ANEKASamarinda

Taman Para’an dari Suara Warga untuk Samarinda yang Lebih Nyaman

Samarinda, Sekaltim.co – Senja di Samarinda kali ini akan tampak berbeda. Di sudut kota yang dulu hanya menjadi lahan tak terurus, kini berdiri Taman Para’an.

Taman Para’an Samarinda tanpa listrik PLN tetapi menggunakan teknologi solar panel 5000 W dengan menggunakan turbine angin di atas. Kini anak-anak bisa berlarian di area bermain, sementara kelompok lansia bisa bercengkerama di gazebo yang dirancang khusus dengan akses ramah difabel.

Sekilas, wilayah itu layaknya etalase ruang tamu bersama yang indah dan tertata. Warga pun merasa memilikinya.

Sejak awal, warga memang terlibat aktif dalam perencanaan Taman Para’an. Bukan sekadar dimintai pendapat, warga benar-benar menjadi berkemauan merancang taman yang resmi diluncurkan Wali Kota Samarinda Andi Harun pada Senin 19 Mei 2025.

Taman yang Lahir dari Bawah

Berlokasi strategis di dekat Jembatan Nibung Baru dan Pasar Segiri, Taman Para’an hadir dengan konsep yang jarang ditemui di Indonesia. Namanya diambil dari Bahasa Kutai yang berarti ‘Dekat’ – sebuah simbol kedekatan baik geografis maupun emosional dengan warga.

Filosofi Taman Para’an Samarinda tampak sederhana. Warga ingin taman ini menjadi perpanjangan dari teras rumah warga Samarinda.

Yang membuat Taman Para’an istimewa adalah proses kelahirannya. Tidak seperti kebanyakan ruang publik yang dirancang dari “atas ke bawah” oleh konsultan profesional.

Taman ini benar-benar lahir dari aspirasi warga yang difasilitasi oleh Pemkot Samarinda dengan Kementerian Lingkungan Hidup melalui Center For Climate And Urban Ressillience (Cecur) University Of 17 Agustus 1945 Surabaya, Kemitraan Partnership, Queensland University Of Teknology yang sumber pendanaannya tanpa menggunakan APBD melainkan melalui Adaptation Fund.

Sejak groundbreaking pada 2 Mei 2024, warga sekitar terlibat dan bersama-sama dalam pertukaran gagasan pada setiap diskusi, lokakarya desain, hingga penentuan prioritas fasilitas yang dibutuhkan.

Ini bukan taman pemerintah, tapi taman rakyat. Mereka yang menentukan bentuknya, fungsinya, bahkan rencananya warga pula yang akan mengelola.

“Taman Para’an bukan hanya sekadar proyek pembangunan ruang terbuka, tapi juga bentuk nyata dari partisipasi publik yang menyeluruh sejak tahap awal,” ungkap Wali Kota Andi Harun saat peresmian.

Teknologi Hijau di Tengah Kota

Panel-panel surya tertata rapi di Taman Para’an Samarinda. Total kapasitasnya 5.000 watt. Ini merupakan sistem energi terbarukan yang menjadi tulang punggung taman ini.

Selain panel surya, turbine angin skala kecil yang dirancang khusus untuk kondisi perkotaan melengkapi sistem kemandirian energi taman.

Desainnya yang minimalis nyaris tidak menimbulkan suara bising, namun efektif menghasilkan listrik dari hembusan angin sungai Mahakam.

Laboratorium Hidup Ketahanan Iklim

Taman Para’an Samarinda pun melengkapi landskap Jembatan Nibung Baru. Terlihat gazebo utama sebagai bangunan yang berdiri megah.

Taman ini bukan sekadar tempat santai, tapi juga laboratorium hidup tentang ketahanan iklim

Taman Para’an bakal semakin hidup dengan kedatangan warga yang baru pulang kerja. Ada yang berolahraga ringan, piknik sore, atau sekadar duduk-duduk menikmati senja sebagai tempat berkumpul yang nyaman.

Wali Kota Andi Harun berharap Taman Para’an bisa menjadi model pengembangan ruang publik di kota-kota lain di Indonesia.

Menurutnya, Taman Para’an menjadi bukti bahwa pembangunan berbasis partisipasi warga bukan sekadar konsep di atas kertas. Hasilnya jauh lebih berkelanjutan karena masyarakat merasa memiliki.

“Masyarakat menentukan sendiri desainnya. Jadi ruang publik ini bukan turun dari atas, tapi lahir dari bawah. Inilah contoh ruang publik berbasis aspirasi warga,” kata Wali Kota.

Di tengah riuh kota Samarinda, filosofi dari Taman Para’an terasa begitu nyata terwujud. ‘Para’an’ – kedekatan – tidak hanya soal lokasi fisik yang mudah dijangkau, tapi juga tentang kedekatan emosional antara masyarakat dengan kota yang mereka tinggali.

Melalui ruang publik Taman Para’an yang dirancang dari, oleh, dan untuk warga ini, Samarinda menunjukkan bahwa kota yang tangguh terhadap perubahan iklim dibangun bukan hanya dengan teknologi canggih, tetapi juga dengan kekuatan partisipasi warganya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button