NEWS SEKALTIM

Dosen Unmul Soroti Ketimpangan Remunerasi di Perguruan Tinggi Negeri

SEKALTIM.CO – Polemik soal tunjangan kinerja (Tukin) dosen berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) terus bergulir tanpa kepastian. Sejak 2020, ribuan dosen di berbagai perguruan tinggi negeri (PTN) belum menerima hak mereka.

Berulang kali menyatakan berkomitmen untuk mencairkan Tukin, namun hingga kini, janji dari pemerintah tak juga ditepati. Buktinya, banyak akademisi masih mempertanyakan realisasi dari janji tersebut.

Teranyar, 152 dosen Universitas Mulawarman (Unmul) yang tergabung dalam Koalisi Dosen Unmul menyatakan sikap agar pemerintah segera mencairkan tunjangan kinerja tanpa membeda-bedakan status PTN.

Di tengah desakan itu, muncul suara lain yang memilih untuk tidak bergabung dalam koalisi. Salah satu dosen di Unmul yang tidak ingin disebutkan namanya, mengaku memilih untuk menyoroti persoalan ini dari sudut pandang berbeda.

Tidak masuk dalam koalisi, bukan berarti ia enggan setuju dengan tuntutan pembayaran Tukin, tetapi karena ia melihat isu ini lebih kompleks dari sekadar pencairan dana yang tertunda.

Menurutnya, Tukin tidak boleh hanya dipahami sebagai hak finansial semata, sebaiknya juga dimengerti sebagai bagian dari sistem apresiasi terhadap profesionalisme dosen.

Mengapa demikian, sebab dosen memiliki peran strategis dalam membangun sumber daya manusia (SDM) yang unggul, sehingga kesejahteraan mereka seharusnya menjadi prioritas.

“Tukin itu bentuk apresiasi untuk para dosen di Indonesia dalam menjalankan Tridarma Perguruan Tinggi: pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat,” ungkapnya, Jumat (14/2/2025).

Namun, ada hal lebih mendasar dari sekadar pencairan tukin yang tertunda, yakni terkait ‘ketimpangan sistem remunerasi’ di PTN.

“Dosen di PTN Berbadan Hukum (PTN-BH) mendapatkan skema insentif berbeda jika dibandingkan dengan PTN Satuan Kerja (Satker) atau PTN Badan Layanan Umum (BLU),” paparnya.

Ketimpangan Skema Insentif

Maksud dari kesenjangan sistem remunerasi tersebut merujuk pada perbedaan skema dan besaran insentif yang diterima dosen ataupun tenaga kependidikan di PTN berdasarkan status kelembagaannya.

Perlu digarisbawahi, setiap PTN memiliki model pengelolaan keuangan yang berbeda. Baik PTN-Satker, PTN-BLU maupun PTN-BH. Perbedaan ini berpengaruh pada penerimaan Tukin dan sistem insentif lainnya bagi seorang dosen.

Di PTN-Satker, misalnya, dosen mendapatkan Tukin langsung dari APBN, sama seperti ASN di kementerian lain. Namun, PTN berstatus ini tidak memiliki fleksibilitas dalam mengelola pendapatan sendiri. Sebab, semua anggaran, termasuk gaji dan insentif, ditetapkan oleh pemerintah pusat.

Sedangkan PTN-BLU memiliki fleksibilitas dalam mengelola keuangan, tetapi masih bergantung pada APBN. Jika PTN ini belum menerapkan sistem remunerasi, dosen masih menerima Tukin dari pemerintah.

Bila sudah menerapkan sistem remunerasi, Tukin akan dihentikan dan digantikan dengan skema insentif internal dari universitas, yang berasal dari pendapatan BLU (UKT, riset, kerja sama, dan lain-lainnya).

Masalah muncul ketika pendapatan BLU tidak cukup besar untuk menggantikan Tukin yang dihentikan.

Kemudian PTN-BH, perguruan tinggi ini tidak lagi mendapatkan Tukin dari pemerintah. Dan, insentif dosen bergantung sepenuhnya pada kebijakan masing-masing universitas.

“Tukin, remunerasi berbasis kinerja, insentif HKi dan publikasi, bonus hibah dan tunjangan serdos itu bisa menjadi ketimpangan bagi sebuah PTN. Ya karena apa, karena status PTN,” bebernya.

PTN-BH bisa mendapatkan penghasilan lebih besar dari sumber pendapatan kampus, tentu dengan melakukan kerja sama industri, riset, dan paten.

“Dosen di PTN-BH, misalnya, mereka ini jika pendapatan/pemasukan kampusnya besar, artinya semakin banyak punya usaha, maka remunerasi dosen-dosennya itu besar juga. Contohnya seperti kampus-kampus di Pulau Jawa itu,” terangnya.

Meski begitu, jika PTN-BH ini tidak memiliki pendapatan yang cukup tinggi, ujung-ujungnya kesejahteraan dosen bisa lebih rendah dibanding PTN lain.

Status Unmul

Unmul saat ini berstatus sebagai PTN-BLU sejak ditetapkan pada tanggal 27 Oktober 2009 melalui Keputusan Menteri Keuangan Nomor 51/KMK.05/2009, dengan kode BLU 677567.

Status ini membuat Unmul punya fleksibilitas dalam mengelola keuangannya, tetapi juga menimbulkan ketidakjelasan terkait pencairan Tukin bagi dosen.

Unmul masuk dalam kategori PTN-BLU yang menerapkan sistem remunerasi. Sehingga dosen Unmul seharusnya tidak lagi menerima Tukin dari APBN dan bergantung pada sistem remunerasi internal yang dikelola universitas.

Kendati demikian, saat ini, Unmul sedang mempersiapkan diri untuk beralih status menjadi PTN-BH, tetapi proses ini masih berjalan dengan berbagai pertimbangan.

Reformasi Kebijakan

Melihat situasi yang terjadi, ia merasa bahwa ketimpangan dalam skema insentif ini harus menjadi fokus utama pemerintah. Terutama, dalam melakukan reformasi kebijakan agar tidak terjadi kesenjangan yang berujung pada turunnya semangat kerja dosen.

“Jika pemerintah benar-benar berkomitmen ingin meningkatkan kesejahteraan dosen, maka kebijakan ini harus transparan dan konsisten,” jelasnya.

Selain itu, ia juga menegaskan bahwa kebijakan yang dibuat pemerintah harus memiliki kejelasan dalam mekanisme pencairan, kriteria penerima, serta waktu pembayaran.

“Jangan sampai kebijakan ini hanya menjadi wacana berulang tanpa realisasi yang jelas,” katanya.

Lebih jauh, ia menilai, Tukin seharusnya tidak hanya menjadi alat kompensasi, tetapi juga insentif untuk meningkatkan kualitas pendidikan tinggi.

Bila dikelola dengan mekanisme yang tepat, ia meyakini bahwa Tukin bisa mendorong dosen untuk lebih produktif lagi menghasilkan riset berkualitas, mengembangkan inovasi dalam pengajaran, dan memperkuat pengabdian mereka kepada masyarakat.

“Saat ini, yang dibutuhkan bukan hanya janji, tetapi tindakan nyata. Dosen bukan hanya mengajar dan meneliti, tetapi juga membentuk generasi penerus bangsa. Jika kesejahteraan mereka diperhatikan dengan baik, maka kualitas pendidikan tinggi di Indonesia pun akan semakin meningkat,” tegasnya.

Simak berita Sekaltim.co lainnya di tautan Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button