ANEKANUSANTARA

Sukatani Band Jadi Sorotan, Viral Lalu Klarifikasi Lagu “Bayar Bayar Bayar”

Sekaltim.co – Sukatani Band sedang menjadi sorotan di media sosial. Ada apakah gerangan dengan band bergenre punk ini?

Diketahui Sukatani Band telah mengumumkan menarik lagu mereka berjudul “Bayar Bayar Bayar” di seluruh platform sosial media usai lagu tersebut menjadi viral.

Dalam video klarifikasi band punk asal Purbalingga ini, personil Sukatani juga menyampaikan minta maaf kepada Kapolri atas lagu ciptaan mereka.

Band yang dikenal selalu tampil dengan topeng dan vokal dalam menyuarakan kritik sosial ini kini terpaksa “membuka topeng” mereka secara literal dan figuratif.

Pada Kamis 20 Februari 2025, duo Sukatani merilis video pernyataan maaf resmi terkait lagu kontroversial mereka yang berjudul “Bayar Bayar Bayar”.

Kronologi Kontroversi: Dari Album Gelap Gempita Hingga Viral di Media Sosial

Lagu “Bayar Bayar Bayar” Sukatani Band merupakan salah satu track dalam album “Gelap Gempita” yang dirilis pada 24 Juli 2023. Namun, lagu tersebut baru menjadi perbincangan hangat setelah viral di berbagai platform media sosial belakangan ini.

Lirik yang menyoroti isu korupsi dan pungli, khususnya dengan baris “mau bikin SIM, bayar polisi, ketilang di jalan, bayar polisi”, dianggap menyudutkan institusi kepolisian.

Muhammad Syifa Al Lufti alias Alectroguy (gitaris) dan Novi Citra Indriyati alias Twister Angel (vokalis) tampil tanpa topeng khas mereka dalam video klarifikasi tersebut.

Keduanya menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan seluruh institusi Kepolisian Republik Indonesia.

“Kami meminta maaf yang sebesar-besarnya kepada Bapak Kapolri dan institusi Polri atas lagu ciptaan kami dengan judul Bayar Bayar Bayar yang liriknya bayar polisi, yang telah kami nyanyikan hingga menjadi viral di beberapa platform media sosial. Lagu ini sebenarnya saya ciptakan untuk oknum kepolisian yang melanggar peraturan,” jelas Alectroguy dalam video tersebut.

Reaksi Penggemar dan #KamiBersamaSukatani yang Trending

Permintaan maaf tersebut memicu berbagai reaksi dari penggemar musik punk dan aktivis kebebasan berekspresi.

Tagar #KamiBersamaSukatani langsung trending di berbagai platform media sosial.

Banyak warganet yang menyayangkan keputusan band ini untuk menarik lagu mereka dan menganggap hal tersebut sebagai bentuk pembungkaman terhadap kritik sosial yang sejatinya menjadi ruh musik punk.

Ironi terbesar yang disorot netizen adalah ketika band punk yang identik dengan perlawanan terhadap sistem, justru terpaksa membuka topeng dan identitas mereka—yang selama ini menjadi ciri khas penampilan Sukatani—hanya untuk meminta maaf atas kritik sosial yang mereka suarakan melalui musik.

“Gass aja ngapain ditarik lagi,Kita dijamin oleh UU. No 12 tahun 2005,tentang kebebasan berekpresi untuk karya seni,” tulis Manjasad vokalis Jasad di platform Instagram Sukatani.

Siapa Sebenarnya Sukatani Band?

Sukatani Band merupakan kelompok musik punk asal Purbalingga, Jawa Tengah, yang memiliki ciri khas musik post-punk dan new wave.

Duo ini terdiri dari Ovi atau Novi Citra yang dikenal dengan nama panggung ‘Twister Angel’, dan AI atau Muhammad Syifa Al Lufti yang dikenal sebagai ‘Alectroguy’.

Sukatani Band sejak awal kemunculannya kental dengan suara dan komitmen kuat terhadap isu sosial. Lirik lagu mereka sering mencerminkan perjuangan kelas pekerja dan kritikan terhadap kapitalisme serta ketidakadilan sosial.

Keunikan lain dari band ini adalah penggunaan dialek Banyumasan dalam beberapa lagu mereka, memberikan sentuhan lokal yang kental dalam musik mereka.

