Adat Dangai Warisan Leluhur Dayak Bahau Busang Dilestarikan di Long Pahangai Mahakam Ulu

Mahakam Ulu, Sekaltim.co – Tradisi Adat Dangai, sebuah warisan budaya sakral masyarakat Dayak Bahau Busang, kembali digelar dengan khidmat di Kampung Long Pahangai, Kabupaten Mahakam Ulu, Kalimantan Timur (Kaltim) pada awal Juli 2025. Setelah sempat tertunda selama lima tahun akibat pandemi Covid-19, upacara adat Kalimantan Timur yang sarat nilai spiritual dan kebersamaan ini akhirnya kembali mewarnai kehidupan masyarakat lokal.
Adat Dangai bukan sekadar ritual adat biasa. Ia merupakan bentuk syukur kepada Tuhan dan penghormatan kepada para leluhur yang telah mewariskan nilai-nilai luhur kepada generasi sekarang. Berlangsung selama tujuh hari, sejak 29 Juni hingga 5 Juli 2025, upacara ini menjadi simbol kekuatan budaya yang terus hidup dan berdenyut di tengah perubahan zaman.
Balai Adat Uma Sakelat menjadi arena pelaksanaan upacara penutupan yang berlangsung Rabu, 3 Juli 2025. Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Mahakam Ulu, Wenefrida Kayang, hadir mewakili Bupati Mahulu dan memimpin penutupan acara yang berlangsung dengan penuh haru dan kebanggaan.
Upacara Sakral, Identitas yang Terjaga
Dalam sambutan tertulis Bupati Mahulu yang dibacakan oleh Wenefrida, pemerintah daerah menyampaikan penghargaan mendalam kepada para leluhur. Tradisi ini, kata dia, adalah warisan yang tak ternilai harganya, dan menjadi dasar pembentukan karakter masyarakat Dayak Bahau Busang.
Upacara Adat Dangai bukan hanya ritual, tetapi juga simbol persatuan dan kekuatan nilai-nilai luhur. Adat Dangai mengajarkan masyarakat untuk rendah hati, bergotong royong, serta saling mendukung dalam kehidupan bermasyarakat.
“Upacara Adat Dangai merupakan bentuk syukur kepada Tuhan dan ungkapan terima kasih kepada para leluhur yang telah membimbing kita menuju kehidupan yang beradat dan bermartabat,” ujarnya melalui rilis Dinas Komunikasi dan Informatika, Statistik dan Persandian (Diskominfostaper) Mahakam Ulu.
Ia juga menegaskan bahwa tanpa adat dan budaya, masyarakat akan kehilangan jati diri. “Tanpa akar, pohon tidak akan tegar. Demikian pula kita sebagai masyarakat Bahau, tanpa adat kita akan kehilangan identitas, dan tanpa sejarah kita akan kehilangan arah,” tambahnya.
Hawaq dan Anaq, Inti Upacara Dangai
Adat Dangai memiliki dua prosesi utama yang sarat makna: Adat Hawaq (pernikahan adat) dan Adat Anaq (pemberian nama adat kepada anak-anak). Tahun ini, sebanyak 26 pasangan suami istri mengikuti prosesi Hawaq. Sementara itu, 160 anak menjalani prosesi Anaq yang merupakan momen penting dalam identitas masyarakat Dayak.
Tokoh adat, Bulan Anyeq menjelaskan bahwa kedua prosesi ini saling berkaitan. Pasangan yang belum menjalani Hawaq tidak dapat memberikan nama adat kepada anak mereka. “Ini adalah bentuk penghormatan terhadap tatanan adat yang telah diwariskan secara turun-temurun,” jelasnya.
Menurutnya, masyarakat umum pun diperbolehkan mengikuti upacara Adat Dangai, asalkan memenuhi syarat-syarat adat. Hal ini membuktikan bahwa adat bukan milik eksklusif, tapi ruang bersama untuk menjaga harmoni dalam masyarakat.
Pelaksanaan Adat Dangai tahun 2025 mengusung tema Pejiq Kenap Mejum Tipang Haq Alam Dangai Urip, yang berarti Bersama Memuji Tuhan dalam Adat Dangai Kehidupan. Tema tersebut mencerminkan kekuatan spiritual dan budaya yang menjadi fondasi kehidupan masyarakat Dayak Bahau Busang.
Ketua Panitia, Hermanus Irang, menyebut bahwa antusiasme warga sangat tinggi. Sejak awal persiapan, gotong royong mewarnai setiap sudut kampung. “Adat ini tidak bisa dijalankan sendiri. Semua warga ikut serta, dari anak-anak hingga orang tua,” katanya.
Menurut Hermanus, pelaksanaan Dangai pada 2020 lalu seharusnya dilakukan sesuai siklus lima tahunan. Namun karena pandemi, pelaksanaannya baru terealisasi tahun ini. “Ini bukan hanya adat, tapi peristiwa yang menyatukan seluruh elemen masyarakat,” tegasnya.
Dukungan Pemerintah, Bukti Kepedulian terhadap Budaya
Kehadiran pemerintah daerah dalam upacara adat ini menjadi bukti nyata bahwa budaya lokal mendapat perhatian serius. Sebagai bentuk apresiasi, Camat Long Pahangai, Thomas Ding, SP, menyerahkan cinderamata kepada Wenefrida Kayang sebagai simbol penghargaan atas kehadiran dan dukungan dari Pemerintah Kabupaten Mahulu.
Wenefrida, yang juga menjabat sebagai Plt. Asisten Perekonomian dan Pembangunan, menyampaikan bahwa pelestarian budaya lokal akan terus menjadi fokus. Pemerintah siap bersinergi dengan masyarakat adat untuk menjaga warisan ini tetap hidup dan berkembang.
Harapan untuk Generasi Mendatang
Adat Dangai bukan hanya ajang seremonial. Ia adalah ruang belajar, ruang mengenal jati diri, dan ruang menghidupkan semangat gotong royong. Oleh karena itu, seluruh pihak sepakat bahwa adat ini harus terus dilestarikan dan dikenalkan kepada generasi muda.
“Ini warisan leluhur yang tidak boleh hilang ditelan zaman. Kita semua punya tanggung jawab untuk menjaga dan meneruskannya,” tegas Hermanus.
Semangat itulah yang kini hidup di tengah masyarakat Long Pahangai. Meski berada jauh di pedalaman Kalimantan Timur, suara gong, syair doa, dan prosesi adat mereka menggema hingga luar batas desa. Menjadi pengingat bahwa jati diri dan kehormatan bangsa bermula dari kesetiaan menjaga akar budayanya sendiri. (*)