Rocky Gerung Kritik Keras Rektor Unri yang Laporkan Mahasiswa ke Polisi Gara-Gara Kritik UKT

SEKALTIM.CO – Kasus seorang mahasiswa Universitas Riau (Unri) yang dilaporkan ke polisi oleh rektornya sendiri karena menyuarakan penolakan kenaikan uang kuliah menuai kecaman dari Rocky Gerung. Pemikir yang dikenal sebagai pengamat sosial politik ini menilai langkah rektor Unri tersebut sebagai tindakan yang melampaui batas kewenangan.

Dalam wawancara dengan Hersubeno Arief pada Kamis 9 Mei 2024, Rocky gerung menyayangkan sikap rektor Unri yang justru mengkriminalisasi mahasiswanya alih-alih membelanya. Padahal, kata Rocky, seharusnya rektor mengadvokasi aspirasi mahasiswa yang menolak kenaikan biaya kuliah karena banyak keluarga tak mampu membayarnya.

“Mestinya rektornya justru advokasi itu. Bukan mahasiswanya yang dilaporin ke polisi,” tegas Rocky yang juga akrab disapa dosen akal sehat ini.

Hak untuk Mendapat Pendidikan

Lebih lanjut, Rocky mengatakan bahwa belajar merupakan hak asasi dan hak warga negara yang bahkan seharusnya gratis. Ia mengutip amanat konstitusi untuk “mencerdaskan kehidupan bangsa”, yang berarti negara harus memastikan tidak ada anak bangsa yang tak memperoleh pendidikan.

“Jadi si mahasiswa menuntut hak dia yang ada di konstitusi, jangan naikkan uang kuliah. Tapi rektor Unri justru melaporkan mahasiswanya ke polisi dengan UU ITE,” ujar Rocky geram.

Rocky menilai rektor Unri tidak memahami fungsinya sebagai pemimpin institusi pendidikan tinggi. Rektor bukan majikan yang terganggu oleh demo karyawan. Akan tetapi, rektor seharusnya memperjuangkan hak mahasiswa untuk mendapat akses kuliah yang berkelanjutan.

“Anak didiknya memprotes karena itu akan berakibat pada hak untuk menyelesaikan kuliah yang bisa 4 tahun jadi 6 tahun karena kena sanksi cuti lagi dan lain-lain,” jelasnya.

“Harusnya rektor jadi pihak yang menegosiasikan uang kuliah itu. Mahasiswa bilang ‘Bu Rektor tolong pergi ke Menteri Keuangan supaya ada dana khusus bagi yang tak mampu bayar uang kuliah’. Itu kerjaannya sebagai administrator kampus,” imbuh Rocky.

Ia pun meragukan alasan di balik pelaporan mahasiswa ke polisi oleh rektor. Menurutnya, seharusnya rektor membela dan mengakomodir mahasiswa yang hanya menuntut haknya untuk dididik, bukan malah melapor ke polisi.

“Ini ngacok minta ampun. Orang-orang minta hak untuk dididik, tapi dilaporin ke polisi. Jadi kacau negeri ini karena si rektor pasti takut nanti ada keributan, terus rektornya kena sanksi, menterinya kena sanksi presiden,” tutur Rocky.

“Fungsi rektor itu memastikan kelulusan, bukan memastikan mahasiswa DO (drop out),” tegasnya.

Memprihatinkan Orientasi Komersial Kampus

Rocky kemudian mengkritik fenomena kampus negeri yang sudah mulai berorientasi komersial atau profit dengan cara penerapan sistem Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Milik Negara (PTN BHMN). Menurutnya, konsekuensi sistem BHMN ini membuat kampus harus mencari sumber dana sendiri sehingga memunculkan praktik favoritisme penerimaan mahasiswa.

“PTN BHMN itu berkonsekuensi universitas mesti cari uang sendiri. Makanya dia pakai sistem favoritisme, siapa yang bisa bayar banyak, dia diterima, bukan melalui ujian seleksi,” ungkap Rocky.

Kondisi ini kata Rocky, membuat persaingan penerimaan mahasiswa menjadi tidak adil dan diskriminatif bagi calon mahasiswa yang tidak mampu membayar biaya masuk yang mahal. Lebih miris lagi, praktik jual beli jatah masuk prodi favorit seperti kedokteran pun menjadi lumrah terjadi di kampus-kampus negeri bermutu.

“Sekarang ada jatah rektor, jatah dekan, segala macam. Jadi universitas akhirnya dimanipulasi jadi industri bisnis, persaingannya enggak fair,” tutur Rocky.

“Kita dengan mudah tahu bahwa perguruan tinggi bermutu di sini yang negeri itu bisa disogok, bisa diperjualbelikan masuk fakultas kedokteran, sekarang mungkin Rp1 miliar. Bagaimana ceritanya hal-hal seperti ini bisa terjadi?” sambungnya.

Kondisi ini dianggap Rocky sebagai dampak dari orientasi komersial kampus negeri akibat sistem BHMN. Ia pun menyayangkan fungsi universitas sebagai menara cahaya intelektual kian terkikis demi mengejar keuntungan finansial.

“Lama-lama universitas ini jadi perusahaan juga karena dasarnya benefit cost analysis. Fungsi universitas sebagai cahaya intelektual untuk mendirikan menara-menara pemikiran itu hilang,” tuturnya.

“Kita mulai lihat bagaimana permainan dananya makin lama makin jorok karena sumber-sumbernya juga makin sulit, seperti sponsor korporasi dan hibah riset,” imbuh Rocky.

Tak Sepantasnya Mahasiswa Dikriminalisasi

Menanggapi pencabutan laporan oleh rektor Unri terkait kasus mahasiswa yang dilaporkannya, Rocky berharap hal ini menjadi pelajaran berharga. Rektor Unri dinilai sudah melampaui batas dengan mengkriminalisasi mahasiswanya sendiri.

“Mahasiswa yang protes kenaikan uang kuliah itu dipidanakan, kan ini ngacok minta ampun,” pungkas Rocky.

Rocky mengingatkan bahwa isu uang kuliah tak seharusnya dibawa ke ranah pidana. Menurutnya, Menteri Pendidikan Nadiem Makarim seharusnya bernegosiasi dengan Menkeu dan Presiden agar kampus negeri tidak dibebani masalah finansial yang kemudian dibebankan ke mahasiswa.

“Harusnya Nadim negosiasikan ke Menkeu atau Presiden supaya masalahnya selesai. Jangan sampai rektor dibebani lalu pusing karena target rektornya menggaji karyawan itu dari dana mahasiswa,” imbau Rocky. (dui)

Exit mobile version