Inspirasi musik Sukatani datang dari band-band punk klasik seperti Lost Cherries, Poison Girls, X-Ray Spex, Peter & the Test Tube Babies, dan Cock Sparrer.

Album terbaru mereka “Gelap Gempita” yang dirilis pada 2023 berisi sembilan lagu penuh energi dan pesan kuat tentang tema-tema kelam serta perlawanan terhadap ketidakadilan sosial.

Penampilan Unik dan Aktivisme Sosial

Selain musik, Sukatani Band juga dikenal dengan penampilan panggung yang unik dan penuh makna. Mereka selalu tampil dengan balaclava atau topeng dan sering membagikan sayuran kepada penonton saat konser, menciptakan pengalaman yang berbeda sekaligus menyampaikan pesan solidaritas dan kesadaran sosial.

Di luar panggung, band ini aktif dalam berbagai kegiatan komunitas dan inisiatif sosial berbasis akar rumput. Mereka memiliki fokus khusus pada masalah lingkungan dan perjuangan kelas proletar, menjadikan Sukatani tidak sekadar band musik, tetapi juga simbol perlawanan terhadap sistem yang tidak adil.

Penarikan Lagu dan Imbauan kepada Penggemar

Dalam video klarifikasi Sukatani Band, Alectroguy menegaskan bahwa lagu “Bayar Bayar Bayar” telah ditarik dari platform streaming musik Spotify. Ia juga mengimbau kepada para pengguna media sosial untuk menghapus konten yang menggunakan lagu tersebut.

“Dengan ini, saya mengimbau kepada semua pengguna platform media sosial yang telah memiliki lagu kami dengan judul Bayar Bayar Bayar, lirik lagu bayar polisi, agar menghapus dan menarik semua video yang menggunakan lagu kami dengan judul bayar bayar bayar karena apabila ada risiko di kemudian hari, sudah bukan tanggung jawab kami,” ujar gitaris Sukatani tersebut.

Di akhir video, kedua personil band menekankan, “Pernyataan yang kami buat ini dengan sebenarnya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.” Namun, pernyataan ini justru menimbulkan pertanyaan di kalangan penggemar tentang apakah memang benar tidak ada tekanan yang diterima oleh Sukatani.

Tanggapan Polri: “Kami Tidak Antikritik”

Menanggapi kontroversi lagu “Bayar Bayar Bayar” Sukatani Band ini, pihak Kepolisian Republik Indonesia memberikan pernyataan resmi melalui Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko. Ia menegaskan bahwa Polri bukanlah institusi yang antikritik.

“Komitmen dan konsistensi, Polri terus berupaya menjadi organisasi yang modern, yaitu Polri tidak antikritik,” kata Trunoyudo ketika dihubungi awak media di Jakarta, Kamis 20 Februari 2025, dikutip dari Antara.

Ia menambahkan bahwa komitmen untuk tidak antikritik telah sering ditegaskan oleh Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo kepada seluruh jajaran kepolisian.

“Bapak Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo kerap menegaskan hal tersebut kepada seluruh jajaran,” ucapnya.

Dilema Kebebasan Berekspresi di Era Digital

Kasus Sukatani Band menimbulkan diskusi serius tentang batas kebebasan berekspresi dalam bermusik, khususnya untuk genre punk yang memang lahir sebagai musik perlawanan.

Di satu sisi, kritik sosial adalah esensi dari musik punk, namun di sisi lain, dinamika media sosial yang mampu membuat sebuah konten menjadi viral dalam hitungan jam memiliki dampak yang kompleks.

Kasus Sukatani dengan lagu “Bayar Bayar Bayar” tampaknya telah membuka diskusi penting tentang kebebasan berekspresi, kritik sosial dalam musik, dan respons institusi terhadap kritik.

Sementara tagar #KamiBersamaSukatani terus bergaung di media sosial, masyarakat menunggu perkembangan selanjutnya dari band yang telah menjadi simbol perlawanan melalui musik ini. Apakah Sukatani akan kembali dengan semangat yang sama, atau apakah kontroversi ini akan mengubah arah musik mereka, hanya waktu yang akan menjawab. (*)

Simak berita Sekaltim.co lainnya di tautan Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button