulis. Namun, semua itu terbayar dengan banyaknya foto-foto yang berhasil diambil selama perjalanan, seperti keindahan alam yang menawan, flora dan fauna khas pedalaman Kalimantan, serta beragam upacara adat di desa-desa yang disinggahi.

Tradisi Telinga Panjang dan Rajah Dilestarikan

Pada fragmen kelima, Ati Bachtiar menceritakan bahwa budaya telinga panjang dan rajah (tato tubuh) sudah berlangsung sangat lama di dunia ini sebagai simbol status sosial. Sementara itu, fragmen ketujuh menceritakan penelusuran penulis ke desa-desa untuk menemui para nenek bertelinga panjang dan mendengar langsung alasan mereka bertahan dengan tradisi tersebut.

Penulis buku ini melakukan wawancara langsung dengan nenek-nenek bertelinga panjang yang tempat tinggalnya sangat berjauhan, termasuk dari Suku Dayak Wehea. Menariknya, dalam buku ini juga ditampilkan foto-foto keindahan flora dan fauna di Hutan Lindung Wehea.

Referensi Penting Bagi Peneliti Budaya Suku Dayak

Menurut Muhammad Samsun, “Jejak Langkah Telinga Panjang” sangat bagus untuk dijadikan referensi bagi siapa pun yang ingin meneliti budaya Suku Dayak, khususnya di Kalimantan Timur. Foto-foto yang dirangkai dengan sangat indah dalam buku ini menciptakan pesona tersendiri, terutama bagi para penggemar karya fotografi.

Dengan kekayaan isi dan keindahan visual yang disajikan, buku karya Ati Bachtiar ini bisa menjadi jendela untuk lebih mengenal kehidupan dan keunikan budaya Suku Dayak yang masih terjaga hingga saat ini. Selain itu, buku ini juga menjadi sumbangsih berharga dalam upaya pelestarian warisan budaya bangsa.

Mengenal Ati Bachtiar

Penulis sekaligus fotografer dalam buku “Jejak Langkah Telinga Panjang” adalah Ati Bachtiar. Ati Bachtiar adalah nama lain dari Ruh Hayati, seorang fotografer kelahiran Bandung pada 20 Januari 1969 sebagai putri dari pasangan Atit Wasilah Maulany (alm) dan A.H Widjajabrata (alm), seorang perwira TNI-AD. Ia menyelesaikan pendidikan formalnya di Universitas Padjadjaran Bandung, Fakultas Sastra program Studi Bahasa Perancis.

Selain belajar fotografi dari suaminya, Ray Bachtiar Dradjat, seorang fotografer senior Indonesia pendiri Komunitas Lubang Jarum Indonesia, Ruh juga seorang penjelajah alam yang tergabung dalam Perhimpunan Penjelajah Alam Jamadagni sejak 1984.

Dalam karir fotografi, Ruh berhasil meraih penghargaan foto terbaik bertema “Promosi Aset Diplomasi Publik Indonesia melalui foto-foto bertemakan seni dan budaya Indonesia” dari Kementerian Luar Negeri Indonesia pada tahun 2011. Ia kemudian mendapat pengakuan sebagai nominator pada International Garuda Photo Contest pada tahun 2012-2013, dan diangkat menjadi duta (endorser) oleh Canon EOS M10 pada tahun 2016.

Ruh dikenal sebagai salah satu fotografer wanita Indonesia yang andal. Beliau telah menjadi bagian dari Srikandi Fotografi Indonesia versi Canon Indonesia pada tahun 2016-2018, dan terpilih sebagai EOS CREATOR INDONESIA pada 2021-2023.

Sebuah penghargaan tertinggi diberikan kepada Ruh ketika ia memenangkan kategori Pelestari Budaya pada Penghargaan CSR Indonesia Award tahun 2022 sebagai bentuk apresiasi atas karya-karyanya yang turut melestarikan warisan budaya Indonesia.

Hasil karya fotografi Ruh tampaknya menjadi sumber inspirasi bagi sejumlah orang. Kumpulan hasil karya fotografi yang berjudul “Telinga Panjang Mengungkap Yang Tersembunyi” (diterbitkan oleh RBS pada tahun 2016), “Jejak Langkah Telinga Panjang” (diterbitkan oleh KKK pada tahun 2019), dan “Jati Diri Terakhir” (terbitan Majalah National Geographic Indonesia, April 2021) menjadi bukti eksistensi fotografer handal ini.

Ruh juga memamerkan karya fotografi tunggalnya dalam pameran “Telinga Panjang Mengungkap Yang Tersembunyi” di Bandung, Jogja, Bali, Samarinda, Makassar, dan Jakarta pada tahun 2017.

Selain menjadi fotografer, Ruh juga dikenal sebagai seorang asesor kompetensi bidang fotografi Badan Nasional Sertifikasi Profesi sejak tahun 2020. Ia memiliki sejumlah sertifikat lain yang bersangkutan dengan bidang fotografi, seperti Old Print Photography dari TIM Jakarta, Hybrid Photography dari Humanika Artspace-Kemendikbud, Asesor Badan Nasional Sertifikasi Profesi & Bekraf Bidang Fotografi, dan sebagainya. (*)

Simak berita Sekaltim.co lainnya di tautan Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button