KukarPERKARA

Ratusan Petambak Kerang Dara Muara Badak Kukar Tuntut Ganti Rugi Kasus Dugaan Pencemaran ke Pertamina Hulu Sanga Sanga

Kukar, Sekaltim.co – Pengamanan ketat dilakukan personel Samapta Polres Kukar di kantor Bupati Kutai Kartanegara(Kukar), gedung E lantai 4, Ruang Rapat Lantai III Badan Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kompleks Perkantoran Bupati Kukar.

Pengamanan dilakukan di lokasi berlangsungnya pertemuan antara perwakilan nelayan kerang dara dari enam desa di Kecamatan Muara Badak, Kukar, Kalimantan Timur (Kaltim) dengan Pemkab dan DPRD Kukar, serta perwakilan Pertamina Hulu Sanga Sanga.

Pertemuan hingga Rabu sore, 8 Januari 2025, ini membahas dampak dugaan pencemaran limbah yang berakibat nelayan mengalami pukulan telak setelah gagal panen pada akhir 2024.

Kegagalan panen kerang dara tersebut diduga akibat pencemaran limbah dari aktivitas pengeboran PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS). Dampaknya terjadi kematian massal kerang dara hingga 800 ton dengan total kerugian mencapai Rp50 miliar.

Ratusan warga dari Desa Tanjung Limau, Muara Badak Ilir, Muara Badak Ulu, Saliki, Gas Alam, dan Desa Salo Palai mendatangi kantor Bupati Kukar untuk mencari solusi atas permasalahan yang menghantam mata pencaharian mereka.

M Yusuf, perwakilan nelayan, mengungkapkan bahwa sebanyak 299 nelayan terdampak dari kejadian ini.

“Kerugian kami sangat besar, mencapai Rp50 miliar. Padahal kerang dara ini sudah kami ekspor hingga ke Bangkok, Thailand,” ungkap Yusuf kepada wartawan.

Menanggapi situasi ini, Pemerintah Kabupaten Kutai Kartanegara menggelar rapat dengar pendapat (RDP) yang dipimpin Asisten I Akhmad Taufik Hidayat.

RDP dihadiri perwakilan PT PHSS, Anggota Komisi I DPRD Kukar, Camat Muara Badak, Polresta Bontang, dan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kukar.

Ketua Forum BPD Muara Badak, Iskandar, menjelaskan kronologi kejadian dimulai pada 27 Desember 2024 ketika nelayan menemukan indikasi pencemaran di Desa Tanjung Limau.

Kematian kerang dara yang disertai bau menyengat terjadi secara massal pada Desember 2024.

“Satu nelayan bisa memiliki 3-30 keramba. Setiap petak keramba diisi 2 ton kerang dara, dan 10-12 ton biasanya disiapkan untuk ekspor ke Bangkok dengan masa pemeliharaan 7-12 bulan,” jelas Iskandar.

Situasi semakin memprihatinkan karena mayoritas nelayan menggunakan modal pinjaman bank dengan jaminan surat tanah. Pihaknya khawatir kondisi ini bisa memunculkan dampak sosial yang lebih besar.

“Para nelayan kini dihadapkan pada utang yang menumpuk,” tambah Iskandar.

Anggota Komisi I DPRD Kukar, M Hidayat, menekankan bahwa budidaya kerang dara merupakan komoditas andalan Muara Badak.

“Keberadaan Pertamina sejak 27 November 1971 seharusnya bisa berdampingan harmonis dengan masyarakat,” ujarnya.

Tuntutan nelayan mencakup tiga hal utama: ganti rugi dari PHSS, pembersihan area yang tercemar, dan komitmen perusahaan untuk tidak mengulangi kejadian serupa.

Menurut Akhmad Taufik Hidayat, dari permintaan warga ada tiga tuntutan.

Pihak PHSS dalam pemaparan menyatakan bahwa kegiatan mereka sudah sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).

Namun warga membantah dengan bukti-bukti yang telah dikumpulkan.

“PHSS melakukan ganti rugi, kedua melakukan pembersihan indikasi pencemaran limbah, kemudian PHSS tidak mengulangi lagi kegiatan di luar SOP. Sementara pihak PHSS sudah menyatakan secara struktur penanganan telah dilakukan baik itu upaya pengelolaan lingkungan dan lainnya,” kata Taufik.

Anggota DPRD lainnya, Erwin, Sugeng Hariyadi, dan Desman Minang Endianto, menegaskan dukungan penuh kepada nelayan dan siap membawa kasus ini hingga ke level kementerian bahkan presiden jika diperlukan.

Pihak PHSS sendiri belum memberikan keterangan resmi atas kelanjutan persoalan tersebut. (*)

Simak berita Sekaltim.co lainnya di tautan Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button